webnovel

Pesantren Kilat

Azan Maghrib berkumandang, aktivitas terhenti dan hanya beberapa orang terlihat lalu lalang di rumah Pak Hendrinata, 1 jam lagi rombongan pengantin akann bersiap-siap menuju kediaman mempelai wanita.

Setelah menunaikan sholat maghrib Pak Hendrinata menemui Ramona di dalam kamar, didapatinya anaknya sedang berbaring memeluk bantal.

"Papa mau bicara" Ucap Pak Hendrinata dan duduk di pembaringan diraihnya kepala Ramona ke dalam dekapannya seperti biasa, Ramona diam saja.

"Mona benar-benar siap melepas papa ?" Yang ditanya diam saja tak bereaksi. "Kalo Mona merasa berat papa gak jadi menikah malam ini" Sambung Pak Hendrinata. Rupanya ungkapan ini membuat Ramona akhirnya bicara juga.

"Kenapa harus dibatalin pa, nantinya malah membuat keluarga kedua belah pihak bermusuhan, lagian kasian tante Dewi pa, sepertinya dia cinta berat ama papa, hehehe"Ramona tertawa hambar.

"Sungguh tidak keberatan ?"

Ramona bangkit dan duduk disamping ayahnya, dia mengenggam tangan ayahnya dan dengan penuh keyakinan berucap "Bismillah aja pa"

"Mona gak ikut menemani prosesi Ijab Kabul papa ?"

"Biar aku di rumah aja pa, nanti papa bakalan salah ucap kalo liat aku disana" Ramona melihat kening ayahnya bertaut, dia segera melanjutkan "Wajahku kan mirip mama pa, nanti papa malah menyebut Melisa dan bukan Dewi"

Pak Hendrinata mencubit kedua pipi anaknya. Dia tersenyum bahagia, putrinya merestui pernikahannya dengan Dewi. Sebelum beranjak Pak Hendrinata ingin menggoda anaknya.

"Benar gak ikut ? atau sedang menanti seseorang ?"

Ramona yang belum mengerti menjawab "Iya pa, aku sedang menunggu telpon Nikita, kata kak Yusran Niki janji menelpon jam 8 malam ini"

"Nikita atau Pangeran dari Negeri dongeng yang disebut Yusran ?"Ledek Pak Hendrinata.

"Ih, siapa ? kak Yusran ngarang pa"

"Ustad yang tadi siang ngantar mona siapa ?"

"Oh, itu Fajar pa, "Jawab Ramona malu.

"Ya sudah, jangan lama ngobrolnya ya ? Setelah acara papa tetap akan balik kesini" Pak Hendrinata mengecup kening anaknya dan berlalu. Dia benar-benar sangat bersyukur, Allah mengirimkan seseorang diwaktu yang tepat untuk putrinya. Tak bisa dia bayangkan malam ini akan seperti apa perasaan putrinya itu.

kring....kring....Yusran segera mengangkat telepon. Sepertinya dari Nikita, karena akan menuju rumah mempelai wanita Yusran hanya ngobrol sebentar dan menyerahkan telpon kepada Ramona yang saat itu sudah berada disampingnya karena mendengar telepon berbunyi.

"Nikita bukan Fajar" Ledeknya sambil menyerahkan gagang telepon kepada Ramona. Ramona menerimanya dengan melotot karena gurauan kakaknya itu. Untunglah gagang telepon bisa diangkat tanpa tersambung dengan kabel sehingga Ramona bisa bercerita sambil berbaring di sofa.

Ramona terlalu asyik bercerita dengan sahabatnya itu, dia tak lagi perduli dengan rombongan pengantin yang sudah berangkat.

Di rumah Pak Ilham Abbas nama ayah Fajar berbanding terbalik kondisinya, nampak Fajar yang terlihat frustasi, mondar mandir dari ruang tamu sampai ruang keluarga. Ibunya Umi Zihan bingung melihat tingkah anaknya yang tidak seperti biasanya itu. Fajar sangat gelisah seserahan yang sempat dia liat tadi siang membuatnya gusar, dia ingin memastikan itu tapi dari tadi telepon yang dituju sedang sibuk. Kalo bukan menyelesaikan persiapan Pesantren kilat di mesjid agung pasti sudah dihubunginya dari tadi sore.

"Lihat ulah anakmu tuh bi, ada apa dengannya ?" Tanya Umi Zihan kepada suaminya.

"Umi nih kayak gak pernah muda aja, itu gaya orang yang lagi dimabuk cinta" Jawab Abi Ilham santai.

"Jatuh cinta....hahahaha, anak kita itu susah jatuh cinta bi, Hindun yang cantiknya kayak artis aja gak membuatnya tertarik."

"Umi ketinggalan info, Ramona namanya. Tadi dia cerita ke Abi, penasaran kan ? ayo ke ruang keluarga. Interogasi anakmu tuh."

Keduanya berdiri menuju ruang keluarga ternyata mereka melihat Fajar sedang menelpon. Abi dan Umi pura-pura duduk menonton TV sambil mengunyah cemilan yang ada di atas meja.

"Oh gitu, abang pikir mona yang nikah"

"jadi sekarang sendiri nih, mau abang temani ?"

"Ngobrol maksud abang...hehe"Jawab Fajar cengengesan saat mendapat protes dari seberang sana.

Abi Ilham dan Umi Zihan saling pandang dan senyum-senyum simpul melihat ulah anaknya.

"Sejak kapan dipanggil abang ?"Umi Zihan tak bisa diam akhirnya ikut menimpali.

"Sssstttt" Fajar memberi kode agar diam kepada uminya.

"Itu uminya abang, nanti kapan-kapan abang ajak Mona ke rumah biar kenal ama umi dan abhi" Jawab Fajar, ucapan umi Zihan terdengar oleh Ramona.

"Uminya bang Fajar pasti cantik" Ramona memuji umi Zihan dari seberang Telepon.

"Cantikan Mona dari umi kok" Jawab Fajar enteng.

"Uhuk....

Pak ilham tersedak, air yang tadinya hendak diminumnya tersembur keluar karena memdengar obrolan anaknya.

Hahahahahaha.....pecah sudah tawa Pak Ilham ketika melihat raut wajah gusar istrinya.

"Biarkan saja, yang penting bagi abi umi tetaplah cantik dari siapapun" Bisiknya.

"Ayah dan anak sama saja" Gerutu Umi Zihan sambil berlalu meninggalkan suaminya yang tertawa terbahak-bahak.