webnovel

Berandal SMA inlove

Blurb : Di kehidupan nyata, Brenda dan Gina memiliki nasib kontras. Brenda Barbara terkenal dengan sikap angkuh dan sombong sebagai Ratu sadis sesekolah, sedangkan Gina Stefani hanya siswi berkacamata yang kumuh, jerawatan, penyuka novel romantis. Karena sebuah tabrakan maut, mereka terpaksa merenggang nyawa bersama. Membuat Brenda dan Gina mendadak bertransmigrasi ke dunia novel. Dengan memerankan dua tokoh berbeda. "Selama ini aku gak pernah bahagia, Ka. Prestasiku gak pernah diapresiasi, aku juga gak ada temen. Menurut kamu apa yang bisa aku banggain dari hidup aku yang kayak gini?" Reynand Dirgantara, laki-laki yang menyimpan banyak luka di dalam dirinya. Selalu mendapat peringkat 1 besar, ternyata tidak membuat orang tua Reynand puas. Serta tidak ada satupun siswa-siswi SMA Tunas Bangsa yang mau berteman dengannya. Alasannya, karena Ayah Reynand merupakan seorang koruptor. Gina Stefani Alexander, gadis cantik yang berpenampilan kumuh dan berkacamata yang mau berteman dengan Reynand. Tanpa sengaja, keduanya saling jatuh cinta. Dengan semua masalah yang ada, apakah semesta merestui mereka untuk bersatu? Dan Alter orang yang sangat ingin balas dendam pada Brenda or Choco itu, mempunyai kesempatan dan membuat Choco jadi Babunya Brenda yang dikenal sebagai Ratu sadis, menjadi Choco Valentine. Si tokoh figuran yang lemah dan miskin. Sedangkan Gina dengan bantuan Reynand yang semasa hidupnya sering di-bully, menjadi Cherry Camellia. Si tokoh utama yang sombong dan membully siswa lain dalam novel favoritnya

RinaMardiana_22 · Adolescente
Classificações insuficientes
56 Chs

Murid Baru

Selamat Membaca

Kelas Unggulan 1 SMA Tunas Bangsa tengah dihebohkan karena adanya murid baru. Setelah Gina, kini ada lagi seorang perempuan yang merupakan murid pindahan tetapi langsung masuk ke kelas unggulan. Saat ini Reynand dan Gina sedang berada di kelas. Mereka duduk bersebelahan seperti biasa. Status mereka yang kini sudah berpacaran tidak ada satupun yang tahu. Memangnya, siapa yang akan peduli?

"Selamat pagi," ucap Bu Tari selaku Wali Kelas.

"Pagi, Bu," sahut seisi kelas.

"Pasti kalian semua sudah mendengar kabar tentang kelas kita yang kedatangan murid baru. Ibu perkenalkan, ya," jelas Bu Tari sembari menyuruh anak baru tersebut masuk ke kelas.

"Nah, ini teman kalian yang baru. Silahkan perkenalkan diri kamu, Nak."

Murid baru tersebut tersenyum simpul. "Selamat pagi, Teman-teman. Perkenalkan nama saya Abila Fayyana, biasa dipanggil Bila. Saya murid pindahan dari Bandung. Saya harap kita bisa berteman baik, terima kasih."

"Baik, itu perkenalan diri dari Abila. Ibu harap kalian bisa berteman baik dengan Bila. Ibu permisi dulu, ya, ada rapat," ucap Bu Tari lalu memandang anak didik barunya, "Bila, kamu bisa duduk dibelakang, ya, disebelah Qamra."

"Baik, Bu. Terima kasih." Sepeninggalan Bu Tari, Abila langsung mengambil tempat duduk di sebelah Qamra.

Qamra tersenyum sumringah. Akhirnya, dia tidak duduk sendiri lagi.

"Hai, kenalin aku Qamra," ucap gadis itu seraya menyodorkan tangannya.

Abila menerima uluran tangan itu. "Aku Abila. Salam kenal, ya."

Abila memandang ke sebelah kiri. Lantas, ia mengukir seulas senyuman kepada dua orang teman sekelasnya itu. Mereka adalah Reynand dan Gina.

"Hai, salam kenal, ya," sapa Abila ramah.

"Hai," balas Reynand seadanya.

"Nama kalian siapa? Boleh kenalan?"

"Nama gue Reynand, dan ini Gina."

Abila baru saja hendak menyakiti, tetapi Qamra sudah lebih dulu menepuk tangannya. "Kenapa?"

"Gak usah temenan sama mereka. Reynand itu papanya koruptor, merugikan negara banget. Kalau Gina, dia bisu, cacat," ujar Qamra dengan ekspresi tidak sukanya.

Abila sontak saja terkejut. Kelas barunya ini cukup unik. Baru pertama kali Abila mendapat teman sekelas yang mempunyai kekurangan fisik.Abila kembali memusatkan perhatiannya kepada Qamra. "Emangnya kenapa kalau Alaska itu bisu? Dia berbuat jahat sama kamu? Satu lagi, Reynand itu papanya koruptor? Memangnya kenapa? Kan, papanya yang berbuat salah, bukan dia."

Qamra mendengus kesal. "Ya, namanya juga orang bisu, pasti menjijikkan! Gak pantes dijadiin temen, Bila! Gak cuma aku, seluruh murid SMA Tunas Bangsa juga gak ada yang mau temenan sama mereka berdua. Beban!"

Abila lagi-lagi menghela napas panjang. "Iya-iya, aku ngerti, kok. But, gak ada peraturan tetap, kan, kalau gak boleh temenan sama mereka berdua? Karena aku merasa aku gak ada masalah sama mereka, gak merasa dirugikan, jadi gak ada alasan buat aku benci sama mereka."

Qamra memutar bola matanya malas. "Terserah kamu, deh, Bil. Ini mungkin karena kamu baru, ya. Liat aja nanti, lama-kelamaan kamu juga pasti bakal kesel sama mereka."

Abila tersenyum simpul. "Biar waktu yang menentukan."

Reynand dan Gina mendengar dengan jelas percakapan antara Abila dan Qamra tadi. Jujur saja, Alaska merasa tidak enak. Teman sebangku itu harus berdebat karena mereka.

"Nand, tolong bilangin sama Abila buat gak usah temenan sama kita. Nanti dia ikut dimusuhi."

Hati Reynand sungguh sakit setelah memahami bahasa isyarat Gina. Apakah mereka benar-benar pembawa sial bagi orang lain? 

"Abila," panggil Reynand.

Gadis itu menoleh dengan sigap. "Iya?"

"Gak usah berdebat atau berantem sama Qamra cuma karena kita. Gak usah juga belain gue dan Alaska, karena itu hanya akan membuat lo masuk ke jurang penyiksaan, Bil. Temenan sama gue dan Gina, sama aja kayak lo bersedia dibully dan dimusuhi satu sekolah."

Abila tertawa kecil. "Asal punya keberanian, semua itu bisa dilawan, Reynand. Lo cowok, 'kan? Kok, mau-maunya, sih, di bully?"

"Gue ngelawan, kok, selama ini. Cuma, ya, mereka memang gak ada takutnya saja. Secara satu sekolah pro terhadap pembulian ini, sementara gue cuma berdua sama Gina. Papa gue penjahat, Bil. Gue pun akan dipandang serupa sama masyarakat."

Abila tersenyum kecut. Sungguh, dia tidak bisa membayangkan sesulit apa kehidupan Reynand dan Gina. "Gue gak peduli, gue tetep mau temenan sama lo berdua."

Gina menuliskan sesuatu di kertas lalu menghampiri Abila. Gadis cantik itu menepuk bahu murid baru di Kelas Unggulan 1 itu. 

'Makasih, ya, karena mau temenan sama aku dan Reynand. Kamu beda dari yang lain, kamu baik.'

Abila tersenyum setelah membaca isi dari surat tersebut. "Sama-sama, Gina. Aku emang gak pernah membeda-bedakan teman, kok. Menurut aku, semua orang itu sama. Kita semua pasti punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing, right?"

Gina mengangguk setuju. Ia kembali menuliskan balasan. 'Iya, kamu bener. Sekali lagi makasih, ya. Maaf kalau habis ini kamu dibenci satu sekolah.'

"Gak papa, bukan masalah besar, kok, he-he."

Abila berdiri lalu mendekap tubuh Gina. "Sekarang kita bertiga adalah teman. Jadi kalian gak perlu khawatir tentang apapun lagi."

Reynand tersenyum simpul. Ternyata, masih ada orang baik di dunia ini selain Gina. "Thanks, Bil."

***

Saat ini Reynand dan Gina sedang berada di Taman Komplek Tunas Bangsa. Tempat terbaik bagi mereka berdua.

"Reynand."

"Iya, Sayang."

"Abila cantik banget, ya? Apa kamu gak jatuh hati sama dia?"

Reynand menghela nafas panjang. "Gak usah ngomong yang aneh-aneh, deh, Ka. Aku, kan, udah punya yang lebih cantik, disebelah aku ini."Gina tidak mampu menyembunyikan senyumnya. Bahkan pipinya sudah bersemu merah. "Makasih."

"Sama-sama, Cantik."

Reynand menolehkan kepalanya pada Gina. "Cantik."

"Iya?"

"Kalau aku kasih tahu kamu satu hal ini, apa kamu bakal baik-baik saja? Apa kamu akan tetap jadi cantiknya aku yang selalu ceria?"

"Emangnya kamu mau kasih tahu apa, sih? Dari kemaren kamu ngomongnya gini-gini terus, jangan bikin aku khawatir!"

Reynand tersenyum kecut. Dirinya tidak bisa membayangkan bagaimana jika Gina dan keluarganya tahu tentang hal ini. Lidahnya sungguh berat untuk berbicara tentang hal ini. Namun, sampai kapan Reynand akan menyembunyikannya? Bukankah akan lebih menyakitkan jika mereka tahu karena Reynand sudah pergi jauh?

Ternyata Tuhan benar-benar menguji Reynand. Hey, setiap manusia pasti akan diuji dalam hidupnya. Namun, bolehkah Reynand berkata jika ini sudah terlalu jauh dan banyak? Sejak dirinya berumur tujuh tahun, semenjak dia mengerti tentang kehidupan dan dunia luar, semenjak itu juga Reynand sadar bahwa keluarganya tidak baik-baik saja. Keluarganya jauh dari kata cemara, harmonis, dan bahagia.

Keluarga yang Reynand kira menyenangkan, menjadi panutan bagi siapa pun, ternyata jauh dari semua itu. Perlakuan baik yang dulu Nagita dan Reno curahkan, hanya sebatas perhatian kecil dari orang tua kepada anaknya yang masih balita. Semakin beranjak dewasa, semakin Reynand mengerti bahwa itu semua sangat kurang dan tidak ada apa-apanya.

Lamunan Reynand pecah saat Gina menepuk-nepuk pipinya. "I—iya."

"Kamu kenapa, sih? Kamu baik-baik saja, 'kan? Kamu aneh banget akhir-akhir ini."

"Aku baik-baik aja, kok, Sayang. Hmm ... tentang yang tadi, aku belum siap kasih tahunya. Nanti, ya, tunggu waktu yang tepat."

Bersambung