webnovel

First Mission

Siklus pergantian siang dan malam sudah terjadi sebanyak 20 kali.

Butiran putih salju sudah mulai turun di luar.

Kesunyian di kota ini semakin terasa terbawa oleh dinginya salju.

Tak ada yang berubah dengan keseharian Pungu setelah menandatangani kontrak 20 hari lalu.

Mereka memberi alasan bahwa belum saatnya misi untuknya di keluarkan.

Meskipun harusnya ia senang karena di bayar mahal tanpa harus melakukan apapun, ia merasa ada sesuatu yang salah.

Rasa takut mulai mencengkram saat memikirkan misi apa yang harus ia jalani kelak.

Jika itu adalah misi bunuh diri keluar benua maka ia akan tamat.

Ia harusnya sudah mengira bahwa Red Dust bajingan itu berbau amis, mereka sangat mencurigakan pada awalnya.

Namun apa dikata, nasi sudah terlanjur matang.

Setelah kontrak berdurasi 4 tahun itu di tanda tangani ia hanya bisa pasrah.

*Tiringringtiring

Layar yang sedang mempertontonkan sebuah video kini berubah menunjukan sebuah nomer memangil.

Membunyikan speaker agar ia tak harus menempelkan ponsel panas itu ke telinganya, suara jernih wanita segera terdengar.

"Datanglah ke kantor cabang Sarveyor. Kami sudah menyiapkan misi untukmu"

Akhirnya

Akhirnya kehidupanya bisa sedikit berubah.

Walaupun ia benci meninggalkan kamar ini terlalu lama, mengerjakan sesuatu setelah sekian lama menganggur membuatnya penuh akan ekstasi.

Beberapa hari lalu ia bahkan membeli pakaian formal yang akan ia pakai jika sewaktu waktu harus bekerja.

Tak memperdulikan salju yang masih turun, Pungu pergi dari kamarnya menggunakan setelan jas hitam.

Bahkan ia sampai sampai menunggu taksi yang ia pesan di luar ruangan karena ingin orang orang tahu bahwa ia akan pergi bekerja.

Waktu yang di butuhkan untuk pergi ke kantor cabang hanya sekitar 20 menit.

Sebuah bangunan dengan logo Red Dust terpampang jelas di atasnya.

Bangunan itu cukup besar jika mengingat bahwa ini hanyalah kantor cabang.

Memasuki gedung ia bisa melihat seorang resepsionis yang duduk tenang di lobby.

Sembari memasang senyum, Pungu menyerahkan kartu tanda pengenal yang ia dapat beberapa waktu sebelumnya kepada sang resepsionis.

"Selamat datang. Kepala cabang sedang menunggu di lantai 3."

Malu bertanya sesat di jalan, tapi ia tak peduli.

Setelah bertingkah keren wajahnya akan memerah jika ia menanyakan dimana letak ruangan kepala cabang.

Menaiki lift yang berada di dekat sana, Pungu menekan tombol "3".

Di tengah kesunyian dalam lift itu Pungu berharap cemas tentang misi apa yang akan ia terima.

Pintu lift dengan cepat terbuka menunjukan lorong dengan banyak pintu di kedua sisinya.

Beruntungnya, semua ruangan memiliki tulisan kecil yang menunjukan ruangan milik siapa sehingga ia tak harus malu bertanya kesana kemari.

Membuka pintu dengan tulisan kepala cabang, ia melihat seorang pria mengenakan kacamata yang tampak sedang sangat sibuk dengan semua dokumen yang ada.

"Selamat datang Mr. Pungu"

Mengangguk menghadapi sapaan sopan pria itu, Pungu duduk di kursi yang berhadapan dengan kepala cabang.

"Ini misimu. Kau bisa memulainya minggu depan"

Pungu mengambil amplop coklat yang di serahkan padanya.

Membaca apa isi di dalamnya membuat alisnya mengerut.

Dalam misi itu ia harus memasuki akademi liniun.

Akademi Liniun merupakan salah satu sekolah militer terbaik di dunia, jika membicarakan mengenai ketenaran maka tak ada sekolah lain yang sebanding denganya.

"Maaf pak, tapi bukankah akademi militer melarang pihak luar untuk mengambil intervensi dalam membidik para murid ?"

"Ya. Itulah kenapa markas pusat memutuskan mengirimu. Jika kau masuk sebagai murid mara ceritanya akan berbeda."

Walaupun Pungu tahu logika sederhana semacam itu, sebenarnya bukan itu yang mengganggu pikirannya.

Sebagai akademi yang menyandang nama salah satu yang terbaik di dunia, test masuk Liniun sangat gila.

Sebagai orang yang gagal ujian masuk universitas 2 kali ia sudah pasti akan gagal jika mengikitu test Liniun.

Belum lagi mengenai batasan umur, saat test Liniun diadakan tahun depan umurnya sudah menginjak kepala 2 yang mana sudah melewati ambang batas Liniun.

"Umurku tak memenuhi syarat untuk mengikuti test Liniun tahun depan pak"

"Kau belum membaca semuanya ? kau akan masuk sebagai murid rekomendasi bulan depan. Semuanya ada dalam amplop itu. Bacalah dengan seksama"

Selama 5 menit berikutnya Pungu membalik balik kertas itu dan membaca isinya.

Alisnya segera terangkat setelah membaca beberapa konten di dalamnya.

Misi untuk mengamati para murid dari dekat dan mencoba merekrut mereka seperti yang di harapkan menjadi prioritas utamanya.

Namun terdapat 2 misi tambahan yang harus ia lakukan saat berada di dalam akademi.

"Kalau begitu aku pergi dulu pak"

"Semoga berhasil"

Menaiki lift untuk turun kebawah sebuah tawa tiba tiba muncul di mulut Pungu.

Rasa manis menyembur keluar dari hatinya.

Segera menutup mulut yang melengkung semakin lebar, takut jikalau ada orang yang mendengar.

Sebuah imajinasi yang selalu ia pendam kembali berhembus.

Memikirkan bagaimana ia menjadi murid yang masuk secara tiba tiba di pertengahan semester dan menjadi sorotan utama membuat pikirnya berbinar.

**

Tak seperti biasanya dimana ia hanya tergeletak menyamar menjadi sayuran.

Kali ini Pungu melakukan berbagai latihan rumahan untuk memanaskan fisiknya.

Sayuran yang sudah disimpan selama 2 tahun penuh tentu akan layu bahkan sudah menjadi debu.

Untuk pasar besar seperti Liniun yang memiliki standar tinggi, ia perlu menumbuhkan kembali daun daun dalam dirinya yang telah kering.

Walau butuh waktu sampai daun daun itu matang kembali, setidaknya ia tidak datang ke Liniun sebagai remahan daun kering.

"109..110.. Argh !"

Otot ototnya yang tak pernah bekerja selama beberapa tahun terakhir telah menjadi lembek.

Tulang belakang yang sudah lentur bagai jelly terasa begitu pegal saat dipaksa melakukan beberapa pekerjaan.

Otot trisep yang kecil bagai helaian kacang panjang juga terasa bergetar sekarang.

100 repitisi yang ia lakukan sudah merupakan batasnya, ini bahkan baru set pertama dalam rangkaian rencana pelatihan yang ia buat.

Otot otot ia paksa bekerja bagai budak, bangkit dan mengambil posisi sit-up Pungu bersiap melanjutkan latihanya.

Malam yang selalu terasa singkat baginya kini terasa begitu panjang.

Bunyi tiap detikan jam dinding tua bagaikan suara bom waktu.

"190..191..192.."

Perutnya memiliki kualitas yang lebih baik jika di bandingkan otot lain.

Melakukan 5 set dengan 200 repitisi, ia memaksa perut itu memasuki kondisi menyakitkan hingga membuatnya gemetaran.

2 jam berlalu akhirnya ia bahkan tak bisa menggerakan satu jari pun.

Nafasnya terpingkal pingkal, apa yang ia rasakan bukan lagi rasa pegal tetapi nyeri hebat yang melanda.

Masih ada tujuh hari lagi sebelum ia berangkat menuju Liniun.

Ia merasa latihanya kurang, jika saja otot otot ini terbuat dari jaring laba laba maka ia akan melakukan semua latihan ini selama 24x7.

Mengendalikan Akius di sekitarnya, aliran udara segar mulai menyelimuti tubuh yang basah oleh keringat.

Akius, sebuah energi misterius yang menyelimuti seluruh dunia.

Layaknya udara yang berada di setiap bagian terkecil dunia, Akius juga ada disana.

Sebagai seorang penerima berkat alam, Pungu dapat mengendalikan Akius lebih mudah dari orang lain.

Kekuatan yang selalu ia lupakan karena benar benar biasa.

Tidak sekuat orang yang dapat memanipulasi Akius menjadi berbagai macam kekuatan.

Tidak selemah orang orang yang bahkan tak bisa merasakan Akius.

Ia bahkan sering lupa bahwa dirinya adalah seorang penerima berkat alam.

Meskipun Red Dust sendiri mengatakan berkat alamnya adalah sesuatu yang spesial, ia tahu dirinya sendiri lebih dari siapapun.

Mengurung diri di kamar seharian selama beberapa tahun membuatnya sudah lebih dari cukup untuk merenungi siapa dirinya sendiri.

Jika kekuatan ini begitu kuat dalam pertempuran, maka ia tak akan mendaftar universitas dan hanya akan pergi ke akademi militer.

Menggunakan kekuatan ini setelah sekian lama, ia merasa seperti tanaman kecil yang akhirnya terkena embun pagi.

Cahaya mentari mengenai dedaunan membuat daun daun yang layu kembali menjadi segar.

Masih mengenakan kaos tipis yang sama ia segera bangkit keluar dari kamar.

Mengenakan celana pendek dan bertelanjang kaki menembus daratan yang sudah menjadi putih karena salju.

Dinginya udara membuat otot ototnya mengeras, tulang tulangnya menggigil.

Berlari untuk pertama kalinya dalam 2 tahun membuat paru parunya terasa terbakar.

Dinginya salju hanya membuat kulitnya pucat, tak membuat api di dalam tubuhnya padam.

Hangatnya keringat yang keluar membuat butiran salju yang awalnya menempel mulai mencair turun.

Baru berlari sejauh 5 km rasanya otot betisnya akan sobek tak kuat menahan beban tubuhnya lagi.

"Hah..hah..hah.."

Setiap hembusan nafas mengandung uap udara yang menyerupai asap saat ia merokok.

Rutinitas ini ia lakukan selama seminggu penuh, Pungu sama sekali tak merasakan kekuatanya bertambah sedikitpun.

Hanya rasa sakit di sekujur tubuhnya yang tersisa.

Surat rekomendasi dari Red Dust telah dikirim kepadanya beberapa hari lalu.

Koper di sudut ruangan sudah menampung semua barang bawaanya yang tak seberapa.

Hari ini, Pungu siap berangkat menuju tempat besar sekelas Liniun.

Tempat yang bahkan tak pernah ia bayangkan untuk masuk ke dalamnya.