webnovel

11. Beautiful Rocker

"Lo sama Ryu ada hubungan apa, Kei?" tanya Shella di tengah jam istirahat pertama.

"Hubungan?" Keira melirik aneh cewek itu. "Nggak ada hubungan apa-apa tuh. Cuma saling kenal aja," ujarnya.

"Kenal dekat apa gimana?" tanya Shella lagi, begitu ingin tahu.

"Ryu anaknya teman kerjanya Papa. Dia juga andalan Mama buat jadi mata-mata gue di sekolah," Keira menjawab apa adanya.

"Wah, jadi lo dekat sama Ryu lebih dari yang gue kira dong," Shella berkata kecewa.

"Lo suka Ryu apa?" tanya Keira sambil melihat reaksinya.

"Jelas lah. Kepo gitu," cibir Milli sebelum Shella menjawab. Sedari tadi ia duduk di bangkunya sambil memakan keripik kentang.

"Masalah buat lo?" sahut Shella tersinggung. Ia langsung menyorot Milli tak suka. "Naksir cowok ganteng itu wajar kali. Daripada lo, cewek setengah mateng. Hati-hati, Kei. Dia nggak suka cowok, lho. Bisa-bisa lo diapain dia lengah dikit aja."

"Woi jaga ya mulut lo! Mulut asal ngoceh. Kayak beo nggak dikasih makan tiga hari aja." Milli pun balik melotot ke arah Shella. Ia sampai berhenti mengunyah keripiknya.

"Mulut lo tuh yang dijaga! Cewek super cantik gini disamain kayak beo. Jauh aja pakai banget!" Shella menyahut cepat karena tidak terima.

"Super cantik? Hah, badut ancol baru iya!" ledek Milli sambil tertawa.

"Kurang ajar! Mulut lo tuh emang kayak preman ya? Muka kayak kuda nil aja songong banget jadi orang." Shella gantian meledek Milli dengan gaya sok cantiknya.

Mereka terus beradu mulut, saling mengejek dan menimpali membuat Keira tidak tahan. Ia pun bangkit dari bangkunya lantas keluar menuju kantin.

"Hai, Keira!" Cowok-cowok kelas 12 menggodanya saat Keira memakan mi rebus pesanannya sendirian.

Sial, batin Keira. Sekalinya melegakan waktu makan di kantin saja malah mendapat sambutan. Terlebih lagi ada Febri, cowok yang ia tolak beberapa waktu lalu. Mereka para geng anak kelas 12 itu diketuai oleh Benny. Kakak kelas yang gagah, berotot, ahli karate pula. Dia cowok paling sok kuasa di SMA Pahlawan tahun ini.

"Sendirian aja, Kei?" Benny sengaja duduk di dekat Keira lalu memberinya senyum. "Gue temenin mau nggak?"

"Makasih, Kak, tapi aku lebih nyaman makan sendiri," jawab Keira sopan. Sejujurnya ia agak takut dengan Benny dan anak OSIS kelas 12 lainnya. Mereka sangat terkenal di sekolah. Entah karena status, aksi semena-menanya atau juga prestasi mereka di bidang olahraga. Keira hanya tahu anak-anak seangkatannya segan pada mereka.

"Lo manis banget sih," ucap Benny sambil memandangi Keira. "Kalau lo nggak mau sama Febri, jadi pacar gue aja gimana?"

Keira mulai gemetar didekati Benny seperti itu. Baginya Benny sangat menakutkan. Tak cuma badannya yang besar, keahlian karatenya juga sudah sangat terkenal dan tidak diragukan. Kabar lainnya ia selalu memacari cewek-cewek sesuka hati. Keira tidak mau jadi mangsa Benny. Sampai mati pun tidak akan pernah mau pokoknya.

"Lo nggak punya pacar, kan?" tanya Benny lagi membuat Keira semakin gemetar. "Kalau lo jadi pacar gue, hidup lo pasti lebih menyenangkan."

Brraaaakkkk!

Mendadak semangkok bakso dan segelas es jeruk di letakkan di meja mereka dengan sangat keras. Bahkan kuahnya sempat muncrat ke permukaan. Keira, Benny, dan anak kelas 12 lainnya tentu saja dibuat kaget oleh suara itu. Mereka segera menoleh ke siapa pelakunya.

Ternyata Zein. Alvin dan Oki juga ada bersamanya.

"Yang nggak berkepentingan makan bisa menyingkir nggak? Kantin penuh. Gue nggak bisa makan sambil berdiri," kata Zein sengak.

Benny meliriknya sebal tapi ia segera bangkit dari dekat Keira. "Cabut, guys!" ia lalu mengomando Febri dan yang lain untuk pergi dari sana.

"Asiiik, makan bareng Genius!" seru Alvin seraya mengambil tempat di dekat Keira. Tepatnya bekas tempat yang diduduki Benny. Sementara itu Oki duduk di sebelah Zein, di mana cowok itu duduk berhadapan dengan Keira. Ketiganya membawa menu yang sama.

Awalnya Keira merasa canggung dikelilingi mereka. Namun sebentar kemudian ia kembali menyantap mi rebusnya. Ia tidak ingin keberadaan Zein dan yang lain membuatnya hilang selera.

"Kok diem-dieman sih?" Oki membuka suara sebelum menyeruput es jeruknya. "Lo masih takut sama Benny, Kei?"

"Iya," jawab Keira pendek sambil terus memakan makanannya.

"Nggak usah takut lagi sama mereka," kata Alvin usai menjejalkan bakso ke mulutnya. "Dia pernah masuk rumah sakit gara-gara siapa coba?"

Keira berhenti memakan sebentar. Ia kembali teringat pada cerita Milli waktu itu. Ia bilang Zein pernah menghajar Benny sebelum liburan. Mengingat sosok Benny yang begitu tegap dan besar sementara Zein yang tinggi dan proporsi badannya lebih kecil, bagaimana mungkin ia bisa mengalahkannya? Namun Benny memang tadi langsung beringsut begitu Zein datang. Apa Zein memang punya kekuatan yang bisa menjatuhkan Benny? Cowok seperti apa dia sebenarnya? pikir Keira penasaran.

"Apa?" Zein menanyai Keira saat cewek itu kedapatan melihatnya. Keira langsung membuang muka dan berlanjut memakan mie rebusnya.

"Kalian lagi marahan?" tanya Oki yang heran melihat sikap kedua anak itu. "Belum juga jadian udah pakai marah-marahan."

Baik Zein maupun Keira tak menanggapi celetukan Oki. Mereka pura-pura sibuk dengan santapan masing-masing.

"Kei, lo lagi marah sama Zein apa? Beneran?" Alvin yang juga mengamati perilaku aneh mereka ikut bertanya.

"Iya," jawab Keira singkat, padat, dan jujur.

"Marah kenapa?" tanya Alvin tertarik.

"Coba aja tanya dia," jawab Keira ketus. Ia lalu menyedot jus melon untuk menetralkan kejengkelan yang mendadak terasa.

"Kenapa, Bos?" tanya Alvin. Namun Zein tampak enggan menjawab. Ia hanya melirik Keira sebelum kemudian tertawa.

"Elah. Yang satu marah-marah, yang satu ketawa-tawa," Alvin berkata dengan menggelengkan kepala.

"Maklumin lah, Vin. Namanya juga orang lagi jatuh cinta," ceplos Oki seenaknya.

"Ketawain apa lo?" tanya Keira karena tak tahan lagi dengan sikap Zein.

"Siapa yang ketawa?" Zein malah balik bertanya, pura-pura menyeduh kuah baksonya.

"Lo barusan ketawa!" kata Keira ngotot. "Kenapa?"

"Emm, kenapa ya?" Zein malah tertawa lagi sampai tiba-tiba tersedak.

"Nih," Keira menyodorkan es jeruk Zein ke depan mukanya karena ia terbatuk-batuk. "Cepat minum!" serunya tak sabar.

Meski bingung tapi Zein mengambil es jeruk itu dari tangan Keira. Sejenak ia menatap cewek itu membuat Alvin dan Oki saling melirik kemudian tersenyum bersama.

"Jadi barusan lo ngetawain apa, Zein?" tanya Keira begitu batuk Zein reda.

"Orang yang kemarin itu, beneran lo ya? Gue masih nggak nyangka," jawabnya lalu kembali tertawa.

"Bos, entar kesedak lagi lho!" Alvin coba mengingatkannya. Tapi ia malah diabaikan.

"Zein, gue nggak suka ya diketawain. Gue pikir nggak ada yang lucu dari kejadian kemarin, yang ada lo yang ngeselin."

Zein menatap Keira sambil menahan tawa. "Abisnya, mana gue tahu kalau kemarin itu lo? Tiba-tiba memanggil-manggil gue dengan gaya sok kenal."

"Kan gue emang kenal lo," balas Keira kesal.

"Tapi gue nggak ngenalin lo kalau kayak gitu." Tampaknya Zein masih saja merasa geli. Ia terus tertawa hingga Alvin dan Oki menggeleng-gelengkan kepala.

"Kenapa bisa? Bukannya lo pernah lihat di hape Ryu, ya?" Keira memicingkan mata padanya.

"Iya sih. Ya gue kira cuma mirip doang. Gue kira lo lagi bercanda ngaku-ngaku jadi cewek itu. Gue ngomong asal, eh ternyata beneran. Asli gue nggak nyangka." Zein sampai mukanya menjadi merah karena terus tertawa.

"Mereka lagi ngomongin apa sih?" tanya Alvin pada Oki.

"Entahlah. Urusan asmara kali," jawab Oki, tak begitu peduli. "Biarin aja lah. Zein suka sama cewek kan pemandangan langka."

"Jadi, Kei, lo itu anggota cosplay atau apa sebenarnya?" tanya Zein kemudian, usai meneguk es jeruknya yang masih setengah gelas.

"Iih, jangan keras-keras dong!" Keira mengomelinya. "Pokoknya itu rahasia. Lo nggak boleh bilang siapa-siapa. Apalagi sama ember kayak dia." Keira menunjuk Alvin dengan sikunya.

"Woi, woi, gue dengar nih lo! Kenapa nama gue dibawa-bawa?" Alvin menyela. Tapi ia tak sungguh-sungguh karena setelah berkata begitu ia kembali melanjutkan obrolannya dengan Oki.

"Aneh aja. Cewek pakem jenius kayak lo bisa jadi metal. Are you ready to rock?" Zein menirukan cara Chad berseru di atas panggung kemarin. Keira langsung menahan senyum melihatnya.

"Itu cuma hobi. Hobi rahasia," ucap Keira akhirnya. "Emang gue sebegitu bedanya sampai lo nggak ngenalin gue sama sekali?"

"Ya beda aja," jawab Zein. "Setiap hari lo ke sekolah nggak pernah dandan berlebihan, tapi kemarin itu...."

"Keren, kan?" potong Keira sebal.

"Keira, Keira..." Zein malah menyebut-nyebut namanya sambil tertawa.

"Apa sih? Jangan tertawa terus!" Keira jadi malu dibuatnya.

"Beautiful Rocker," cetus Zein tiba-tiba.

"Hah?" Keira terkejut mendengar ucapan itu.

"Lo pernah bilang kalau gue ganteng, kan?" Zein tersenyum pada Keira. "Jadi kali ini gue juga jujur sama lo. Biarpun kelihatan agak serem, tapi cewek rocker kemarin itu cantik lho. Chad aja sampai kesengsem."

Sesaat Keira cuma bisa terbengong. Entah kenapa mendengar hal itu dari seorang Zein rasanya membuatnya malu sekaligus senang. Sebutan itu sangatlah aneh tapi juga manis di telinganya. Tanpa sadar ia jadi berbalas senyum dengan Zein.

"Ehem!" Alvin sengaja berdeham melihat afmosfer hangat di antara kedua anak itu.

"Lo sirik atau kenapa?" Oki melirik Alvin lucu. "Gue tahu lo ngefans sama Keira, tapi gue lebih suka lihat dia sama Zein daripada bersanding sama lo. Nggak ada serasi-serasinya," ejeknya membuat Alvin memonyongkan bibir.

Sehabis istirahat adalah pelajaran Bahasa Inggris. Pak Joseph meminta anak-anak untuk mengumpulkan tugas kelompok mereka.

"Semuanya sudah mengumpulkan ke depan?" Pak Joseph menanyai semua murid di kelas itu. Tak ada yang menjawab. "Oke, bagus kalau semua sudah dikumpulkan. Sekarang kita...."

Zein tiba-tiba berdiri. "Maaf, Pak," ucapnya lantang. "Tugas kelompok saya ketinggalan di rumah kayaknya."

"Apa??!" Keira menjerit histeris dari tempatnya. Ia langsung menoleh ke bangku Zein di belakang. "Lo gila apa? Lo nggak mungkin lupa kan, Zein?" serunya panik.

"Iya sih. Tapi nggak tahu juga kenapa tugasnya nggak ada di tas," jawab Zein, tampak agak bingung.

"Nggak mungkin. Cepat cari lagi! Cari lagi, Zein!" Keira tak percaya. Ia bahkan berjalan ke belakang untuk memeriksa tas Zein.

"Nggak ada, kan?" Zein menatapnya sebal menyaksikan Keira mengobrak-abrik ranselnya. "Nggak percayaan banget sih jadi orang."

"Ya tapi tadi pagi lo bawa tugasnya, kan?" Keira jadi kesal karena tak menemukan kertas mereka.

"Gue bawa kok. Ya tapi nggak tahu juga sih kalau ternyata ketinggalan," ujar Zein tanpa beban.

"Yang tidak mengumpulkan tugas, silahkan tinggalkan kelas saya," ujar Pak Joseph tiba-tiba.

"Hakkhhh!" Keira merasa dunia akan segera kiamat. Tidak mungkin. Tidak mungkin siswa teladan sepertinya dikeluarkan dari kelas. Tidak mungkin. Ini pasti mimpi buruk. Ini pasti bencana.

"Ayo, silahkan keluar! Kerjakan tugas kelompok kalian menjadi 10 lembar halaman folio. Kumpulkan hari ini juga."

"Apa, Pak?" Keira membelalakkan mata. "Ta-tapi saya sudah ngerjain sama Zein, Pak. Tugas kita sudah selesai. Cuma ketinggalan saja."

"Saya tidak peduli alasannya apa. Yang jelas saya mau semua tugas kalian ada di tangan saya sekarang," tegas Pak Joseph tak bisa diganggu gugat.

Kiamat. Pasti dunia kiamat. Keira merasa ingin mati saja.

"Ayolah. Keluar aja kenapa?" Zein melirik Keira bosan. "Entar gue yang buat tugasnya. Kita 5 lembar-5 lembar," ucapnya ringan.

"Ha!" Keira tertawa masam, serasa ingin menghabisi cowok itu. Ia menahan gemuruh amarah di dalam dadanya. "Lo aja sana yang keluar!" sentak Keira lalu kembali ke bangkunya. Ia tampak kesal sekali. Ia lalu mengambil buku pelajaran Inggris dari tasnya.

"Moga-moga masih ada." Keira mencari kertas folio kemarin yang ia pakai untuk membuat bentuk kasar karangan mereka. Ia mengembus lega. Untung saja masih ada biarpun kertas itu masih banyak coretannya. Tak mengherankan mengingat itu kerjaan awal mereka. Tugas yang sebenarnya sudah di salin ke kertas yang dibawa Zein.

"Ini, Pak. Maaf kalau banyak coretannya, tapi ini bisa Pak Joseph nilai daripada saya dikeluarkan dari kelas Bapak," serah Keira setelah menulis namanya dan Zein di sudut kiri kertas folio.

Pak Joseph mengambil kertas dari tangan Keira dan sekilas membacanya. "Yah, hanya soal kerapian saja," ia menggumam.

Keira kembali duduk di bangkunya dengan amarah yang tak kunjung reda. Ia kesal sekali pada Zein. Semua yang menyangkut nilai dan pelajaran adalah nomor satu baginya. Gara-gara Zein, ia hampir saja mendapat bencana. Bencana terbesar sepanjang sejarah Keira. Dikeluarkan dari kelas karena kelalaian tugas! Tidak bisa dimaafkan.

"Kei," Zein memanggilnya saat Keira akan pulang. "Tunggu!"

Keira tak menggubris seruan Zein dan bergegas menuruni tangga. Terus terang ia marah sekali. Hasil kerja kelompoknya nyaris sia-sia hanya karena keteledoran Zein.

"Keira!" Zein berakhir melompat lantas mencegatnya di ujung tangga. "Gue minta maaf. Dengerin gue dulu, kek."

Keira membuang napas sebal. "Gue harus dengerin alasan nggak jelas lo itu? Ketinggalan di rumah, iya?" sahutnya gerah.

"Tapi gue yakin tadi pagi gue udah masukin kertasnya ke tas gue," kata Zein tenang.

"Udahlah. Lupain aja. Kalau ketinggalan ya udah nggak usah alasan!" Keira berkata dengan ketus. "Gue nggak mau satu kelompok lagi sama lo. Gue udah khilaf maksa-maksa lo jadi kelompok gue. Cukup sekali buat selamanya."

Zein tampak tersudut dengan perkataan Keira. Sepertinya itu cukup membuatnya merasa bersalah. Tapi nasi sudah menjadi bubur.

"Jangan ikutin gue. Minggir!" Keira menyuruh Zein pergi dari hadapannya.

"Marah ya marah, tapi nggak perlu sewot juga kali." Zein mau tak mau jadi terpancing juga melihat Keira membentak-bentak.

"Ya lo kan yang bikin gue kayak gini?"

"Oke. Emang itu salah gue. Terus kenapa?" Zein malah jadi menantangnya.

"Terus kenapa?" Keira mengepalkan kedua tangannya. "Mati aja lo!" umpatnya kesal setengah mati.

"Emang lo siapa nyuruh-nyuruh gue mati? Malaikat aja santai nunggu giliran gue," balas Zein nyolot.

"Susah ya ngomong sama berandalan kayak lo? Eneg, tau? Dasar preman kelas! Gue benci sama lo! Pergi sana ke neraka!" Keira langsung mendorong Zein ke samping usai mengata-ngatainya.

"Keras juga lo. Lo tuh yang sana ke neraka!" balas Zein, tak terima dikata-katai Keira.

"Enyah lo dari muka gue!" Keira menendang kaki Zein lalu segera pergi meninggalkannya.

"Kasar..." Oki yang melihat kejadian itu dari ujung atas tangga mengelus dada.

"Sabar, Bos." Sambil mendekati Alvin coba menenangkan temannya. Tapi Zein yang sudah emosi seperti halnya Keira mendengus penuh rasa kesal, lalu pergi lebih dulu meninggalkan kedua sahabatnya.

"Eh, ada Keira tuh, Ben!" Teman-teman Benny tampak berbisik saat melihat Keira keluar dari gerbang.

"Lo keberatan nggak kalau gue gebet dia?" tanya Benny pada Febri yang ikut memerhatikan Keira.

"Terserah lo lah. Gue udah ilfeel sama dia," jawab Febri malas.

"Ya udah," Benny tersenyum penuh rencana. "Ayo, siapa mau ikut gue? Hari ini juga gue bakal dapetin Keira apapun caranya."