webnovel

Terbawa Perasaan

"Umma... " bhie terduduk di depan halaman rumahnya yang ternyata tidak seperti yang ada di pikirannya.

Dia yang berlari sekuat tenaga karena mengkhawatirkan ibunya mencoba mengatur nafasnya kali ini.

"Rumah kamu tidak apa-apa " suara pak alan terdengar di belakang bhie.

"Iya, syukurlah "

"Tapi sepertinya rumah yang terbakar itu di belakang rumahmu "

Bhie menghela nafasnya, "rumah itu sering sekali terjadi kebakaran "

"Dan umma selalu membantu anak-anak mereka yang ditinggal sendirian di rumah dan bermain api "

Pak alan mendengarkan bhie yang bicara dengan nafasnya yang terengah-engah karena berlari tadi.

"Bhiena " ada suara seorang perempuan di pintu gerbang rumah memanggil bhie.

"Kenapa masih disini? " dia lalu bertanya pada bhie.

"Memangnya saya harus kemana? " bhie balik bertanya dengan wajahnya yang kebingungan.

"Ibu kamu tadi di bawa ke rumah sakit " jawabnya, "tadi pas rumah hilda kebakaran, ibu kamu berniat mau selamatin anaknya hilda tapi ternyata ada tumpahan minyak di lantai dan terpeleset "

"Ibu kamu pingsan, jadi kami bawa ke rumah sakit "

Bhie tercengang, dia sedang dalam keadaan kebingungan dan hanya bisa mematung.

Pak alan seperti sudah tahu apa yang dirasakan bhie.

"Di rumah sakit mana, bu? " pak alan mewakili bhie yang masih berdiam diri.

"Rumah sakit harapan sehat, dekat daerah ini juga "

"Terima kasih, bu "

Pak alan menoleh ke arah bhie, "sebaiknya kita ke rumah sakit sekarang "

Bhie menggelengkan kepalanya, "saya tidak mau "

Pak alan mengerutkan dahinya, "kenapa? "

"Saya takut! " jawab bhie.

"Saya yang antar kamu ke rumah sakit, jadi jangan takut "

"Tapi... "

"Sudah kita berangkat sekarang " pak alan tidak memberikan kesempatan pada bhie untuk bicara.

Satu tangan bhie diraihnya untuk mengikuti langkahnya menuju ke mobilnya yang dia simpan di ujung jalan karena akses menuju rumah bhie terhalang oleh mobil pemadam kebakaran.

"Ini sudah ketiga kalinya... " ucap bhie di tengah perjalanan menuju ke rumah sakit.

"Ibu hilda tetangga kami selalu meninggalkan dua anak mereka yang masih kecil di rumah dan terkunci dari luar "

"Pertama kali umma menyelamatkan mereka dengan memecahkan jendela rumah bu hilda "

"Dia wanita yang baik " tanggap pak alan, "buktinya dia tidak memiliki hubungan kekeluargaan dengan tetanggamu tapi naluri seorang ibu mendorongnya untuk menolong kedua anak kecil itu "

"Dan umma hanya dapat makian karena memecahkan jendela rumah orang " bhie mencoba tertawa ketika dia sedang bicara yang bahkan setelah itu muncul air matanya dan dengan cepat dia menyekanya.

"Saya terkadang kesal dengan umma " ucapnya lagi, "dia selalu di nilai tidak baik oleh semua orang di sekitar rumah kami, tapi dia selalu saja membantu mereka! "

"Itu wajar jika kamu merasakan marah " pak alan mengerti dengan apa yang dirasakan oleh bhie sekarang.

"Umma... " bhie lalu berhenti bicara dan menutupi wajah dengan kedua tangannya untuk menyembunyikan tangisan yang sudah tidak bisa dia bendung lagi.

"Umma punya tekanan darah tinggi, dan sekarang dia terjatuh! "

"Itu akan ada banyak kemungkinan... " pak alan mulai kebingungan melihat bhie yang menangis karena mengkhawatirkan ibunya.

Satu tangannya mencoba untuk memberikan usapan di pundak untuk meringankan kesedihannya, tetapi dia ragu dan merasa enggan melakukannya.

Beberapa detik setelah keengganannya muncul, melihat tangisan bhie dia mulai terenyuh mengusap rambut bhie dengan lembut.

"Kita tidak boleh memikirkan hal yang negatif terlebih dulu " ucap pak alan, "ibumu pasti baik-baik saja "

Bhie yang tengah menangis seketika semua air matanya seolah mengering ketika rambutnya mendapatkan usapan dari tangan pak alan.

"Kenapa sekarang tidak bisa menangis? " bhie bertanya dalam hatinya sambil terus menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya.

Detak jantungnya seperti sedang di pacu sesuatu yang membuatnya berdetak dua kali lebih cepat.

"Kenapa konsentrasiku menangis hilang karena pak alan mengusap rambutku? " bhie bertanya lagi dalam hatinya.

"Padahal aku tahu tidak tertarik dengan wanita secantik dan pintar sepertiku "

"Aku aja yang terlalu bawa perasaan!! "

Bhie kali ini menangisi dirinya sendiri yang tengah galau karena perasaannya sendiri.

"Terima kasih pak " ucap bhie.

Pak alan tersenyum menganggukkan kepalanya dan lalu memberikan tisu pada bhie untuk mengusap air matanya.

"Kita sudah sampai di rumah sakit " pak alan memberitahukan pada bhie yang terlihat melamun.

Bhie hanya menganggukkan kepalanya dan membuka sabuk pengamannya lalu keluar dari dalam mobil.

"Kamu masih takut? " tanya pak alan yang berjalan di samping bhie masuk ke ruangan instalasi gawat darurat.

"Sedikit " jawab bhie pelan.

Dia melihat ke arah pintu utama instalasi gawat darurat yang berada tepat di depannya beberapa kali menghela nafas.

Dan bahkan dia seketika mendadak menjadi seorang phobia hanya dengan mendengar suara sirine ambulan yang berhenti di depan pintu membawa seseorang yang berlumuran darah karena kecelakaan.

"Kalau kamu takut tunggu saja disini, biar saya yang tanyakan dimana ibumu dirawat " ucap pak alan.

"Saya ikut! " bhie mencoba menyamakan langkahnya dengan pak alan sampai dia tidak sadar menarik kain jas berwarna navy yang dipakai oleh pak alan.

Membuat dosennya itu menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah bhie.

"Maaf pak " bhie dengan cepat melepaskan tangannya.

"Saya refleks karena sedikit takut " sambungnya lagi.

"Karena selama ini cuma tangan umma saja yang selalu saya pegang ketika sedang ketakutan "

Bhie tidak menunggu tanggapan dari pak alan dengan cepat berjalan sendiri masuk ke dalam ruangan instalasi gawat darurat.

Pak alan mengikuti bhie dari belakang sambil terus memandangi sosok muridnya itu dari belakang.

Dia lalu melihat ke arah lengan bajunya yang tadi di pegang oleh bhie. Walaupun bhie tidak menyentuh kulitnya karena terhalangi oleh jas yang dipakainya tetapi dia merasa ada hal aneh padanya tadi.

Dan pak alan berusaha untuk tidak menghiraukannya dan mencoba melupakannya dengan menggelengkan kepalanya.

"Di ruang intensive care unit lantai dua "

Mendengar jawaban seorang perawat yang dia tanyakan tentang keberadaan ibunya tubuh bhie seketika melemas, beruntung dengan cepat pak alan yang berada di belakang bhie menangkap tubuh bhie yang hampir terduduk di lantai ketika tahu sang ibu berada di ruang intensive care.

"Umma kenapa ada di ruang intensive care? " bhie bertanya pada pak alan.

"Kita harus kesana supaya tahu keadaan ibu kamu " ucap pak alan.

Tangannya yang menopang tubuh bhie bergetar, ini untuk pertama kalinya dia merasa gugup menyentuh seorang wanita yang adalah mahasiswinya.

"Iya " bhie menganggukkan kepalanya dan mencoba untuk bangkit dengan dibantu oleh pak alan.

"Kamu yakin kuat? " tanya pak alan.

"Iya pak " jawab bhie yang lagi-lagi menghela nafas panjang.

"Kamu boleh pegang tangan saya kalau merasa terlalu sulit " pak alan menepuk tangan kirinya yang diperlihatkannya pada bhie jika dia bisa memegang tangannya.

"Dari sini sampai sini " lalu menunjukan batas yang bisa bhie pegang.

Pak alan menunjuk dari arah telapak tangannya sampai dengan siku.

"Jangan melebihi itu " sambungnya.

"Terima kasih, pak. Tidak perlu " bhie tersenyum lemah.

Dia lalu berjalan lebih dulu untuk menuju ke ruangan ibunya.

"Apa sekarang ini aku ditolak? " tanya pak alan pada dirinya sendiri.

Dia merasa kehormatannya tercabik ketika kebaikan besar yang sudah ditawarkan olehnya telah di tolak...