webnovel

Belum Bisa Mendapatkan Hatinya

"Kamu membutuhkan tubuhku. Aku membutuhkan kekuatanmu dan kedudukanmu. Bukankah itu adil?" kata Ella sambil tersenyum dan memandang Christian.

Christian tidak mengatakan apa pun, tidak memberi reaksi apa pun pada kalimat yang terucap dari bibir Ella.

Ia membayangkan, kalau saja kemarin malam bukan dia, melainkan pria lain yang bercinta dengan Ella …

Saat membayangkannya, kemarahan mulai membara dari hatinya.

Ia langsung mengutuk dirinya karena perasaan yang muncul itu dan segera menghapus pemikiran itu dari benaknya.

Wanita ini hanyalah mainan untuknya …

Saat Ella mengangkat kepalanya lagi, ia melihat sebuah kartu kredit yang disodorkan kepadanya. Pria yang memberikannya itu memandangnya dengan tatapan merendahkan seolah ia baru saja memberikan sumbangan besar pada seseorang yang tidak memiliki apa-apa.

"Ini untuk membeli beberapa baju yang pantas. Kalau kamu ingin menjadi wanitaku, jangan membuatku malu dengan tampil seperti ini di luar."

"Terima kasih," Ella langsung menerimanya dan memegang kartu tersebut di tangannya tanpa rasa sungkan sedikit pun. Setelah itu, Ella bertanya. "Apakah ini artinya aku bisa menjadi wanitamu?"

Christian memandang Ella dengan acuh tak acuh dan tiba-tiba berpikir mengapa Ella bisa mencapai kesimpulan tersebut.

Ia hanya sedikit tertarik pada wanita ini dan tidak mau wanita ini menggunakan pakaian yang tidak sesuai dengan seleranya. Ia tidak mau wanita ini merusak suasana hatinya.

Bagaimana pun juga, sudah lama ia tidak menemukan sesuatu yang sangat menarik seperti wanita ini. Ella sendiri yang muncul dan menawarkan diri ke depan pintunya. Christian tidak akan menyia-nyiakannya.

Mata Ella berbinar dengan cerah. "Kamu bilang kamu bukan dermawan. Kamu tidak akan memberikan kartu ini secara cuma-cuma kan?" sebelum Christian bisa berbicara, Ella langsung menyimpulkannya terlebih dahulu.

"Apakah kita sudah sepakat?"

Christian memandang Ella dengan tatapan yang membara. Sudut bibirnya sedikit terangkat, seolah sangat tertarik dengan wanita di hadapannya, tetapi ia berusaha untuk menyembunyikannya. "Lihat saja nanti."

Dengan itu, Christian meninggalkan Ella sendirian di kamar hotel.

Setelah Christian pergi, Ella tidak menghabiskan waktunya untuk bermalas-malasan. Ia segera mandi dan mengenakan kembali pakaiannya.

Saat Ella keluar dari hotel, matahari sudah hampir tenggelam. Hari sudah menjelang malam …

Ia menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan mata, merasa bahwa ia sudah berhasil mendapatkan langkah awal untuk memenangkan pertandingan ini.

Di seberang jalan, dari mobil hitamnya, Christian memandang ke arah luar jendela. Ia menatap wanita yang bermandikan cahaya matahari lekat-lekat seolah tidak bisa mengalihkan pandangannnya.

Supirnya yang berada di kursi pengemudi hanya bisa menanti dengan kebingungan. Ia memegang setirnya dengan erat, sementara keringat mulai mengalir. Ia khawatir bosnya itu akan terlambat rapat.

Sudah setengah jam lebih, tetapi tuannya itu tidak berniat untuk pergi. Bukankah tuannya ini sangat menghargai waktu?

Apa sebenarnya yang ada di seberang jalan? Bukankah hanya seorang wanita?

Wanita?

Supir itu seolah terkejut saat menyadari pikirannya sendiri.

Wanita macam apa yang bisa menarik perhatian tuannya itu?

Ia menoleh, berusaha untuk mengintip wanita yang berdiri di seberang jalan. Namun tiba-tiba saja, suara dingin terdengar dari kursi belakang. "Jalan."

Supir tersebut tidak berani menunda lagi. Walaupun ia penasaran, wanita seperti apa yang bisa menarik perhatian tuannya, ia segera menginjak gas dan menyetir ke arah perusahaan.

Ella tidak menyadari ada mobil yang berhenti di seberang jalan. Ia terus berjalan perlahan sambil menikmati suasana di sekitarnya.

Hari mulai menjelang malam dan angin mulai bertiup, membuat suasana malam terasa semakin sejuk.

Semua orang mulai memakai jaketnya untuk menghalau angin yang dingin, tetapi Ella berjalan dengan kausnya dengan santai.

Apa yang Christian katakan kemarin malam terbersit di pikirannya.

Meski ia tidak ingin mendengarkan kata-kata itu, ia harus mengakui bahwa apa yang Christian katakan adalah sebuah kebenaran.

Ia sudah pernah melahirkan dan ia sudah pernah memiliki anak. Wanita seperti dirinya sangat tidak pantas untuk Christian.

Wanita seperti dirinya tidak akan bisa memuaskan Christian .

Tetapi sayangnya, Ella membutuhkan Christian untuk mencapai tujuannya.

Ia tidak peduli meski Christian menganggapnya seperti sampah yang menjijikkan.

Ia tidak peduli meski Christian hanya menganggapnya sebagai mainan belaka.

Semua ini ia lakukan demi anaknya!

Tatapannya berubah menjadi tajam. Ia menegakkan tubuhnya dan berjalan semakin cepat ke arah sebuah mall terbesar di kota tersebut.

Bangunan-bangunan tinggi terpampang di hadapannya, tepat berada di pusat kota. Dindingnya yang sepenuhnya terbuat dari kaca terlihat sangat luar biasa di senja.

Ella tidak ragu saat berjalan menuju ke lantai tertinggi.

Ia memahami apa yang Christian inginkan. Christian adalah pria yang sangat kritis dalam segala hal, termasuk mengenai wanita yang akan mendampinginya.

Pakaian yang dipakai oleh wanitanya juga tidak terkecuali.

"Isabella!"

Saat ia baru saja masuk, tidak jauh darinya, terdengar sebuah suara. Suara itu bukan suara yang ingin Ella dengar saat ini.

Saat Ella berbalik, ketajaman di wajahnya telah ia sembunyikan di balik topengnya. Tetapi wajahnya menyunggingkan senyum ironis.

Indri berjalan ke arah Ella dengan gaya yang angkuh. Setiap langkahnya terdengar menggema karena sepatu hak tingginya setinggi delapan centimeter.

Ia mengenakan sebuah baju terusan dari desainer ternama, dengan tas yang senada dengan bajunya itu, terlihat sangat berkelas.

Ia tidak menyangka akan bertemu dengan Ella saat berjalan-jalan di mall. Akhirnya ia berhasil menjebloskan Ella ke dalam rumah sakit jiwa.

Siapa sangka Ella hanya akan mendekam selama lima tahun!

Tetapi yang membuat Indri sedikit senang, Keluarga Maheswara sama sekali tidak menganggap Ella dan tidak membiarkannya melangkahkan kaki ke rumah mereka sama seklai.

Hal itu membuat Indri merasa sedikit lebih tenang. Ia memandang ke arah Ella dan mendengus dengan dingin. Ia menggunakan keunggulan sepatu hak tingginya untuk mengungguli Ella dan memandangnya. "Bagaimana rasanya setelah keluar dari rumah sakit jiwa? Pasti kamu sangat senang kan? Sayang sekali keluargaku sudah tidak menerimamu lagi. Sekarang aku dan Haikal akan segera menikah."

Ella tidak menjawabnya dan ekspresi di wajahnya tetap sama.

Ia sama sekali tidak tertarik dengan apa yang Indri katakan.

Saat Indri melihat pakaian di tubuh Ella, ia menjadi semakin bangga. "Hidupmu pasti tidak mudah, kan? Bagaimana rasanya menjadi seekor semut?"

Setelah mengatakannya Indri tertawa terbahak-bahak. Setiap kalimat yang keluar dari mulut Indri bertujuan untuk melukai hati Ella.

Tetapi Ella sudah tidak peduli.

"Terima kasih sudah membukakan mataku. Sekarang aku sudah sadar."

Ella tidak peduli meski sekarang ia hanya mengenakan kaos usang, yang tidak sebanding dengan pakaian Indri. Ia memicingkan mata dan memandang Indri. "Tetapi sepertinya kamu lupa. Di pesta pertunanganmu, Haikal kelihatannya masih menyukaiku. Mengapa? Aku sudah pergi selama lima tahun. tetapi kamu masih belum bisa mendapatkan hatinya."