webnovel

Ziven Alan Prasetyo

'Sumpah demi apa, aku baru nama asli pak alan! ' celetuk bhie dalam hatinya.

'Kemana aja selama ini bhie... '

Dia terus memandangi nama pak alan yang tertulis di buku nikah.

Di sepanjang perjalanan bhie dengan serius memandangi buku nikah yang bisa dia dapatkan dengan semudah itu.

Bruk!

Seketika tubuh bhie hilang kendali bersamaan dengan rem mendadak yang pak alan injak.

"Aduh, sakit!! "

Bhie mengusap keningnya yang membentur kaca depan mobil. Karena terlalu kerasnya rem yang dinjak pak alan.

"Kamu dari tadi lihat buku itu " ucap pak alan tanpa melihat ke arahnya sedikitpun.

"Sampai lupa pakai sabuk pengaman " ucapnya lagi.

"Memang apa yang membuat kamu terkesima dengan buku kecil itu? "

Bhie mengambil buku nikah miliknya dan segera dia masukan ke dalam tas miliknya.

"Saya bingung saja... " jawab bhie.

"Bingung kenapa? "

Bhie tersenyum kikuk, "kuliah bertahun-tahun, saya baru tahu kalau nama bapak itu bagus sekali "

"Ziven alan prasetyo "

Dia melihat ke arah dosennya yang beberapa menit yang lalu menikahinya.

Laki-laki dengan postur tubuh yang macho, wajah tampan tiada tara dan sikapnya yang sopan membuat semua wanita termasuk murid-muridnya pasti akan menyukainya.

Tidak sedikit juga dari mereka para wanita yang memujinya, menjadikan pak alan sebagai pria idaman dan standar lelaki untuk menjadi calon suami.

Tapi sayangnya diantara banyak kelebihan yang dimiliki oleh laki-laki itu ada kekurangan yang benar-benar akan membuat karir dan nama baiknya hancur. Dan hanya bhie saja yang mengetahuinya sekarang ini.

"Cuma nama saja kamu sampai seperti orang kesurupan " ucap pak alan.

Wajah bhie memerah, dia sedang merasa malu dan kesal.

"Kenapa bapak tidak pakai nama ziven? " tanya bhie.

"Itukan nama yang bagus "

"Yang punya nama siapa? " pak alan balik bertanya.

"Bapak " jawab bhie pelan.

Dia mulai merasa tidak enak hati setelah memberikan jawaban.

"Itu hak saya "

"Iya, pak maaf " bhie menunduk.

Dia menggerutu di dalam hatinya, dan memperingati dirinya untuk tidak mengatakan apa-apa lagi pada pak alan.

"Kita berangkat ke bali lusa "

"Lusa?? " bhie terkejut.

"Kenapa mendadak sekali " sambungnya.

Pak alan tidak lantas menjawab pertanyaan bhie, dia lalu memperlihatkan ponselnya pada bhie.

"Ini karena kekuatan hebat dari ayah dan ibu mertua kamu " ucapnya.

"Mereka juga orang tua bapak! " gerutu bhie.

Dia tidak berkomentar apa-apa karena dia tahu seberapa besar kekuatannya untuk bisa menolak pemberian ayah dan ibu mertuanya.

"Kamu pasti belum pernah pergi ke bali kan? " dia bertanya lagi pada bhie.

"Belum " jawab bhie cepat.

"Baguslah kamu beruntung " tanggap pak alan.

Bhie merasa perkataan pak alan itu seperti sindiran baginya.

Tapi lagi-lagi dia tidak berdaya untuk memperlihatkan perlawanannya.

"Kita beli beberapa pakaian buat kamu disini "

Pak alan menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah pusat perbelanjaan.

"Tapi baju saya masih banyak di rumah " bhie merasa tidak enak hati.

"Baju yang tidak ada fashionnya sama sekali " pak alan menanggapi penampilan bhie.

"Kita mau ke bali "

Kuping bhie mulai memanas sama seperti hatinya yang merasa dongkol atas semua penilaian pak alan terhadap penampilannya.

"Gaspoll! " celetuk bhie seraya keluar dari dalam mobil.

Dia melihat ke arah gedung pusat perbelanjaan yang ada di hadapannya lalu berganti ke arah pak alan yang keluar dari mobil setelahnya.

'Dia emang nggak terlihat sugar daddy ' ucap bhie dalam hatinya.

'Tapi dengan gaya aku yang gembel seperti ini, seperti tuan sama asisten rumah tangganya... '

Bhie cekikikan dalam hatinya, dan hampir saja tidak tertahankan dan akan keluar paksa dari bibirnya.

"Ups! " dengan cepat bhie menutup mulutnya.

Pak alan menoleh ke arahnya, "ada yang lucu? "

Bhie menggelengkan kepalanya, "bapak yang bakal ketawa kalau saya bilang "

"Kenapa? "

'Dia kosakata pertanyaannya cuma kenapa! ' cetus bhie dalam hatinya, lalu memperlihatkan senyumannya.

"Saya belum pernah kesini, pak " ucap bhie.

"Kenapa? "

Bhie menarik nafasnya, "karena disini harga barangnya menghabiskan uang jajan selama enam bulan "

Pak alan mengerutkan dahinya, dia lalu menatap ke arah bhie.

"Memang berapa uang jajanmu? "

Hati bhie bahagia ketika ditanya tentang uang jajan dia untuk kuliah.

'Yes, berhasil. Selamat datang cuan-cuan... ' bhie merasa senang dan sudah tidak sabar untuk mendapatkan uang jajan yang sangat besar dari suami dadakannya itu.

Bhie memasang sedih, "ongkos angkot pulang pergi dua puluh ribu, buat makan tiga puluh ribu "

"Nilai matematika kamu berapa? " tanya pak alan lagi.

"Kalau sehari kamu punya uang untuk makan tiga puluh ribu di kalikan tiga puluh hari kamu sudah dapat uang sembilan ratus ribu "

"Kamu beli baju apa yang harganya enam bulan uang jajanmu? "

Bhie terdiam dengan semua pertanyaan dari suami yang sekaligus menjadi dosennya.

Dia salah mengira ketika mengatakan alasan yang dia pikir akan membuatnya mendapat uang saku yang besar jumlahnya.

'Aku lupa kalau sekarang lagi ngobrol sama dosen yang perhitungannya lebih detail yang aku pikirkan! ' ketus bhie yang lagi-lagi hanya bisa dia ungkapkan di dalam hatinya.

"Itukan uang jajan untuk makan siang pak " jawab bhie pelan.

"Kalau kamu sesuatu ya tidak perlu jajan, tapi di tabung buat kamu beli barang keinginan kamu " pak alan menanggapi perkataan bhie.

Bhie menganggukkan kepalanya, dia sangat malu sekali sekarang ini. Karena seperti seorang anak kecil yang mendapatkan nasehat dari ayahnya.

"Saya mulai nabung besok, pak. " ucap bhie memperlihatkan jari telunjuk dan tengahnya.

"Janji " sambungnya.

"Sekarang bapak jadi belanja tidak? " lalu bhie melayangkan sebuah pertanyaan.

"Jadi " jawab pak alan dengan cepat.

"Semua gara-gara kamu, kita jadi lama berdebat disini! "

Pak alan menyalahkan bhie kali ini, dia berjalan lebih di depan bhie.

'Iya, aku yang lagi-lagi salah! ' cetus bhie.

'Kenapa dia kaku banget, nggak bisa bedain mana serius mana candaan. Dasar kulkas delapan pintu, dingin!!! '

Bhie mengikuti langkah pak alan dari belakang yang memasuki sebuah butik yang memajangkan baju-baju yang model-modelnya tidak dimiliki butik lain.

Dia hanya melihat laki-laki itu menunjuk beberapa baju dan sepatu ke penjaga toko.

Dengan aksennya yang tidak banyak bicara dan memilih begitu cepat lalu membayarnya.

Bhie melihat laki-laki itu seperti manusia super simpel, tidak banyak menghabiskan waktu untuk memilih barang yang akan dia beli, jika dia suka dia akan cepat membelinya.

Sama seperti ketika dia memilih bhie untuk menutupi kenyataan terlarang yang tidak ingin diketahui oleh orang lain.

Dia tahu bhie akan sangat bisa dipercaya dan ketika nanti melahirkan bayinya, kepintarannya akan menurun pada calon anaknya.

"Disana aku akan kenalkan kamu dengan bay " ucap pak alan ketika dia telah selesai membelikan pakaian baru untuk bhie.

Mendengar nama laki-laki pujaan hati pak alan membuat perasaan bhie mellow.

Dia merasa di ingatkan pada seseorang yang sudah lama sekali dilupakannya.

Walaupun nama itu asing baginya, tapi dia seperti sangat akrab dengan nama tersebut membuatnya menjadi begitu penasaran untuk bertemu dengan orang spesial suaminya yang di sembunyikan dari semua orang...