webnovel

Takkan Terulang

"Coba bayangkan jika dirimu terluka dan mati ditengah-tengah kelompok tadi, mau ku bilang apa ke Fajarmu itu" Ucap Maya yang tak henti-hentinya mengomel sepanjang jalan sampe rumah.

Yah...Fajar lagi Fajar lagi, karena dirinya ,Ramona masuk ke tengah-tengah kelompok itu. Iihh...ngeri. Sedikit bergidik membayangkan bagaimana nekatnya dia mengejar sosok yang terlihat seperti Fajar.

"Bawa dia ke kamar untuk istrahat" Titah Hidayat.

"Papa balik lagi ke Rumah Sakit, biasakan untuk selalu mendengar perkataan orang tua jika tidak akibatnya akan seperti tadi " Pesannya.

"Maafkan aku" Ramona mulai menangis.

"Sudah-sudah, sok berani, cengeng" Gerutu Maya dia masih sangat kesal karena sulit membayangkan kejadian tadi yang nyaris membuat temannya mati konyol.Bisa dibayangkan jika saat itu tak ada yang membantu Ramona, bisa-bisa dia termasuk salah satu korban dari beberapa orang yang sempat terluka akibat pertikaian itu.

Ramona kembali terisak, tak diduganya sama sekali hal ini nyaris menimpanya. Yah kalo bukan laki-laki itu, Alfa. ah entahlah...Tapi kok tadi aku melihat Fajar, atau itu khayalanku saja ya ?!

"Kenapa ? masih ingin mencoba bunuh diri ?" Kekesalan Maya tak kunjung hilang.

"Siapa yang mau bunuh diri ?" Masih tetap menyangkal. Padahal dia tidak sadar kenekatannya akan diartikan bunuh diri oleh siapapun yang melihat kejadian itu.

"Kalo bukan mau bunuh diri apa, sudah tau kerusuhan masih juga nekad keluar rumah. Mau mati kan ? Patah hati karena ditinggal nikah ?!" Maya tak henti-hentinya mengomelinya.

"Udah dong jangan marah lagi, aku mengaku salah" Ramona memeluk Maya.

"Udah sana tidur, ntar aku telpon Nikita, paling tidak dia harus tau sahabat tersayangnya nyaris mati karena patah hati"

"Siapa yang patah hati ?"

"Pake nanya"

Kriiing....kring....

Maya bergegas meraih gagang Telepon.

"Hallo...."

>>Maya ?"

"Iya siapa ya ?"

>> Alfa..."

"Oh bang Faiz, maaf, kirain siapa"

>> Apa Mona baik-baik saja ?"

"Iya bang, Alhamdulillah sekarang lagi tidur"

>> Oh syukurlah, ntar sore saya telepon kembali"

"Oke bang makasih" Klik. Telepon ditutup.

"Siapa yang telepon ?" Tanya Ramona saat Maya masuk kedalam kamar.

"Mau tau aja" Jawab Maya yang masih kesal sambil membarigkan diri disamping Ramona.

"Masih marah ?"

"Dah tau nanya !"

"Please, maaf ! aku janji gak akan mengulanginya lagi" Ramona mencium pipi Maya.

"Iiih apaan, jeruk makan jeruk"

Hahahahaha...akhirnya mereka tertawa bersama.

"Tadi Alfa telpon tanya keadaanmu"

"Oh"

"Syukurlah sudah ada yang mulai perhatian" Maya mulai menguap.

"Apaan sih, wajarlah wong dia yang menolongku, jika kamu dalam posisi itu aku yakin pasti akan melakukan hal yang sama"

"Sana tidur, mau jadi relawan harus kuat, tegar, gak rapuh kayak dirimu"

"Iya nek"

"Apa ? ulang "

"Yang terus mengomel tanpa henti itu biasanya nenek-nenek ...hahahaha"

Ramona segera berbalik membelakangi Maya.

"Awas kau" Maya mencubit pinggang Ramona.

"Aw..sakit !" Ringis Ramona.

"Rasain"

Ramona berbalik menghadap Maya.

"May, tadi aku melihat Fajar"

"Dimana ?"

"Waktu aku menuju ke arah kantor Nusantara kulihat Fajar berlari, jadi aku mengejarnya. Taunya aku malah terperangkap ditengah-tengah kelompok yang bertikai".

"Dengar Mona, itu gak mungkin Fajar. Dirimu karena masih sulit melepaskan bayangannya makanya begitu. Coba lihat Fajar dalam diri Alfa lama-lama kau bakalan melupakannya kok"

"Kok malah ke Alfa, kenal aja baru berapa jam yang lalu".

"Itu contoh, kalo bukan Alfa bisa juga Abhy atau siapa yang menarik hatimu"

"Lom kepikiran kok May"

"Kalo ngobrol terus bisa-bisa kita gak tidur siang nih" Ucap Maya.

"Baiklah, tidur yuk"

Keduanya tertidur pulas sampai sore ketika kedua orang tua Maya pulang.

"Dah pada sholat ashar belum nih anak-anak"

Terdengar suara Nona didepan pintu, Ramona yang lebih dulu bangun.

"Hendak sholat nih tante"

Setelah berwudhu tangannya segera ditaruh di pipi Maya sontak saja gadis itu terkejut dan segera bangun.

"Apa-apaan sih"

"He...hehe...aku Ashar duluan ya ?"

Ramona meraih Mukena dan segera menunaikan sholat Ashar.

Keduanya keluar menuju ruang keluarga usai melakukan sholat Ashar. Hidayat dan Nona duduk menonton TV.

"Lihat, kejadian pagi tadi, bayangkan jika Mona berada ditengahnya" Hidayat menunjuk kelompok yang bertikai yang terekam oleh kamera salah satu stasiun televisi swasta.

Ramona memandang berita itu tak berkedip. "Maaf" Lirihnya.

"Jangan-jangan yang kau lihat mirip Fajar itu tuh, yang pakai topi hitam hahaha" Tunjuk Maya ke arah TV sambil tertawa.

"Jangan sebut namanya lagi ah" Protes Mona.

"Fajar siapa ?" Tanya Nona yang saat itu tengah meraih gelas yang berisi air dan ditenggaknya sampai habis.

"Itu ma, tunangannya yang gagal"

Ramona memelototi Maya yang terlihat malah cengengesan.

Kriiing...kring...

"Angkat Mon, itu pasti Alfa" Kata Maya

Mona segera berdiri mengangkat telepon.

"Hallo"

>>Mona ?"

"Iya"

>>Gimana, udah baikan ?"

"Iya makasih"

>>Syukurlah, katanya mau jadi relawan"

"Iya kalo bisa"

>>Bisa sih, Mona basicnya apa ?"

"Ekonomi"

>>Oh kirain psikolog"

"Emang kenapa ?"

>>Kita butuh tenaga konseling, karena di pengungsian itu banyak yang butuh siraman rohani, biasanya kaum ibu dan anak-anak"

"Aku bisa"

>>Yakin ?"

"InshaAllah"

>> Baiklah kalo begitu, besok saya tunggu di kantor jam delapan pagi.

"Ok, makasih"

>>Sampai jumpa. bye.."

Klik..telepon terputus. Ramona terdiam sesaat, biasanya dia jika menerima telepon dari Fajar pasti diawali dan diakhiri dengan salam. Tapi sudahlah lain orang lain juga typenya.

"Ciye...ciye...yang lagi ehmmm" Maya mulai lagi dengan keisengannya.

"Apaan sih"

"Aku yakin dia tertarik padamu"

"Emang kamu tukang ramal ?"

"Dibilangin gak percaya, dia itu type playboy cap kaki tiga gak bisa liat cewek cantik"

"hahaha....emang larutan penyegar..."

Hidayat dan Nona yang melihat ulah mereka hanya geleng-geleng kepala.

"Coba tanya papa, pa dulu waktu papa nembak mama kan mulai PDKT kayak modelnya Alfa kan ?"

"Siapa bilang ?" Tanya Mama

"Aku !" Jawab Maya.

"Papa dan mamamu itu dulu dijodohin"

Maya mendelik kearah papanya, Ramona dan Nona tertawa terbahak-bahak.

"Rasain" Ledek Ramona.

"Aku salah prediksi kalo begitu " Maya menggumam kesal tak ayal ayahnya ikut tertawa juga.

"Alfa tadi bilang apa ?"

"Besok aku ditunggu di kantornya"

"Untuk ?"

"Kan jadi relawan, mau ikut ?"

"Tidak !"

"Besok liat keadaan dulu kalo dah kondusif boleh pergi" Pesan Hidayat.

"Iya om, gak akan terulang yang kedua kali"

"Lagu kalee" Cibir Maya

"Sewot..."

"Kalian berdua katanya sahabat baik kok kayak anjing dan kucing" Ujar Nona.

"Maya yang mulai tante"

"Ngadu, cengeng, aku mau liat betah tidak kamu ngurus pengungsi" Tantang Maya.

"Kamu sendiri ngapain coba, daripada bengong mending cari pahala urus pengungsi"

"Ogah ah, aku ikut papa dan mama saja, urus pasien yang terluka"

"Terserah"

Ramona segera bergegas masuk kamar untuk bersiap-siap mandi yang disusul Maya yang mulai bersenandung.

Cukup sekali aku merasa...

Kegagalan cinta

Takkan terulang kedua kali

Di dalam hidupku...

"Ngeledek ?"

"Siapa ? Orang lagi nyanyi !'

oooh ya nasib ya nasib

mengapa begini

baru pertama bercinta

sudah menderita

Ramona segera masuk ke dalam kamar mandi dia tak ingin mendengar nyanyian Maya yang sengaja menyinggungnya.