Selamat Membaca
Sudah satu minggu berlalu sejak kedatangan Abila ke SMA Tunas Bangsa. Sejak satu minggu itu pula Abila berteman dekat dengan Reynand dan Gina. Mereka kerap ke mana-mana bertiga. Sesuai dugaan, Abila mendapat banyak nyinyiran pedas. Gadis itu tidak menghiraukan. Ini adalah pilihan hidupnya, ia mau berteman dengan Reynand dan Gina.
"Nand."
Reynand mendongak lalu menatap Abila. Saat ini mereka sedang berada di kantin. "Iya."
"Capek gak, sih, hidup kayak gini? Gue aja yang baru ngerasain seminggu udah capek. Di samping itu, gue seneng, kok, bisa temenan sama kalian."
"Capek, Bil. Capek banget rasanya, tapi gue gak bisa berbuat apa-apa. Kalau mau nyalahin orang lain, yang harus gue salahin di sini adalah Papa. Kalau gue ngelakuin itu, gue bakal jadi anak yang lebih kurang ajar lagi. Gue rasa cukup dengan gue ngebentak dia aja, gak lebih."
Abila tersenyum miris. Ia tidak tahu mengapa orang-orang membenci Reynand sejauh ini. Padahal, yang merugikan negara adalah Reno.
"Gina, semalam aku baru aja beli buku untuk belajar bahasa isyarat. Tungguin aku bisa, ya. Jadi aku gak perlu berkomunikasi sama kamu pakai kertas," ucap Abila dengan senyum indahnya itu.
Gina menjawab melalui bahasa isyarat, lalu Reynand menerjemahkannya. Karena mereka sedang makan, jadi susah untuk menuliskan sesuatu di notebook.
"Kata Gina makasih banyak karena lo udah bela-belain belajar bahasa isyarat demi dia," ucap Reynand.
"Sama-sama, Gina. Ini bukan apa-apa, kok. Malah jadi kebanggaan tersendiri buat aku. Karena berteman sama kamu, aku jadi bisa bahasa isyarat nantinya." Gina tersenyum simpul. Setelah itu ia kembali memakan nasi ayam yang Reynand pesan di kantin sekolah mereka.
***
Seorang gadis sedang duduk di balkon kamarnya. Ia memandang lurus ke depan. Raganya di rumah, namun pikirannya jauh tertuju kepada seorang laki-laki yang baru ia kenal seminggu yang lalu. Abila, gadis itu tengah memikirkan Reynand. Abila tidak bisa mengelak lagi, dia jatuh cinta pada Reynand. Secepat itukah Abila mempunyai ketertarikan pada laki-laki yang dibenci satu sekolah?
"Selain ganteng, lo juga baik, Nand. Gue pengen jadi penghibur lo, jadi cewek yang bisa bikin lo bahagia. Bahkan sikap dingin lo itu gak bisa matahin rasa suka ini," monolog Abila.
Abila meraih ponselnya di meja lalu membuka aplikasi hijau. Ia membuka chat Reynand dan dirinya, lalu menghela nafas panjang.
Abila "Nand."
Read
Reynand "Ya."
Abila "Gue mau ngomong sesuatu sama lo. Boleh?"
Read
Reynand " Ngomong aja."
Abila "Hmm mungkin ini terlalu cepat, tapi gue gak bisa bohongin perasaan gue sendiri, Nand. Gue suka sama lo."
Reynand yang sedang rebahan di kasurnya terlonjak kaget. Tubuhnya dengan spontan mengambil posisi duduk.
Reynand "Kok bisa lo suka sama gue? Gak mungkin banget, Abila"
Read
Abila "Lo baik, Nand. Gue suka sama kepribadian lo. Selain itu, lo juga banyak memotivasi gue, banyak ngajarin gue tentang arti bersyukur. Semenjak kenal sama lo dan Alaska, gue jadi lebih bisa menghargai kehidupan. Satu lagi, lo juga ganteng dan pinter. Siapa sih yang gak suka sama lo kalau misalnya lo bukan anak koruptor?"
Reynand menghela nafas panjang. Haruskah ia memberitahu Abila jika dia sudah punya pacar?
Reynand $Terus lo mau apa sekarang, Bil?"
Read
Abila "Ya harusnya lo tau cewek itu berharapnya apa."
"Kalau misalnya perasaan kita sama sih. Kalau beda, ya nggak bisa diapa-apain."
Reynand "Maaf, Bil. Gue gak bisa."
Read
Abila melunturkan senyumnya saat Reynand menjawab seperti itu.
Abila "Kenapa, Nand? Apa lo udah punya pacar? Atau lo gak suka sama gue? Gue kurang apa?"
Read
Reynand "Iya, gue udah punya pacar."
Abila "Siapa? Bukannya lo bilang gak ada orang yang suka sama lo?"
Read
Reynand "Lo gak perlu tau orangnya siapa. Yang penting, kalau lo mau pertemanan kita lanjut, belajar buat hilangin rasa itu. Sekali lagi gue minta maaf."
Abila "Iya, Nand. Gue paham kok."
Read
Setelah itu tidak ada balasan apa-apa lagi dari Reynand. Abila menghembuskan nafasnya kasar. Pertama kali dalam hidupnya, dia ditolak oleh seorang cowok. Biasanya kaum Adam itulah yang mengejar-ngejar dirinya. Sampai sini Abila paham, bahwa pandangan orang memang berbeda-beda.
"Siapa, sih, cewek beruntung itu, Nand? Cewek yang pastinya diperlakukan dengan sangat baik dan lembut sama lo."
***
"Nand."
"Iya, Sayang?"
"Kemarin, kan, kamu pergi beli minum di depan situ. Terus Abila nge-chat kamu, dan aku buka chat-nya. Aku kebaca chat yang dia bilang kalau dia suka sama kamu. Hmm, aku minta maaf, ya, karena lancang buka HP kamu. Aku gak tahu, Nand, aku kepo banget waktu itu he-he."
Reynand sontak saja terkejut. Padahal ia berencana untuk merahasiakan hal ini dari gadisnya.
"I—iya, gak papa, kok. Tentang yang itu ... aku minta maaf karena gak kasih tahu kamu. Aku cuma gak mau kamu ngerasa insecure, atau nanti pasti ujung-ujungnya nyuruh aku terima Abila. Gitu, 'kan?"
Gina terkekeh pelan. "Udah ketebak, ya."
Reynand mengambil tubuh Gina ke dalam dekapannya. Ia mengecup pucuk kepala gadis itu. "Sampai kapan pun, gadis yang aku cintai cuma kamu, Gina. Terserah orang mau bilang apa tentang kamu, yang aku tahu kamu spesial. Spesial dalam artian, kamu itu bisa bikin aku jatuh cinta berkali-kali sama kamu di saat kondisi kamu yang seperti ini. Kamu mematahkan opini banyak orang, kalau manusia yang punya kekurangan fisik itu gak pantas mendapatkan kasih sayang.
Janji, ya, buat bertahan sama aku? Jangan pergi ke mana-mana, Ka. Aku gak mau yang lain lagi, cuma kamu satu-satunya."
Gina mengangguk-angguk. "Pasti. Aku gak akan pernah ninggalin kamu. Kamu juga harus janji, ya, buat gak akan tinggalin aku apapun yang terjadi kedepannya? Cuma kamu yang sayang sama aku di dunia ini. Mereka semua, keluarga aku itu, mereka jahat. Mereka tidak menginginkan kehadiranku di dunia, apalagi aku seperti ini."
"Gak akan, Sayang. Aku gak akan pernah ninggalin kamu."
"Kecuali maut memisahkan kita," batin Reynand berujar.
Tanpa mereka sadari, ada seorang perempuan yang menyaksikan itu semua. Perlakuan mesra dan tulus itu dapat Abila tangkap dengan jelas dengan kedua matanya. Kantong plastik berisi beberapa jajanan yang Abila pegang jatuh ke aspal. Gadis itu mematung di tempatnya. Jadi, yang Reynand maksud kemarin adalah Gina?. Abila menyeka air mata yang entah sejak kapan jatuh membasahi pipinya. Bolehkah ia benci pada dirinya sendiri kali ini? Abila merasa dia telah dikalahkan oleh seorang gadis bisu.
"Cewek yang kamu maksud itu Gina, Nand? Jadi ... kamu nolak cinta aku karena cewek bisu itu? Cewek yang bisa dibilang gak ada apa-apanya dibanding aku," batin Abila.
Bersambung