webnovel

-23-

Setelah Sinta meninggalkan Bima yang terdiam di kantin, Ara dan Fanya mengikuti langkah Sinta. Sebelum itu mereka meminta maaf kepada kakak tingkat mereka itu atas kelakuan Sinta. Keadaan di kantin yang ramai itu masih senyap, meskipun Sinta telah berjalan pergi. Bagaimana tidak, seorang perempuan membentak Bima dan beradu mulut. Sebagai lelaki yang dikenal dingin dan angkuh, tentu tak ada orang yang mau berurusan dengan Bima, walau banyak perempuan yang mau terlibat dengannya karena ketampanan serta karisma yang dimiliki oleh Bima. Namun, mereka tentu tidak memikirkan cara terlibat dengan Bima seperti yang dilakukan oleh Sinta.

"Semua orang di kantin menatapmu, Sin!"

"Iya, kamu jadi pusat perhatian karena melakukan itu!" Seru Ara dan Fanya kepada Sinta ketika mereka berhasil menyusul Sinta.

Sinta menatap kedua temannya dengan senyuman, "Biarlah, yang penting aku sudah lega."

Ara dan Fanya saling bertatapan, mereka memiliki firasat yang buruk soal ini.

"Kamu mau berbuat apa setelah ini?" Tanya Ara.

Lagi dan lagi, Sinta tersenyum, "Tak banyak, aku hanya akan mengganggu Kak Bima mulai saat ini."

"Mengganggunya?" Tanya Fanya heran.

"Ya." Jawaban Sinta membuat Ara dan Fanya menyadari sesuatu yang lebih buruk dari membentak Bima di kantin akan segera terjadi. Entah mengganggu yang seperti apa yang akan Sinta lakukan.

Setelah itu mereka memutuskan untuk pulang. Sinta pulang ke rumah dengan senyuman yang ia lontarkan kepada Bunda.

"Kemarin kamu pulang dengan wajah yang ditekuk sana-sini, sekarang kenapa kamu senyum-senyum sendiri?" Tanya Bunda heran.

"Kemarin aku kesal, kalau sekarang aku senang."

"Karena apa?"

"Karena aku akan mengganggu seseorang." Kata Sinta sambil tersenyum dan berjalan menuju kamarnya.

Bunda menatap kepergian Sinta dengan bingung, "Heh! Mau ngapain kamu?" Terdengar suara tawa Sinta, membalas perkataan Bunda.

Sinta segera pergi menuju kamar mandi untuk mencuci kaki serta tangannya. Ia pun mengganti bajunya dan bersiap mengerjakan tugas. Ia mengerjakan tugas dengan cepat karena suasana hatinya sedang senang. Sinta bisa membayangkan jika nanti pasti akan menyenangkan, sebab ia akhirnya tahu bagaimana cara membalas perlakuan tidak menyenangkan milik Bima selama ini. Setelah hari ini, tak ada lagi Sinta yang diam saat Bima mengganggunya dengan seringaiannya, hanya ada Sinta yang berbalik mengganggunya.

Sinta berencana untuk menganggu Bima dengan selalu mendekati dirinya ketika mereka bertemu. Ia ingat betul bagaimana kesalnya Bima ketika gosip tentang dirinya yang menjadi kekasih Bima itu didengar oleh telinga Bima. Bima yang ia tahu sangat tenang mengendalikan situasi dan selalu menemukan cara menggoda Sinta, kini memperlihatkan kekesalannya, bahkan amarahnya. Sinta berpikir mungkin selama ini memang benar, Bima adalah lelaki yang anti dengan perempuan. Setiap perempuan yang mendekatinya, ia pasti akan menolak dengan keras, tak sering juga ia melontarkan kata-kata yang menyakiti hati perempuan itu.

Setelah semua tugas telah selesai ia kerjakan, Sinta memutuskan untuk membaca buku di perpustakaan. Ia meninggalkan ponselnya di dalam kamar. Sekitar pukul empat sore, Sinta kembali ke dalam kamarnya dan melihat ponselnya yang berdering. Ada telepon dari Saka. Sinta membiarkan panggilan telepon itu dan melihat jika ada banyak sekali panggilan telepon yang tidak terjawab. Panggilan telepon itu dari Ruri dan juga Saka. Sinta sengaja tidak menerima telepon dari kedua sahabatnya itu, karena ia tahu jika mereka berdua sampai membombardir dirinya dengan panggilan telepon, itu tandanya mereka akan membicarakan sesuatu yang penting. Mungkin saja saat ini mereka telah mengetahui kejadian antara dirinya dan juga Bima di kantin beberapa waktu lalu.

Sinta pun memutuskan untuk mandi sore. Ketika dirinya mandi, ia mendengar suara seseorang memasuki kamarnya.

"Sinta! Keluar kamu!" Ternyata itu adalah suara Ruri.

Sinta yang mendapat gedoran di pintu kamar mandinya itu pun berteriak, "Iya, sebentar! Aku masih mandi!"

"Cepat keluar! Jelaskan padaku tentang apa yang kamu lakukan hari ini!"

"Sabar!"

Beberapa saat kemudian Sinta keluar dari kamar mandi. Ketika dirinya telah melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi, Sinta meletakkan jari telunjuknya di depan bibir, "Sstt, tunggu dulu. Aku mau sholat." Kata Sinta ketika dilihatnya Ruri ingin mengatakan sesuatu.

Ruri menunggu Sinta dengan sabar, tapi ia tahu jika sahabatnya ini sedang menguji kesabarannya. Sinta sengaja sholat dan berdoa dengan waktu yang lebih lama, sangat lama dari biasanya. Saat Sinta sudah selesai menunaikan ibadah, Ruri menelepon Saka. Terdengar suara sambungan telepon beberapa kali sebelum terdengar suara Saka, "Halo? Bagaimana?"

"Iya, ini aku sudah di rumah tersangka." Kata Ruri sambil menatap Sinta.

"Tersangka apa?" Tanya Sinta.

"Tidak usah berpura-pura tidak tahu. Kami sudah mengetahui kelakuan gilamu di kantin hari ini." Kata Ruri.

"Kalau kalian sudah tahu, kenapa kalian seperti hendak mengintrogasi aku?"

"Tentu kami akan mengintrogasimu. Ayo, mulai, Ri." Kata Saka melalui panggilan telepon.

"Kenapa kamu melakukan itu? Kamu mau jadi populer di kampus? Tak cukup sudah menjadi populer di SMP dan SMA? Kamu tahu siapa itu Kak Bima? Sudah tahu jika sifat Kak Bima seperti itu, mana mungkin ia melakukan hal yang kamu tuduhkan kepadanya? Kamu seharusnya juga tahu, kami berdua tak ada di sampingmu saat ini, jika kamu terlibat masalah, kami tak ada di sana untuk melerai atau bahkan membelamu."

"Wow, wow. Tenanglah. Satu per satu. Oke, begini. Kalian tahu kan jika selama ini Kak Bima banyak sekali menggangguku?"

"Iya." Kata Ruri dan Saka secara bersamaan.

"Lalu kalian tentu tahu, dong, bagaimana sifat sahabat kalian yang satu ini?"

"Iya."

"Aku tak akan tinggal diam jika aku diintimidasi oleh orang lain, tak peduli orang itu adalah Kak Bima. Dia yang lebih dulu menggangguku, jadi sudah sepantasnya dia mendapatkan balasan."

"Tapi, kan kamu yang memulai. Yang pertama kali mencibirnya sewaktu mementaskan teater adalah kamu." Kata Ruri.

Saka menyahuti, "Iya benar."

Sinta terdiam beberapa saat, sepertinya ia menyadari kekeliruannya. Namun Sinta tetaplah Sinta, ia tetap tidak terima jika ada seseorang yang mengganggunya tanpa membalas perlakuan orang tersebut.

"Ah, Sudahlah. Aku tidak peduli. Poin dari percakapan kita kali ini adalah perlakuan tidak menyenangkan yang diberikan oleh Kak Bima kepadaku. Tentu ia pantas mendapatkan balasan. Lagipula, aku tak akan mengerjainya seperti menyiram air, memaki-makinya, atau memukulnya. Aku hanya menganggunya dengan kehadiranku. Aku hanya ingin dia merasakan bagaimana terganggunya aku ketika dia ada di dekatku."

"Tapi bisa kan tidak perlu membentaknya di hadapan banyak orang seperti itu?" Kata Saka.

"Iya, seharusnya kamu tahu, kampus berbeda dengan sekolah kita dulu. Di sana banyak sekali orang yang tidak mengenalmu, jika mereka melihatmu membentak kakak tingkat seperti itu, mereka akan menilaimu dengan buruk. Apalagi Kak Bima adalah lelaki yang populer, pasti banyak dari fansnya yang akan menyerangmu."

"Tak perlu khawatir, jika memang mereka menyerangku, aku akan menyerang balik mereka. Mereka tak tahu seberapa terganggunya aku selama ini. Jadi, jika memang mereka mau menghalangiku, aku akan menunjukkan kepada mereka bagaimana rasanya berhadapan denganku." Kata Sinta dengan percaya diri.

Keesokan harinya, Sinta pergi ke kampus di pagi hari. Hari ini ia menghadiri kelas pagi, kelasnya dimulai pukul tujuh. Di suasana kampus sepagi ini, tak banyak mahasiswa yang hadir di kampus. Ketika ia sampai di depan kampusnya, ia melihat dua orang perempuan yang duduk di gazebo depan fakultas. Mereka adalah Ara dan Fanya.

"Sinta!" Sapa Fanya dari kejauhan.

"Kenapa kalian duduk di sini?" Sinta bertanya bukan tanpa sebab. Posisi gazebo yang ada di depan fakultas membuat letaknya jauh dari parkiran serta kelas. Untuk dua orang yang membawa sepeda motor dan akan menghadiri kelas di pagi hari, tentu akan terasa aneh jika mereka berdua malah duduk di gazebo.

"Kami menunggumu." Kata Ara.

"Biasanya kalian menungguku di dalam kelas."

"Ya, sebab adanya kejadian yang menghebohkan di kantin kemarin, kami memutuskan untuk menunggumu di sini. Kami tahu, kamu akan menjadi orang yang paling populer diantara mahasiswa baru karena telah membentak kakak tingkat paling dikagumi di fakultas ini. Kami tak ingin kamu menghadapi sekian banyak tatapan orang yang tidak suka denganmu sendirian." Kata Fanya dan diikuti anggukkan kepala Ara.

"Lebay. Kak Bima tidak sepopuler itu."

"Tentu saja dia sangat populer." Kata Ara dan Fanya bersamaan yang membuat Sinta memutar kedua bola matanya.

"Ya sudah, ayo kita ke kelas. Lagipula tak banyak orang yang datang ke kampus sepagi ini."

"Memang, tapi kami ingin menjadi teman yang baik untukmu. Kamu telah melibatkan kami di situasi yang sulit kemarin. Jadi, kami akan mencegahmu untuk melakukan hal yang sama di kemudian hari." Kata Ara.

Sinta menggelengkan kepalanya dan berkata, "Kalian tahu jika hal kalian lakukan itu adalah tindakan yang sia-sia, bukan?"

"Ya, kami tahu." Kata Fanya yang mengundang tawa Sinta dan Ara. Fanya pun menambahkan, "Tapi setidaknya kami berusaha."

Mereka berjalan menuju kelas, di sepanjang perjalanan, tak banyak ditemui mahasiswa yang berlalu lalang. Namun, setiap orang yang berlalu lalang pasti akan menatap mereka bertiga. Ketika hendak menuju kelas, Sinta mengajak teman-temannya untuk pergi ke kamar mandi terlebih dulu. Sinta berdiri di depan cermin yang ada di dalam toilet wanita sambil mengeluarkan perona bibir dari dalam totebag.

"Pagi ini aku tak sempat memakai perona bibir sebab aku terburu-buru pergi ke kampus. Kemarin tidurku terlalu nyenyak, sehingga membuatku bangun kesiangan."

"Mungkin kamu terlalu banyak memikirkan Kak Bima." Kata Fanya.

Sinta tertawa, "Tidak ada hubungannya." Sinta membantah.

"Tentu saja ada, kamu terlalu sering memikirkannya sampai terbawa mimpi, lalu kamu terlalu nyaman di dalam mimpimu sehingga tak mau bangun." Sahut Fanya.

"Tapi memang hari ini aku memimpikannya. Di dalam mimpiku, dia menjadi seseorang yang penurut."

"Mungkin saja itu adalah masa depanmu, Sin. Tak ada yang tahu jika ternyata dia adalah Bimasena yang selama ini kau cari." Kata Ara yang mengundang tawa mereka semua.

Ketika mereka mengobrol di dalam kamar mandi, ada tiga orang perempuan yang memasuki kamar mandi. Sinta yang masih asyik memoles bibirnya, hanya menganggap kehadiran ketiga perempuan itu angin lalu. Namun, ia merasakan jika Fanya memegang tangannya untuk memberitahukannya sesuatu.

"Jadi ini, mahasiswa baru yang berani-beraninya membentak Bima?" Tanya salah satu perempuan di belakangnya.

Sinta menatap perempuan itu dari cermin, ia pun menyudahi kegiatan memoles bibirnya itu. Namun, bukannya merespon ucapan perempuan yang ada di belakangnya, Sinta hanya dengan tenang melanjutkan kegiatannya. Ia menaruh kembali perona bibir miliknya ke dalam totebag. Ia merasakan tangan Fanya yang semakin erat memegang tangannya seiring dengan semakin panasnya tatapan perempuan yang ada di belakangnya.

Perempuan di belakangnya mendecih, "Jangan sok! Anak baru tidak tahu diri! Aku bicara denganmu!"

Sinta membalikkan badannya menghadap ketiga perempuan itu, "Ada apa?" Tanya Sinta dengan tenang.

Ketiga perempuan itu melotot ke arahnya, "Wah, nantangin dia, Zi!"

Satu perempuan melangkah maju ke arah Sinta dan berkata, "Heh! Aku beri tahu, ya! Jangan pernah mendekati Bimaku!"

Sinta mengerutkan dahinya, "Oh, jadi dia yang membuatmu melakukan ini?"

Ketiga perempuan itu semakin berang mendengar respon Sinta. Seseorang yang dipanggil Zi oleh temannya itu berkata, "Kurang ajar! Kau tidak tahu siapa aku, hah!"

"Tidak, dan tidak mau tahu." Kata Sinta sambil mencoba berjalan pergi. Langkah Sinta terhenti ketika salah satu perempuan itu menghadangnya.

"Aku belum selesai bicara denganmu, anak kurang ajar!"

Mau tak mau, Sinta kembali menoleh ke belakang, "Aku tak punya waktu untuk meladenimu. Ada kelas yang lebih penting yang harus aku hadiri daripada meladenimu yang tidak penting ini."

"Heh! Asal kau tahu! Aku tak akan membiarkanmu berkata hal seperti itu kepadaku! Jika kau berani menentangku, aku akan melakukan hal yang buruk terhadapmu! Aku akan membuatmu menyesal telah mendekati Bima dan berlaku songong seperti ini!" Bentak perempuan itu sambil menunjuk-nunjuk Sinta.

Sinta menyeringai, "Memangnya kenapa jika aku mendekati Kak Bima? Kau akan melakukan apa?"

Perempuan itu mendorong bahu Sinta dengan keras, "Aku akan membuatmu jera! Dasar anak tak tahu sopan santun!"

Sinta yang tak terima telah diperlakukan kasar oleh orang yang tak dia kenal itu pun berjalan maju. Ia maju ke arah perempuan itu yang membuat perempuan itu mundur ke belakang. Sinta berkata, "Jangan berbicara tentang sopan santun jika kau sendiri tak bisa melakukannya dengan benar! Aku tak takut dengan ancamanmu! Jika memang kau mau melakukan itu, silakan saja! Aku tak akan tinggal diam! Kau tak berhak memintaku untuk menjauhi Kak Bima, kalau kau tidak terima, aku tak peduli!" Sinta balas membentak perempuan itu sebelum berjalan pergi.

Sinta berjalan keluar toilet dengan menabrak bahu perempuan yang menghalangi jalannya. Langkah kakinya itu diikuti oleh Ara dan juga Fanya yang dengan tergesa meninggalkan toilet.

"Siapa dia? Kalian tahu?" Tanya Sinta kepada Ara dan Fanya.

"Dia adalah Kak Zizi. Perempuan yang mengejar-ngejar Kak Bima sejak pertama kali ia masuk di kampus ini. Dia seangkatan dengan Kak Bima, dia juga orang yang melabrak semua perempuan yang mendekati Kak Bima." Kata Fanya menjelaskan.

Sinta menghela napas, ia seharusnya tahu jika mencari gara-gara dengan Bima akan memunculkan masalah yang lainnya. Zizi adalah contoh nyata, dan rencana Sinta untuk mengganggu Bima tak akan berjalan dengan mudah.