webnovel

WELCOME HOME

"Pada akhirnya, setiap manusia menjalani takdir yang Allah gariskan, walau tidak sesuai rencana manusia."

Eliza akhirnya memutuskan meninggalkan acara pernikahannya dengan Dygta. Kata-kata Mihran telah meluluhlantakkan hatinya, kembali ....

Eliza pun pergi membawa mobilnya dengan sangat laju tanpa tahu ke mana arah tujuan. Derai tangisnya di dalam mobil, meluahkan semua perasaannya. Eliza menangis bukan karena kegagalan pernikahannya, tetapi karena saat ia ingin melangkah pergi sejauh mungkin dari kehidupan Mihran, Allah justru punya rencana lain.

Di dalam gedung pernikahan

"Kok Eliza nggak balik-balik. Ada yang aneh," batin Dygta.

Dygta pun menyusul Eliza ke toilet. Ia pun bertemu Amaliya dan Mihran yang masih berada di depan toilet.

"Eliza, Sayang, kamu di mana? Semua udah nunggu kamu loh," panggil Dygta dengan suara lembut.

Dygta pun masuk ke dalam toilet dan dia kaget karena tidak menemui Eliza di dalam. Ia pun menghampiri Mihran dan Amaliya dengan wajah penuh kemarahan dan emosi yang hebat.

"Di mana, Eliza?" tanya Dygta pada kedua sahabat Eliza itu. Mihran dan Amaliya hanya diam mematung.

Dygta pun kembali bertanya, kini dengan sebuah bentakan keras, "Di mana Eliza?"

Amaliya pun menjawab pertanyaan Dygta, "Tadi dia ke kamar rias. Eliza habis nangis dan dia mau membetulkan make-upnya."

"Nangis?" Dygta pun bergegas ke ruangan rias. Amaliya dan Mihran pun mengikuti dari belakang.

"Eliza, di mana kamu?" panggil Dygta yang tidak menemui calon istrinya di ruangan itu.

Saat Dygta sibuk berkeliling, Amaliya dengan sigap mengunci ruangan itu. Dygta yang mengetahui dikunci, berteriak dengan sangat Keras. Dygta kali ini mengamuk besar.

"Awas kalian ya! Tunggu pembalasanku!" hardik Dygta menggedor pintu.

Dygta pun menghancurkan semua barang yang ada di dalam kamar rias itu..

"Sayang, kok kamu kunci Dygta di dalam?" tanya Mihran yang tidak suka dengan cara sang istri yang terlalu jauh ikut campur.

"Dia itu punya sakit kejiwaan. Pantas saja mantan pacar dan mantan istrinya nggak ada yang betah sama dia!" pekik Amaliya yang bersyukur, Eliza telah membatalkan pernikahannya dengan Dygta.

"Udah, ayo kita pergi! Kita sudah terlalu jauh ikut campur urusan mereka!" ajak Mihran.

Mihran dan Amaliya pun bergegas pergi, mencari keberadaan Eliza. Amaliya khawatir dengan keadaan sahabatnya yang sedang tidak stabil.

****

Eliza di perjalanan

Eliza terus saja terisak, sambil membawa kendaraannya. Kali ini, tidak dengan kecepatan tinggi, tetapi ia membawa dengan perlahan.

Gawai Eliza pun berbunyi, sebuah nama memanggil. Dygta. Lelaki itu terus berulang kali memanggilnya. Namun, Eliza ragu untuk mengangkatnya.

"Angkat nggak ya? Apa aku bilang saja jika tidak bisa meneruskan pernikahan ini? Atau aku jujur saja jika aku mencintai Mihran?"

Saat ragu antara mengangkat atau tidak panggilan Dygta itu, tiba-tiba gawainya jatuh. Eliza pun berusaha mengambil, dengan tetap fokus menyetir. Namun, saat tangannya hendak mengambil gawai di bawah, sambil sesekali melihat ke depan jalan, tiba-tiba seorang anak kecil berusia 9 tahun muncul di depannya dan Eliza pun memutar arah stirnya hingga menabrak sebuah pohon demi menghindari menabrak bocah kecil itu.

Aaaaarrrggghhh!

Nafas panjang, sambil menangis, Eliza bersyukur, jika ia masih selamat.

Saat sedang mencari keberadaan Eliza, Amaliya dan Mihran melihat mobil Eliza ada dipinggir jalan.

"Sayang, berhenti! Itu mobil Eliza!" Amaliya yang kalut terus berteriak, hingga akhirnya Mihran memarkirkan mobilnya di depan mobil Eliza.

Amaliya pun terus menggedor kaca mobil Eliza.

"El, kamu kenapa? Buka pintunya, El!" ujar Amaliya berusaha membujuk sahabatnya itu.

Eliza pun membuka kaca, "Pergi kamu! Aku nggak butuh kamu!"

"Buka, El! Aku nggak akan pernah membiarkan kamu sendiri!" bujuk Amaliya.

Eliza pun keluar dari mobilnya.

"Aku nggak butuh kamu, Ly!Buat apa kamu ke sini? Kenapa kamu selalu menjaga dan melindungi aku? Kenapa kamu nggak membiarkan aku menikah dengan Dygta saja!" pekik Eliza, berurai airmata.

Amaliya pun seolah memberi tanda pada suaminya hingga akhirnya Mihran memberikan gawai itu pada istrinya. Amaliya pun kini memberikan gawai Mihran dan memperlihatkan chat dan juga foto-foto mantan istri dsn pacar Dygta pada Eliza.

"Karena ini! Apa kamu mau bernasib sama seperti mereka?" ujar Amaliya terisak.

"Kamu boleh marah sama aku! Kamu boleh maki-maki aku, El! Tetapi sampai kapanpun, aku akan selalu melindungi kamu, karena kamu sahabatku!"

Eliza pun akhirnya luluh. Amaliya pun memeluk sahabatnya itu. Ia tahu, Eliza butuh sebuah pelukan untuk menguatkan hatinya yang sedang hancur. Eliza pun menangis dalam pelukan Amaliya. Istri yang suaminya ia cintai.

Eliza pun akhirnya dibawa Amaliya masuk ke dalam mobil mereka yang dikendarai Mihran. Di dalam mobil, genggaman tangan Amaliya tak pernah lepas dari tangan Eliza.

"El, kamu yakin mau langsung pulang? Nggak mau ke mana dulu gitu menenangkan diri?" tanya Amaliya.

Saat hampir sampai di depan rumahnya, Eliza melihat mobil Dygta terparkir di depan rumahnya. Dygta pun terlihat menggedor pagar rumahnya dengan keras.

Eliza pun seketika ketakutan. Mihran dan Amaliya yang tahu dengan kepanikan Eliza tidak memberhentikan mobilnya.

"Ly, aku harus ketemu sama Dygta. Nggak mungkin aku terus menghindarinya," ujar Eliza.

"Iya, tapi nggak sekarang, El, kamu nggak lihat tadi gimana dia mengamuk saat kamu meninggalkan pesta pernikahan kalian. Paling tidak, sampai emosinya mereda," bujuk Amaliya.

"Jadi gimana?" tanya Mihran.

"Jalan terus aja, Sayang," jawab sang istri.

"El, sementara ini kamu tinggal dirumahku saja ya. Sampai semuanya stabil dan aman," ajak Amaliya pada sahabatnya itu.

"Iya kan, Sayang?" tanya Amaliya pada Mihran.

Netra Mihran melirik ke arah Eliza.

"Bagaimana mungkin aku menginap di rumah Mihran?"

"Ng-gak usah, nanti merepotkan kalian!"

"Nggak merepotkanlah. Justru kalau kamu ditempat lain, kami akan khawatir."

"Iya, El, sementara kamu di rumah saja, itu lebih aman," ujar Mihran sambil tangannya mengenggam tangan Eliza, memberi sahabatnya itu semangat.

Eliza pun pasrah, ia tidak lagi bisa menolak keinginan Amaliya dan Mihran pun setuju.

"Syifa, Syifa! Keluar kamu!" teriak Dygta dengan suara penuh emosi menggedor pagar rumah Eliza.

Dygta yang kesal karena tidak menemui Eliza di rumahnya pun berkali-kali menendang ban mobilnya sendiri.

"Ke mana kamu, El? Kenapa kamu nggak balik-balik?" gumam Dygta.

Dengan nafas terengah-engah

"Harusnya hari ini kita sudah menikah tetapi kenapa semuanya jadi berantakan? Tidak ada satu pun wanita yang boleh meninggalkan aku dengan cara seperti ini! Kamu sudah mempermalukan aku, Eliza Rifdatul Anam! Kamu sudah mempermalukan aku! Lihat saja nanti, sampai ke ujung dunia pun aku akan kejar kamu, Eliza!"

Netra itu, penuh dendam, amarah, kebencian, sesekali tangannya mengepal, menyiratkan gemuruh emosi yang siap diledakkan kapanpun ....

-----

"Jangan pernah memasukkan wanita lain ke dalam rumahmu Jika ipar saja maut, apalagi sebatas sahabat?"

"Hai, sorry ya, udah waiting aku?" sapa Oma Siska saat bertemu dengan geng sosialitanya.

"Nggak apa-apa," ujar Oma Rina, sambil mereka kiss-kiss manja ala oma-oma.

"Demi hangout bareng kalian nih, aku sampai bawa cicitku. Nggak masalah kan?" tanya Oma Siska pada geng sosialita oma cantiknya.

"Oh, nggak apa-apa."

"Eh, kalian tahu nggak, dirumah anakku lagi rame joget-joget, apa gitu aplikasinya," kata Oma Rindu bercerita.

"Alia tahu. Itu tiktok!" ujar Alia ikutan nimbrung.

"Ooo ... tiktok," jawab mereka bersamaan.

"Yuk, Alia ajarin!"

"Yuk, boleh nih!"

Alia mengambil gawainya dan mulai membuka aplikasi itu dan mengajak oma-oma cantik itu berjoget layaknya ABG.

Oma Siska pun ngambeg dan mengajak Alia pulang.

****

"Kamu ganti baju pakai bajuku dulu ya," ujar Amaliya pada Eliza saat mereka sampai di rumah megah Amaliya dan Mihran.

Eliza pun mengangguk.

"Sayang, aku antar Eliza ke kamar tamu dulu ya," kata Amaliya. Mihran pun mengangguk.

Amaliya pun memberikan baju ganti pada Eliza dan berpamitan keluar agar sahabatnya itu bisa menenangkan diri sejenak.

Eliza masuk ke kamar mandi dan membuka shower.

Eliza pun membiarkan tubuhnya basah tersiram air yang mengalir dari shower. Ia pun membiarkan baju pengantin itu tetap terpasang.

Eliza menangis sesegukan.

Kata-kata Mihran sesaat sebelum pernikahannya terus saja menghantui Eliza. Juga bayangan kemesraan yang ditunjukkan Amaliya dan Mihran dihadapannya. Sungguh menyakitkan.

"Betapa beruntungnya kamu, Amaliya. Kamu punya segalanya. Karir yang bagus, keluarga yang menyayangimu, anak dan suami juga cinta yang utuh ...."

Eliza pun meluruhkn tubuhnya ke lantai. Dengan shower yang tetap menyala, ia biarkan tubuhnya terus dialiri air, sama seperti airmatanya yang terus mengalir.

"Andai kamu tahu, Amaliya, alasanku menangis ... Aku menangis karena tinggal selangkah lagi aku melupakan suamimu tetapi semuanya gagal, hancur berantakan. Dihadapanmu dan dihadapan Mihran, aku hanya orang yang patut dikasihani. Apa ini akan selalu menjadi kejadian tragis dan menangis dihadapan kalian."

****

"Sayang, kamu benaran mau tidur sama Eliza?"

Mihran layaknya anak kecil yang sedang marah saat keinginannya tidak terpenuhi. Wajahnya kesal.

"Sayang, kamu jangan kayak anak kecil ah. Aku cuma mau mastikan malam ini dia tenang. Kamu tahu kan, hari ini banyak hal berat yang dia lewati," bujuk Amaliya mencium kening suaminya.

"Ya udah deh," ujar Mihran. Setengah hati ia pun mengijinkan dan tersenyum juga membalas mencium kening Amaliya.

Alia pun masuk ke dalam rumahnya. Oma Siska yang marah pun hanya mengantarnya tanpa ikut turun dari mobilnya.

"Tante siapa?" tanya Alia sambil menarik ujung baju Eliza.

"Hei, ini pasti Alia. Tante Eliza, kawannya Bunda," ujar Eliza mengulurkan tanggannya. Alia bersikap dingin dan berlari.

Di depan kamarnya, Alia pun mengeluarkan gawainya. Ia mencoba menghubungi Oma buyutnya. Tetapi panggilan Alia tidak juga digubris oleh sang Oma yang masih marah karena merasa dicuekin saat dicafe tadi.

"Alia telepon Oma ya? Tante kangen deh sama Oma," tegur Eliza, membuat Alia kesal.

"Tante ikutin Alia ya?" ujar Alia mendengus.

"Nggak kok. Alia, Tante Eliza kan sementara akan tinggal di sini, boleh nggak kita jadi akrab?" bujuk Eliza.

Tanpa menjawab, Alia pun masuk ke dalam kamarnya. Eliza pun tersenyum melihat tingkah gadis kecil yang menggemaskannya itu.

Di dalam kamar Alia

Alia terus berusaha menghubungi Oma Siska. Akhirnya usaha itu pun membuahkan hasil.

[Hallo, kenapa?]

Oma Siska masih ketus menjawab panggilan cicit kesayangannya itu.

[Oma, please deh! Jangan suka pura-pura benci! Alia mau curhat nih Oma. Oma, sekarang Tante Eliza tinggal di rumah Alia]

Info dari sang cicit membuat kuping Oma Siska pun panas.

[Whaaaaaaattttt????]

Oma Siska pun menahan gemuruh amarahnya dan mematikan gawainya.

"Lihat saja nanti!" gumam Oma.

****

"Kamu mau tidur sama aku?" tanya Eliza, saat Amaliya datang menghampirinya di kamar dengan membawa dua set mukena.

Amaliya pun mengangguk

"Aku kangen deh saat kita SMA dulu. Aku sering menginap di rumah kamu. Kamu dulu sering bilang kesepian karena kamu anak tunggal dan hanya berdua sama papa kamu di rumah," ujar Amaliya mengingat memori persahabatannya dengan Eliza semasa sekolah dulu.

Eliza pun tersenyum.

"Sekarang kita salat bareng-bareng yuk sebelum tidur. Supaya hati kamu lebih tenang," ajak Amaliya.

Amaliya dan Eliza pun mengambil wudhu.

Eliza dan Amaliya pun salat. Selesainya, Amaliya dan Eliza pun sama-sama berdoa.

Amaliya prayer's

Ya Allah jagalah sahabatku. Jangan biarkan dia sedih berlarut-larut. Pertemukanlah dia dengan jodoh yang tepat Jodoh yang Engkau pilihkan untuknya. Sungguh, tidak ada kebahagiaan yang lebih indah saat aku melihatnya bahagia bersanding pria yang mencintainya .... "

Eliza prayer's

Ya Allah, selama ini hamba berusaha untuk mendapatkan cinta. Tetapi, hamba selalu gagal. Ada ruang kosong di hati hamba. Ruang yang dulu ditinggalkan seorang yang mati-matian hamba lupakan. Ya Allah, hamba mohon, berikanlah cinta ke dalam hidup hamba. Agar ruang kosong itu terisi oleh cinta yang mampu membuat hamba bahagia."

Amaliya prayer's

Ya Allah, pertemukanlah Eliza dengan cinta sejatinya ...."

bersambung ....