webnovel

Chapter 1

Sara adalah seorang wanita biasa yang hidup bersama dengan kekasih yang sangat dicintainya, Ryan.

Sudah dua tahun mereka menjalin cinta. Selama itu pula ia bergantung padanya. Layaknya suami istri.  Mereka juga tinggal bersama.

Mereka tinggal di apartemen kecil di tengah kota. Sering kali Ryan marah karena uangnya begitu cepat habis. Padahal semua untuk biaya makan, sewa apartemen dan uang trasportasi. Tapi tempramen Ryan yang pemarah menjadikan ia mudah terpicu oleh hal-hal kecil.

Selama ini penghasilan Ryan sebagai penjual asuransi hanya cukup untuk kehidupan mereka berdua sehari-hari. Sara tak pernah mengeluh. Maka dari itu, untuk membantu Ryan, Sara memutuskan untuk bekerja. Ryan pun dengan senang hati mengizinkan. Sara begitu gembira namun juga cemas. Karena ini pertama kalinya ia bekerja setelah sekian lama.

Sara memasukkan lamaran kerja di beberapa perusahaan. Sering kali ia ditolak. Namun tidak menyurutkan niatnya untuk bekerja. Pantang mundur, ia selalu mencari lowongan pekerjaan.

Sara seorang sarjana manajemen bisnis. Wawasannya luas, dan ia juga cerdas. Entah mengapa ia terjerat bujuk rayu Ryan hingga ia mau hidup dalam kesusahan. Meskipun Ryan sering memarahi dan pernah menamparnya, tapi Sara selalu memaafkannya. Sara berpikir kalau itu karena Ryan mendapat tekanan di kantor. Cintanya tidak akan padam hanya karena satu atau dua kali tamparan.

Selama ini mereka berdua hidup serumah tanpa ikatan pernikahan. Ryan mengatakan bahwa pernikahan itu adalah sesuatu yang tidak mungkin terjadi karena merepotkan dan menghabiskan banyak biaya. Sara selalu setuju dan sependapat dengan Ryan walau jauh di dalam hatinya ia ingin sekali menikah. Sekali dalam hidupnya ia ingin berjalan di altar memakai gaun pengantin berwarna putih.

Idealisme Ryan tentang pernikahan tidak ditentang oleh orang tua mereka, mengingat orang tua Ryan yang acuh tak acuh dengan kehidupan mereka. Sedangkan di sisi lain Sara yang hanya memiliki ibu begitu perhatian dengan kehidupan mereka. Memutuskan untuk tinggal bersama adalah langkah besar bagi kehidupan Sara karena dalam keluarga Sara tidak lazim tinggal berdua jika tidak terikat dalam pernikahan.

***

Tepat jam 5 pagi Sara terbangun. Mengusap matanya yang masih ngantuk dan menguap. Ketika ia menoleh ke kiri, ia melihat Ryan masih tertidur pulas. Dipandanginya wajah kekasihnya dan tersenyum.

"Selamat pagi, sayang," ujar Sara sambil membungkukkan badannya mencium pipi Ryan.

Ryan yang masih tidur tak merespon apa-apa. Masih telalu pagi untuk di bangunkan.

Sara harus menyiapkan makanan. Lantas ia mengikat rambut coklatnya yang panjang dan berdiri.  Menghangatkan makanan sisa tadi malam agar ia dapat makan bersama Ryan Pagi ini.

Tiba-tiba Sara merasa mual. Baru saja ia hendak berjalan ke dapur, ia sudah di sambut dengan rasa mual yang terus menerus di rasakannya. Tidak tahan lagi, Sara menutup mulutnya dan berlari ke kamar mandi.

Sara membuka keran wastafel untuk menyamarkan suara muntahnya agar Ryan tidak terbangun. Puas mengeluarkan seluruh isi perutnya Sara kembali ke dapur. Wajahnya tirus dan pucat pasi.

Satu jam kemudian semua sudah tertata rapi di atas meja makan, Sara dan Ryan sudah siap dengan baju kerjanya masing-masing. Hari ini adalah hari pertama sara bekerja di Imperial Breton Hotel.

Di sana, Sara bekerja di divisi Human Resources Departement atau divisi sumber daya manusia. Secara umum, HRD adalah departemen dalam perusahan yang bertanggung jawab menangani pengelolaan karyawan.

Sara duduk bersama Ryan. Sambil menyantap makanan, mereka berbincang. Ryan tetap tidak menyadari wajah sara yang pucat.

"Kau akan mulai bekerja hari ini?" tanya Ryan yang menyendok makanan ke dalam mulutnya. Tangan kirinya sibuk memainkan Ponsel.

Sara mengangguk, "iya. Terima kasih sayang kau sudah mengizinkan aku bekerja." Sara tersenyum gembira. Tak ada jawaban dari Ryan. Sara melahap sarapan paginya, sesekali ia menatap Ryan yang masih sibuk memencet layar ponsel.

Terkadang, ia merasa bahwa Ryan tak sepenuhnya memperhatikannya. Sekarang pun mereka makan dalam keadaan hening. Seperti orang asing.

Sara menutup mulut dengan telapak tangannya. Entah mengapa ia mual lagi. Ia kemudian berdiri dan berlari menuju kamar mandi.

Ryan hanya menatap Sara yang tiba-tiba berlari ke kamar mandi, lalu kembali memakan makanannya.

"Kau tidak apa-apa?" kata Ryan. Matanya masih terpaku ke arah ponsel yang ada di tangan kirinya. Sementara tangan kanannya memegang sendok. Tak ada raut khawatir pada wajahnya.

"Aku tak apa-apa. Aku rasa aku kurang sehat," tukas Sara mengelap wajahnya dengan hati-hati.

"Tapi kau juga harus mulai bekerja hari ini."

"Iya.. Aku bersyukur bahwa masih ad.."

"Astaga aku terlambat. Aku harus pergi sekarang!"

Ryan pergi tanpa menciumnya. Sara kecewa. Ryan bahkan tak mendengarkan kata-kata Sara. Beberapa minggu ini ia seperti tidak mengenal Ryan lagi. Sara mengatup bibirnya.

Tanpa menyelesaikan sarapan, Sara langsung berangkat untuk bekerja. Hari ini hari pertama. Ia tidak boleh terlambat.

**

Udara di bulan November tahun ini terasa dingin. Tak ada satupun bunga yang mekar di halaman hotel. Daun pohon pun ikut berguguran. Sara terlihat sangat cantik di tengah udara bersuhu rendah seperti ini. Rambutnya yang panjang terikat ke belakang, tas yang berisi alat tulis, memo kecil, dompet dan make up yang selalu di bawa dan tanda pengenal pegawai sudah di kalungkan di lehernya.

Berbalut mantel tebal dan syal, Sara berjalan menuju Hotel tempat ia bekerja, Imperial Breton Hotel. Dari yang di ketahui dari sahabatnya Freya, Imperial Breton Hotel adalah milik Breton Bersaudara. Mereka terbilang cukup muda untuk mewarisi kerajaan kekayaan sang Ayah, Louis Breton. Pendiri dari Breton Corp. yang mencakup beberapa perusahaan yang bergerak di banyak bidang.

Angin menerpa wajah Sara yang bersemu memerah karena dingin. Ia terus berjalan menuju pintu masuk hotel. Bersamaan dengan ia masuk, rombongan mobil sedan mewah datang.

Begitu iringan kendaraan itu terhenti, keluarlah dari dalamnya para laki-laki berpakaian rapi dengan stelan jas hitam. Mereka kemudian membungkukkan badannya di depan satu mobil yang penumpangnya sedari tadi belum keluar.

Sara melepas mantelnya kemudian menatap di depan pintu. Ia berdiri seakan menyaksikan adegan shooting sebuah drama tv.

Pintu mobil itu terbuka perlahan. Seseorang keluar dari dalam mobil. Seorang pria muda dengan perawakan tinggi besar, dengan angkuh ia melepas kacamata yang di kenakannya. Rambut dan pakaiannya tertata rapi. Sepatu dengan merk termahal nampak mengkilat bersih. Di depan para laki-laki berjas hitam ia terus berjalan masuk kedalam hotel tanpa mempedulikan mereka yang sudah membungkuk di hadapannya. Bahkan para resepsionis, office boy dan petugas keamanan pun membungkuk.

Sara mencibir. Tak pernah dalam hidupnya ia bertemu orang sesombong itu seakan ialah penguasa dunia.

Pria itu berjalan melewati Sara yang tidak memberi hormat. Ia berhenti, di tatapnya Sara dari atas kepala hingga ujung kaki. Lalu menatap tanda pengenal Sara. Kemudian, ia berlalu pergi di iringi beberapa orang di belakangnya tanpa menoleh.

"Mungkin ia adalah salah seorang dari Breton bersaudara. Ah sial! Aku tidak membungkuk! Tunggu, apa aku harus melakukan itu?" Gumam Sara kepada dirinya sendiri.

Dengan langkah lesu ia berjalan menuju resepsionis.

"Kau Sara yang di tempatkan di Divisi HRD?"

Tanya seorang wanita berpakaian rapi, ia berambut pendek dengan kacamata menghiasi wajah imutnya. Di tangannya terdapat sebuah map yang berisi berkas data diri Sara. Terlihat jelas dari bagian depan berkas itu bertuliskan 'Sara Andrews'.

"Ya. Saya adalah Sara," jawab Sara.

"Tidak usah terlalu formal, kita adalah rekan kerja. Aku adalah manajermu. Baiklah ikuti aku, kita akan menuju ruang kerja, namaku Jane."

"Baiklah, Jane."

Jane tersenyum manis. Nampaknya Sara dan Jane akan menjadi teman baik.

Sambil berjalan menuju tempat mereka bekerja, Sara dan Jane berbincang.

"Maaf, Jane. Saat aku dalam perjalanan kemari, aku melihat seorang laki-laki muda yang di hormati semua orang. Dia agak angkuh."

"Ya, dia bos kita."

"Breton Bersaudara?"

"Ya"

"Dia masih sangat muda"

"Dia juga tidak suka jika ada yang menatap matanya?"

"Apa???"

Jane berhenti berjalan. Pelan-pelan ia menoleh ke arah Sara. Wajahnya mendadak pucat.

"Jangan katakan kalau...." Seakan sudah bisa menebak apa yang Sara lakukan, Jane merasa ada sesuatu yang buruk terjadi.

"A.. Aku...tidak membungkuk. Dan... Aku.. Juga menatapnya. Dia menatapku balik. Aku pikir mereka bisa saja adalah aktor yang sedang berakting.." Sara tergagap bingung tidak tahu apa yang akan menimpanya.

Jane terlihat pucat, berkeringat. Kantor tempat mereka bekerja sudah dekat sekali di depan mata namun mereka belum masuk juga. Jane mandang pintu kantor mereka dengan perasaan resah. Seakan Jane dapat merasakan kehadiran aura negatif di dalamnya.

Sementara Sara belum sadar kalau apa yang dilakukannya adalah kesalahan fatal atau tidak.

Akhirnya Jane memutuskan untuk membuka pintu walau dengan perasaan takut.

Pintu terbuka, Jane dan Sara masuk beriringan dengan perlahan.

"Sara Andrews! Akhirnya kau datang juga!" Seru laki-laki yang tadi dilihatnya saat masuk ke dalam hotel. Wajah Sara yang kebingungan bertolak belakang dengan wajah ketakutan Jane.

Jane berbisik,

"Cole Elliot Breton"

Seketika seisi ruangan seakan di penuhi aura gelap.

Cole mendekat kepada Sara. Matanya menatap dengan tajam dan menunjuk setumpuk kertas yang berada di atas meja Jane.

"Selesaikan dan serahkan padaku dalam 2 jam!"

Cole langsung beranjak pergi. Dengan gaya angkuhnya yang khas.

Jane dan yang lain menatap Sara.

"Aaa...umm ..  Baiklah.. Semuanya perkenalkan ini Sara. Mulai hari ini dia akan bekerja disini." Jane memecah kesunyian.

Sontak semua kembali fokus dan menyelamati Sara atas hari pertamanya bekerja. Ada empat orang dalam ruangan itu selain Jane dan Sara. Dua laki-laki, dua perempuan.

"Selamat datang Sara"

"Semoga betah ya"

"Abaikan saja Boss Cole"

"Kami akan membantumu"

Mereka nampak ceria dengan kehadiran Sara. Hari baru dimulai, tapi wajah mereka seakan merasakan tekanan berat.

"Terimakasih teman-teman. Mohon bantuannya," kata Sara sambil membungkukkan badannya.

"Ayo teman-teman waktunya bekerja," bujuk Jane sambil menepuk kedua tangannya.

Sara langsung menuju tempat duduknya, saat Jane meletakkan tumpukan kertas setinggi  45cm di atas meja kerja Sara.

"Kau harus membaca semua ini dan tanda tangani beberapa berkas dalam 2 jam. Ketahuilah kalau Boss Cole membenci orang yang tidak tepat waktu. Semangatlah!!" Jane berlalu sambil menepuk pundak Sara sebagai semangat. Jane menarik kursinya dan membantu Sara menangani pekerjaan pertamanya.

Beruntung Jane dapat mengajari Sara beberapa hal yang bisa membantunya mempercepat melenyapkan tumpukan pekerjaan yang ada di depannya.

**

Jam menunjuklan pukul 12 siang, tepat saat Sara menyelesaikan semua. Atas panduan Jane ia menuju lantai delapan dari bangunan. Lantai dimana Cole berada.

Sesampainya di lantai delapan, Sara di sambut sekretaris Cole yang sudah menanti kedatangannya. Seorang laki-laki yang tak kalah menariknya dengan Cole.

"Sara? Aku adalah sekretaris di sini. General Manager hampir selesai Meeting. Tunggulah terlebih dahulu," sambutnya ramah.

Sara menanti di ruang tunggu dengan membawa tumpukan kertas itu.

Tak lama Cole keluar ruangan bersama para pemegang saham. Cole menyalami mereka satu persatu. Nampak senyuman di wajah Cole. Dengan senyuman itu, ia sangat berbeda. Dan ia terlihat tampan di mata Sara.

"Kau, masuk!" perintah Cole pada Sara. Pandangannya berubah sedingin salju dengan cepat. Kemudian Cole masuk ke dalam ruangannya.

Sara langsung mengikutinya dari belakang dengan terburu-buru. Tepat saat Sara masuk Cole menutup pintunya.

"Serahkan semua!" perintahnya lagi.

Sara menyerahkan kertas-kertas itu ke atas meja Cole dengan hati-hati. Kemudian ia kembali ke tempatnya. Cole berdiri dan mendekat dengan Sara.

"Ini ambillah. Tidak ada batasnya. Gunakan untuk membeli make up  atau apapun untuk menutupi wajahmu yang pucat seperti mayat. Aku tidak suka melihatmu." Cole menyerahkan kartu kreditnya ke tangan Sara.

"T..tapi.." Sara masih setengah tidak percaya.

"Keluar sekarang. Ini jam makan siang. Pergilah dan ingat belilah riasan wajah. Kau pucat sekali! Jika orang melihatmu mereka akan berspekulasi Breton tidak menangani pegawainya dengan baik." Nada bicaranya terdengar kasar. Namun dalam saat yang bersamaan ia terdengar perhatian.

Sara tidak dapat menebak apa yang ada di pikiran General Manager Cole. Karena itu, ia terpaksa menerima kartu yang diberikan untuk sementara.

***

"Ohh luar biasa! perutku kenyang sekali!! Tapi Sara, aku masih penasaran bagaimana mungkin itu terjadi!" Jane tak kalah kagetnya dengan Sara.

"Aku pun tak tahu, Jane," Sara menggeleng.

Jane yang kekenyangan setelah makan siang bersama Sara ikut tak percaya bagaimana mungkin Cole menyerahkan kartu tanpa limit kepada Sara hanya untuk membeli riasan wajah. Sara bahkan harus berjuang untuk makan setiap hari. Begitu ironis.

"Kau yakin dia tak memintamu tidur dengannya??" Jane setengah meledek

"Ahh.. Tidak. Mung..." Kata-kata Sara terputus.

Matanya menuju lobby hotel. Dilihatnya Ryan sedang bersama seorang wanita. Wanita itu bergelayut manja di lengan Ryan. Ryan sesekali mencium keningnya. Mereka berada persis di depan resepsionis.

Sara berjalan mendekati mereka. Jantungnya berdebar. Dalam hati ia memohon semoga apa yang dilihatnya saat ini adalah mimpi.

Ryan dan wanita itu menerima sebuah kunci dari resepsionis, lalu berjalan menuju lift. Mereka berdua tersenyum seperti pasangan yang dimabuk cinta. Tanpa tahu Sara membuntuti mereka dari belakang.