webnovel

-13-

Masa-masa kasmaran memang menyenangkan, seperti saat Sinta dan Saka sedang dimabuk kepayang. Mereka banyak menghabiskan waktu jalan-jalan berdua, pergi makan berdua, menonton di bioskop berdua, dan masih banyak lagi hal yang mereka lakukan. Namun masa-masa itu tak dapat bertahan selamanya. Ada masa pendekatan yang begitu manis di ingatan, namun perlahan pahit saat sudah jadian. Rasa pahit itu mungkin belum terasa, sebab saat ini ia masih bersembunyi di dalam tebalnya rasa manis. Lalu ketika rasa manis itu telah sirna, tibalah masa di mana lidah kelu oleh rasa pahit yang teramat menggigit.

Di tahun ketiga masa SMA, mereka akan menghabiskan banyak waktu untuk mempersiapkan ujian dan juga kelulusan. Hanya sedikit waktu yang siswa tahun terakhir lakukan untuk bersenang-senang, oleh sebab itu, saat ada pengumuman jika mereka akan mengadakan pekan lomba, mereka senang bukan main.

"Aku punya kabar gembira untuk kalian." Kata ketua kelas.

"Langsung saja katakan, kita semua benci basa-basi!" Seru Sinta kepada ketua kelas.

"Baiklah. Untuk tahun terakhir seperti kita, sebelum pada akhirnya kita terjun ke waktu-waktu-"

"Aku ralat, kita bukan hanya benci basa-basi. Tapi kita juga benci kau!" Teriak Sinta memotong ucapan ketua kelas yang sedang mencoba menjelaskan di depan kelas. Kelas pun riuh akan suara tawa.

"Terima kasih Sinta. Jadi akan ada pekan lomba minggu depan. Dan di dalam pekan ini, kelas kita akan mengikuti serangkaian lomba. Lomba akan dibagi menjadi dua bentuk, yakni tim dan individu. Lomba tim dan individu juga dibagi lagi berdasarkan jenis kelamin perempuan serta laki-laki. Lomba yang diadakan diantaranya adalah lomba bakiak, lomba voli, lomba futsal, lomba tarik tambang, lomba estafet, dan banyak sekali lomba yang berkaitan dengan individu." Suasana kelas semakin riuh.

"Tenang dulu, jangan banyak berbicara. Berita yang paling menyenangkan adalah di akhir pekan lomba akan ada promnight!" Seru ketua kelas dengan bersemangat.

Sinta dan Ruri saling berpandangan, "Promnight!" Seru mereka berdua bersamaan.

Setelah ketua kelas menyelesaikan pengumaman yang ia sampaikan, mereka membagi-bagi nama siswa untuk setiap lomba. Sinta dan Ruri mengikuti lomba bakiak di hari ketiga, lalu Saka mengikuti lomba futsal di hari pertama. Mereka sangat tidak sabar dengan pekan lomba yang sepertinya akan menyenangkan itu.

"Kamu akan pakai gaun apa di acara promnight nanti?" Tanya Ruri kepada Sinta saat mereka berada di rumah Sinta.

"Aku belum memikirkannya, tapi aku sudah bicara dengan Bunda jika aku ingin membeli gaun untuk pergi ke acara promnight. Bagaimana denganmu?"

"Aku juga berencana membeli gaun, sebab aku tak punya gaun untuk dipakai ke acara promnight."

"Baiklah, kalau begitu kita akan membelinya bersama. Besok sepulang sekolah? Bagaimana?"

"Setuju!"

Saat ini Ruri sedang berada di rumah Sinta. Mereka biasa berkumpul di rumah Sinta, namun kali ini berbeda. Biasanya mereka akan berkumpul bertiga, kali ini mereka hanya berdua. Sinta melarang kekasihnya itu untuk ikut, sebab dirinya dan Ruri akan berbicara mengenai acara promnight. Sinta berkata jika hari ini adalah hari khusus perempuan, lelaki seperti Saka tidak boleh ikut.

"Seharusnya Saka kamu bolehkan ikut hari ini. Jika ia ikut, kan kalian bisa berdiskusi tentang warna pakaian yang akan kalian kenakan di acara promnight."

"Tidak, untuk masalah itu aku sudah berpikir akan mendiskusikannya dengan Saka melalui telepon saja. Hari ini adalah hari khusus perempuan, sebab aku tak hanya membicarakan soal gaun promnight saja, namun juga tatanan rambut dan riasan wajah. Aku tak ingin Saka tahu lebih dulu, aku ingin dia terkejut saat menjemputku nanti."

"Lalu kamu berencana untuk membeli gaun sendiri juga?"

"Tentu, jika Saka ikut, ia akan tahu gaun yang kupakai lebih dulu. Itu tidak akan seru."

"Betul juga. Baiklah, esok hari kita akan pergi membeli gaun hanya berdua saja." Kata Ruri diikuti anggukan kepala Sinta.

Keesokan harinya, Sinta bersiap untuk mengikuti pekan lomba. Hari ini adalah hari pertama diadakannya pekan lomba, itu tandanya, kekasihnya akan bertanding futsal hari ini. Oleh sebab itulah dirinya sangat bersemangat hari ini. Ia sudah mempersiapkan banyak hal karena dirinya sudah banyak belajar ketika dirinya menonton pertandingan futsal milik Reksa dulu. Hari ini ia membawa pengeras suara dan juga botol minum yang diisi oleh air lemon. Pengeras suara akan melantangkan sorakannya dan air itu akan mencegah dirinya kehabisan suara.

"Wah, kamu sangat bersemangat sekali, Ta." Kata Ruri saat melihat penampilan Sinta.

"Tentu, kan hari ini kekasihku akan bertanding. Ayo berangkat!" Sinta pun berjalan menuju halte bus.

Sesampainya di kelas, kedatangan Sinta dan Ruri disambut riuh suara teman-teman sekelasnya. Mereka memuji kesiapan Sinta yang membawa pengeras suara. Melihat kesiapan kekasihnya itu, Saka tertawa dan berkata, "Astaga, kamu selalu saja berhasil membuatku takjub, Ta."

"Aku sudah sangat bersemangat mendukung pertandinganmu. Jadi jangan sampai kamu mengecewakanku."

"Tentu, tak akan aku mengecewakanmu."

Pertandingan futsal pun dimulai. Saat ini giliran kelas Sinta yang bertanding. Saka menjadi kapten tim futsal kelasnya dengan memakai bandana yang ia ikat di lengan kanannya. Tubuh tinggi menjulang, kulit sawo matang yang bersih, rambut hitam yang sedikit panjang itu terlihat sangat menawan di lapangan. Keringat yang membanjiri wajah dan lehernya menambah kesan sporty di tubuh Saka.

"Astaga Tuhan! Kekasihku sangat tampan!" Teriak Sinta menggunakan pengeras suara di tengah-tengah pertandingan. Saka yang sedang berlari mengikuti bola yang sedang dibawa oleh lawan pun menghentikan langkahnya. Ia menatap kekasihnya yang berteriak heboh itu sambil tertawa dan segera melanjutkan permainan. Tawa yang dilakukan Saka juga diikuti oleh Ruri dan orang-orang lain yang mendengarnya.

Permainan dilanjutkan dan bertambah seru. Sinta dengan lantang menyanyikan lagu milik kelasnya untuk mendukung permainan tim futsal kelasnya itu dengan pengeras suara. Teman sekelasnya pun dengan heboh bernyanyi menyemangati, mereka dengan kompak melantunkan lagu yang kelas mereka ciptakan itu untuk membakar semangat tim futsal kelas mereka. Gol pertama berhasil membobol gawang tim lawan yang dilakukan oleh salah satu teman sekelas mereka.

Skor unggul milik kelas Sinta berjalan hingga ke babak kedua. Saat babak kedua berlangsung, terjadi pelanggaran yang dilakukan tim lawan.

"Woi! Jangan main kasar kau dengan kekasihku! Kalau mau main tarik-tarikan ikut lomba tarik tambang saja, bukan futsal!" Seru Sinta kesal.

Di tengah pertandingan itu, Saka yang sedang membawa bola ditarik bajunya hingga terjatuh. Pelanggaran itu menghasilkan sebuah tendangan pinalti untuk tim futsal kelas Sinta. Kapten tim bersiap untuk menendang, Saka mengambil ancang-ancang, ia mundur beberapa langkah sebelum berlari menendang bola ke arah gawang tim lawan.

"Gol! Gol! Gol!" Seru Sinta dan teman sekelasnya ketika bola dari tendangan Saka berhasil menjebol pertahanan tim lawan.

Permainan futsal dimenangkan oleh tim dari kelas Sinta, namun mereka bukan keluar sebagai pemenang pertama. Mereka harus menerima posisi kedua sebab kalah dari kelas Reksa. Lomba tim serta individu di lanjutkan. Pekan lomba terus berjalan hari demi hari. Hingga tibalah di hari ketiga, hari di mana Sinta dan Ruri berlomba dengan kelas lain, memperebutkan juara lomba bakiak.

"Nanti jika terdengar suara musik, kalian dilarang untuk bergerak maju. Baru setelah alunan musik selesai, kalian bisa melanjutkan permainan." Kata salah satu panitia menjelaskan peraturan lomba.

Sinta telah bersiap di tempat. Ia berada di posisi paling depan, diikuti oleh Ruri di bagian kedua. Sisanya diisi oleh teman sekelas mereka yang lain. Sebelum mereka bersiap di garis start, tim Sinta telah mengatur strategi. Langkah pertama yang akan mereka ambil adalah langkah kaki kanan, diusahakan bergerak dengan cepat dan kompak, kekompakkan akan ditunjang dari teriakan Sinta.

Permainan pun dimulai. Sinta dengan sekuat tenaga menarik kaki kanan serta kaki kirinya.

"Kanan, kiri, kanan, kiri!" Teriak Sinta berurutan, lalu terdengar suara musik.

Mereka berhenti secara mendadak yang membuat mereka tidak bisa menjaga keseimbangan. Akibatnya Sinta pun hampir terjatuh ke depan, namun dengan sigap Ruri menangkapnya. Mereka semua tertawa. Musik pun berhenti dan mereka melanjutkan permainan hingga menjadi pemenang di babak pertama ini.

"Kalian lucu sekali tadi!" Seru Saka menghampiri mereka. Dirinya berjalan menghampiri Sinta dan juga Ruri sambil terus tertawa.

"Aku hampir saja terjatuh dan kamu justru tertawa?"

"Tapi memang lucu, Ta!" Tambah Ruri.

"Ya, ya, ya. Untuk selanjutnya tak apa jika aku harus terjatuh lagi, namun kelas kita harus menjadi pemenangnya." Kata Sinta dengan tertawa.

Babak selanjutnya lomba bakiak pun dimulai. Seperti biasa Sinta sangat bersemangat melangkahkan kakinya ke depan. Kakinya yang jenjang membuat dirinya memiliki jarak langkah yang panjang. Hal itu membuat teman-teman yang ada di belakangnya kewalahan. Mereka tak bisa mengikuti langkah kaki Sinta yang panjang, sehingga gerak bakiak terhambat di belakang yang membuat mereka semua terjengkang. Tubuh mereka ambruk dan saling menindih. Melihat hal itu, Saka tertawa paling keras.

"Berdiri! Ayo cepat!" Sinta berteriak sekaligus tertawa, ia merasa sangat terhibur dengan wajah teman-temannya yang kesakitan, namun dirinya juga menyadari jika dirinya masih punya pertandingan yang harus dimenangkan.

"Kalau kamu menang, aku akan membelikanmu novel baru!" Teriak Saka kepada Sinta.

Sinta yang saat ini tertawa terbahak-bahak pun menghentikan tawanya itu. Ia menatap mata kekasihnya dan mengacungkan dua jarinya ke arah Saka. Saka yang melihat kekasihnya itu memberikan tanda jika ia ingin membeli dua novel baru pun segera mengacungkan jempolnya. Melihat jempol Saka yang teracung, Sinta pun segera membantu teman-temannya untuk bangun lebih cepat. Saat mereka semua telah berhasil berdiri dari kekacauan sebelumnya, Sinta melangkahkan kaki kanannya dengan langkah lebar.

Sinta berteriak, "Demi novel baru!" Dan semua penonton tertawa.

Sinta menerima tawaran Saka untuk membelikannya buku adalah karena saat ini dirinya tidak diperbolehkan membeli buku baru khususnya novel oleh orang tuanya. Ia dilarang untuk membeli novel baru hingga semua ujian di akhir tahun SMA terlewati, sedangkan saat ini Sinta tidak memiliki novel baru yang bisa ia baca. Dan ketika dirinya mendengar jika Saka ingin membelikannya novel baru, ia sangat senang. Sebab orang tuanya hanya melarangnya untuk membeli novel baru, bukan dibelikan novel baru.

Perlombaan bakiak juga menemui akhir. Pertandingan itu dimenangkan oleh kelas Sinta. Kejatuhan demi kejatuhan mereka alami, tak lupa dengan rasa malu yang menyertai. Namun, itu semua membuahkan hasil yang manis bagi kelas mereka.

Acara pekan lomba kala itu sangat menyenangkan, kelas Sinta keluar sebagai pemenang di dua lomba, yakni lomba bakiak dan lomba kelereng individu. Lalu kelasnya juga meraih juara yang lain yakni juara kedua lomba futsal. Meskipun tak banyak menyabet juara, kelas Sinta sangat puas dengan pekan lomba itu. Di tahun terakhir masa SMA, mereka masih memiliki satu kesempatan untuk berbahagia sebelum menemui berbagai ujian dan kelulusan. Sinta dan Saka juga menikmati pekan lomba ini, mereka memiliki banyak waktu bersama untuk mengobrol dan juga tertawa. Kebahagiaan yang mereka rasakan di saat pekan lomba itu mereka harap akan terjadi selamanya, namun ternyata itu semua hanya sebatas harapan yang enggan menjadi kenyataan.

Sinta berpacaran dengan Saka saat dirinya berada di pertengahan kelas dua SMA. Dan saat ini hubungannya telah sampai di bulan ke enam. Di bulan itu, mereka telah memasuki tahun akhir di masa SMA.

Di tahun terakhir, Sinta selain sibuk dengan hubungannya bersama Saka, juga sibuk untuk urusan sekolah. Kelas tiga SMA sibuk dengan les ini dan les itu. Belum lagi serentetan ujian yang akan mereka lewati sebelum pada akhirnya lulus dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, yakni perkuliahan.

"Sa, ini buku modul Ruri sepertinya ketinggalan, sebab dia tak pernah meninggalkan bukunya di loker." Kata salah satu teman sekelasnya. Ia berkata hal tersebut kepada Saka, sebab hari ini adalah giliran Saka piket kelas sepulang sekolah. Pekan lomba masih berlangsung di hari kelima, satu hari menjelang acara promnight.

"Nanti akan aku berikan kepadanya. Letakkan saja di atas mejaku, akan aku bawa nanti saat pulang."

Kegiatan piket pun selesai dilakukan, Saka segera bersiap-siap untuk pulang. Tak lupa, dirinya membawa buku modul Ruri yang tertinggal. Saat ia berjalan menuju ke parkiran, ia menelepon Ruri.

"Ri, ini buku modulmu tertinggal. Kamu di mana?" Kata Saka.

"Buku modul? Aku ada di rumah." Tanya Ruri.

"Iya, buku modul bahasa Inggris. Mau aku antarkan saja ke rumahmu?"

"Oh, modul itu. Tidak apa-apa, tidak perlu kamu antarkan, aku belum membutuhkannya saat ini. Biar saja ada padamu, besok kamu bisa membawanya dan memberikannya padaku saat kita bertemu di sekolah."

"Baiklah kalau begitu, akan aku simpan di dalam tasku."

Saka yang tak perlu memberikan buku itu ke rumah Ruri pun segera pulang menuju rumah untuk bersiap-siap mengajak Sinta pergi. Sesampainya di rumah, dirinya langsung pergi mandi dan bersiap-siap.

Hampir satu jam setelah Saka menelepon, Ruri menyadari sesuatu, "Lho, di dalam modulku itu kan ada buku lesku." Kata Ruri pada dirinya sendiri.

Ruri pun segera menelepon Saka untuk mengambilnya di rumah Saka, sekalian dirinya akan pergi ke les. Saat dirinya mencoba menghubungi Saka, Saka tak merespon sama sekali, sebab saat ini Saka sedang berada di perjalanan menuju rumah Sinta. Ia pun berpikir untuk langsung saja pergi ke rumah Saka.

Ruri pun segera pergi ke rumah Saka. Sesampainya di sana, Ruri disambut oleh kakak Saka.

"Mas Prada, Saka ada?"

"Oh, Ruri. Saka baru saja pergi. Dirinya bicara kepadaku jika ia ingin mengajak Sinta pergi jalan-jalan. Ayo, masuk dulu!"

"Sebenarnya aku mau ambil bukuku yang ketinggalan, Mas. Tadi Saka membawanya di tas, katanya."

"Kalau begitu ambil saja di tasnya. Kamu langsung saja masuk ke kamarnya. Oh! ternyata tasnya ada di sini. Langsung kamu ambil saja, ya." Kata Mas Prada sambil memberikan tas Saka kepada Ruri.

"Aku mau ke kamar mandi dulu. Mules." Prada pun segera berlari menuju kamar mandi.

Ruri yang telah diberi izin oleh Prada untuk membuka tas Saka pun membukanya. Sebenarnya ia merasa tak enak jika harus mengambilnya sendiri tanpa sepengetahuan dari pemiliknya. Namun, saat ini ia harus segera pergi ke tempat lesnya.

Akhirnya, Ruri mengambil buku modul yang ada di dalam tas Saka. Ada banyak buku di dalam tas Saka dan buku-buku itu terlihat tidak tersusun dengan rapi. Lalu ketika melihat buku yang familiar, dirinya pun mengambilnya dan mengeluarkan buku itu.

Setelah mengeluarkan modul miliknya dari dalam tas Saka, sebenarnya dirinya berniat langsung menutup kembali tas milik Saka. Namun saat Ruri mencoba untuk menutup kembali tas Saka, dirinya melihat sesuatu. Sebuah foto. Foto yang menampilkan wajah seseorang yang ia kenal. Salahkan dirinya yang terlalu ingin tahu secara lebih jelas foto apa yang ada di dalam tas Saka itu. Dan ketika mengambilnya, betapa terkejutnya Ruri.

Ia melihat foto Sinta. Foto itu penuh dengan noda dan coretan, ia tak yakin cairan merah apa yang mengotori foto sahabatnya itu. Keterkejutannya bertambah ketika ia menemukan tak hanya satu, namun banyak foto dari sahabatnya yang bernoda merah.

Ruri berdiri mematung, dirinya diam sambil terus memandang tak percaya jika hal seperti ini ada di dalam tas sahabatnya, yang juga merupakan kekasih dari seorang perempuan yang ada di foto. Ketika dirinya masih dipenuhi dengan keterkejutan. Terdengar suara langkah kaki dari arah belakang tempatnya berdiri, berjalan mendekat menuju ke arahnya.