Dulu Raka pernah menjalin hubungan dekat denagn seorang wanita yang bernama Dona ketika masih duduk di bangku SMP. Belum sampai pacaran memang. Tapi mereka sudah sangat dekat sekali.
Tapi sayang hubungan mereka harus terputus setelah Dona melanjutkan pendidikan di luar negeri. Dona sendiri adalah wanita yang sangat dicintai Raka saat masih duduk dibangku SMP, mungkin bisa dibilang juga cinta pertamanya juga. Hampir sempat mengutarakan perasaannya itu pada Dona, tapi dia sadar dirinya masih kecil. Dan niatnya setelah menginjak bangku SMA, dia akan mengutarakan hatinya pada Dona.
Tapi kenyataannya malah mereka harus terpisah oleh jarak dan waktu. Dona melanjutkan pedidikan di negara Paman Sam yaitu Amerika Serikat. Setelah Dona pergi ke luar negeri itu, mereka berdua sudah tidak saling komunikasi. Jadi Raka harus mengurungkan niatannya dulu yang inginmengutarakan perasaan kepada Dona.
Sampai sekarang, Raka belum bisa move on dari pesona Dona. Menurutnya Dona itu tidak hanya cantik saja melainkan juga baik dan pengertian sekali sama dirinya. Apa-apa selalu dibantu dan diperhatikan oleh Dona. Misalnya saja ketika dia lupa makan, dengan sabarnya Dona mengingatkannya untuk makan meski lewat chat. Dia sangat suka sama perempuan yang bisa mengemongnya. Terlebih lagi selama ini dia merasa kehausan kasih sayang dari kedua orangtuanya. Orangtuanya selalu sibuk bekerja dan kadang suka bertengkar tidak jelas di rumah.
Hingga membuat Raka tidak betah di rumah mewahnya itu yang berada di salah satu kawasa elite di Jakarta. Makaanya dia sering pergi dan nongkrong di café bersama teman-temannya hanya untuk menghibur dirinya yang tengah kesepian. Sebagian besar waktunya diahabisakan dengan berkumpul bersama teman-temannya di cafe.
"Dia memang cantik tapi tidak secantik Dona."batin Raka sambil berlari kearah ibu yang sudah ditolongnya tadi yang kini sedang dibawa beberapa perawat masuk kedalam rumah sakit untuk diberi pertolongan secepatnya. Sesekali matanya melihat Bela yang terus berdiri disamping Bibi Devi.
Itu baru kesan pertama Raka bertemu Bela dengan penampilan apa adanya. Tapi itu saja bisa berbuah seiring dengan pertemuan berikutnya bila memang mereka terus dipertemukan. Secara baru pertama ketemu Bela dengan penampilan itu sudah menyita perhatiannya apalagi kalau bertemu terus menerus. Mungkin diawal pertemuannya itu, dia masih menganggap Dona yang paling cantik dihatinya tapi sewaktu-waktu kata hati bisa berubah. Dan orang tidak ada yang tahu.
"Bibi."Bela berteriak saat bibinya dibawa masuk kedalam salah satu ruangan rawat inap rumah sakit. Dan dirinya langsung dihentikan oleh suster disana.
"Mbak, maaf. Mbaknya tidak boleh masuk. Harap tunggu diluar."suster itu menyuruh bela untuk diam diri diluar sembari menunggu bibi Devi diperiksa dokter.
"Bibi."Bela bergelantung dengan gagang pintu sambil memanggil Bibi Devi.
Melihat keadaan Bibi Devi begini tentu membuatnya sedih dan khawatir. Setelah apa yang dilakukan dan diberikan Bibi Devi padanya dan adiknya selama ini. Bibi Devi sudah dianggapnya seperti mamahnya sendiri.
"Kamu yang sabar ya."ucap Raka yang berdiri dibelakang Bela yang sudah duduk di pintu.
"Kak Raka belum tahu kalau ini aku."batin Bela sambil duduk di lantai.
"Kita tunggu ibumu diperiksa. Duduklah."Raka membantu Bela berdiri agar tidak duduk terus di lantai.
Bela tidak melawan. Rasanya dia sudah pasrah mau diangkat Raka itu. Kini dia dituntun dan didudukkan di kursi oleh Raka.
"Tenanglah. Yakin kalau ibumu akan baik-baik saja."ucap Raka sambil memegang punggung Bela. Bela mengangguk saja.
"Hiksss."Bela masih menangis sambil menunduk. Rambutnya kini terjatuh kedepan hingga menutupi sebagian wajah cantiknya itu.
Bela saking tidak kuatnya karena badannya lemas, kini dia bersandaran ke tembok. Matanya memang masih terpejam dan air matanya masih saja keluar.
"Bibi aku mohon, jangan tinggalkan aku. Aku sama Rian ingin membahagiakan bibi."batin Bela masih bersandar di tembok. Dia lelah karena tadi habis lari dan menuntun bibinya berjalan.
Tangan Raka berusaha menyingkirkan helai demi helai rambut Bela yang menempel diwajah Bela karena terkena air mata yang tumpah tadi. Bela diam saja saat Raka melakukan hal manis itu. Dia yang masih lemah tak berdaya sekarang sembari menanti kondisi bibinya dari dokter.
"Gadis ini cantik sekali. Aku baru tahu ada gadis cantik ini masuk kedalam café itu. Biasanya juga aku nggak tahu."batin Raka sambil menyibak rambut Bela.
Tidak berselang lama, tiba-tiba pintu terbuka. Bela dan Raka langsung berdiri. Ternyata dokter yang menangani Bibi Devi keluar.
"Dok, gimana keadaan bibi saya?"Bela langsung menginterogasi dokter perempuan yang bernama dokter Shindy.
"Adek siapanya ya?"
"Sa..saya keponakannya."jawab Bela dengan terbata-bata.
"Keluarganya mana?"
"Sayalah keluarganya dok. Kita tinggal bersama."ucap Bela sambil mengelap matanya yang masih belum jelas itu.
"Oh ternyata itu bukan ibunya. Tapi bibinya."batin Raka yang baru tahu.
"Gini dek, kondisi bibi adek kini sudah membaik. Hanya saja saya berpesan, agar bibi adek ini istirahat yang banyak. Karena dia sekarang kecapekan sekali hingga membuat kesehatannya drop sekali."jelas dokter Shindy sambil menjelaskan menatap Bela dan Raka bergantian.
"Apa saya boleh bertemu dengan bibi saya sekarang dok?"tanya Bela yang terlihat antusia sekali ingin bertemu.
"Tidak bisa dek. Soalnya pasien didalam masih butuh istirahat dan tidak boleh ada orang yang mengganggu. Dan untuk sementara waktu bibi adek harus dirawat di rumah sakit dalam beberapa hari kedepan. Supaya keadaannya semakin membaik. Ini bibi adek masih belum sadarkan diri."
"Apa dok harus dirawat disini?"Bela kaget.
Yang ada dipikiran Bela saat ini, darimana uang yang bisa dia gunakan untuk membayar biaya rumah sakit bibinya itu. Sementara dia juga hanya memiliki beberapa uang tabungan dan itu saja tidak bakal cukup untuk membiayai rumah sakit bibinya.
"Kira-kira berapa nanti ya dok biaya rumah sakitnya?"Bela langsung refleks bertanya seperti itu dihadapan Raka. Karena memang dia juga tidak ada uang banyak.
"Dia sedang tidak ada uang kah?"Raka kaget dengan pertanyaan Bela.
"Mungkin itu bisa ditanyakan sama bagian administrasinya."jawab dokter Shindy juga tidak tahu.
Dret dret
"Jam segini kamu dimana belum pulang nak?"tanya mamah Ana, mamahnya Raka lewat chat.
"Astaga mamah sudah menelpon aku berkali-kali tidak aku angkat."Raka kaget setelah membuka handponenya ternyata ada pesan masuk sekaligus panggilan tidak terjawab dari mamahnya.
Raka menyingkir sebentar untuk menerima telepon dari mamahnya. Dia tidak mau mebuat mamahnya terus cemas karenanya. Setelah menjelaskan kepada mamahnya dia langsung kembali kearah Bela.
"Kamu mau kemana?"tanya Raka yang langsung menarik tangan Bela saat hendak lari dari hadapannya.
"Kak Raka?"Bela baru sadar kalau Raka masih ada disampingnya untuk menemaninya.
"Saya mau pergi?"jawab Bela sambil tersedu-seduh gara-gara menangis tadi.
"Kemana?"Raka mencecarnya terus.
"A…aku mau cari pinjaman. Untuk membayar biaya bibi aku."kata Bela sambil menatap Raka dengan sendu.
Raka tidak pikir panjang langsung mengeluarkan dompetnya dari dalam sakunya. Dia tidak tega melihat ada cewek yang kebingungan dalam keadaan sedih itu.
"ini. Bayar pakai itu."Raka mengeluarkan dan mengulurkan sebuah atm kearah Bela.
Bela bingung dengan maksud Raka itu. Dia tidak meminta tolong sama Raka tapi malah memberikan kartu atm kepadanya. Alhasil Bela diam saja karena bingung.
"Ini pakai."kata Raka sambil menyerahkan atm itu lagi pada Bela. Tapi Bela hanya menatapnya saja.
Tanpa pikir panjang, Raka langsung mengajak Bela ke bagian administrasi untuk membayar biaya perawatan bibi Devi. Bela hanya melongo saja. Dia melongo karena terhanyut dengan kebaikan Raka selama ini. Dia kira Raka itu orangnya jahat.
"Bibimu siapa?"tanya Raka sambil menyadarkan Bela dari lamunan.
"Eh ya."Bela kaget dan sadar.
"Bibimu namanya siapa?"tanya Raka sekali lagi sambil menatap wajah Bela yang tepat disampingnya itu.
"Bibi Devi."jelas Bela
"Mbak saya mau bayar biaya rumah sakit pasien yang bernama Devi."kata Raka sambil menatap administrasi rumah sakit.
"Sebentar mas."
"Eh nggak usah. Biar saya aja yang bayarnya. Nggak usah kak."Bela tidak mau merepotkan Raka.
"Jumlahnya 5 juta mas."
"Ini mbak."
"Eh jangan."Bela berusaha menahan tangan Raka yang tengah memberikan atm itu pada bagian administrasi.
"Diam."Raka langsung menatap Bela dengan tajam.
Akhirnya Raka lah yang membayar biaya rumah sakit bibi Devi. Sekarang Bela merasa berhutang budi pada Raka. Berkali-kali Raka selalu membantunya.