webnovel

Bab 15 Memenuhi Impian Ibu

"Kenapa Ibu hanya diam saja? Apakah Ibu setuju dengan pilihan Clara?" Dahi Laura berkerut.

Dia tampak tidak senang dengan reaksi Esther. Apakah orang tua siswa ini tidak mau mendengarkan perkataan guru?

"Tentu saja Clara bebas memilih jurusan dan universitas yang dia inginkan." balas Esther dengan tenang.

Pernyataan Esther sangat masuk akal karena ingin menghormati keinginan putrinya. Tetapi, Laura langsung marah.

Wanita paruh baya itu berdiri, "Saya mengerti maksud Ibu. Saya datang ke sini untuk memberi penjelasan. Clara hanya mendaftar ke Universitas Nasional. Jika nilainya tidak memenuhi standar penerimaan mahasiswa baru, dia tidak akan bisa melanjutkan studinya. Hal ini bukanlah tanggung jawab para guru di sekolah. Kami sudah memberi nasihat, namun Clara tetap bersikeras mendaftar ke fakultas kedokteran. Saya ulangi sekali lagi, putri Ibu tidak mungkin diterima di fakultas kedokteran Universitas Nasional."

"Tapi jika Rara berhasil lulus tes..." kata Esther dengan suara bergetar.

"Apakah Ibu masih tidak mengerti? Saya sudah mengatakan putri Ibu tidak akan diterima di universitas itu!"

Wajah Esther berubah menjadi pucat saat mendengar perkataan Laura. Dia tidak mengerti kenapa guru putrinya tiba-tiba marah. Bukankah ujian UMPTN baru akan diadakan beberapa hari lagi? Kenapa guru ini sangat yakin Rara tidak akan lulus?

"Baiklah. Singkat kata, Clara tidak mungkin diterima di Universitas Nasional dan dia tidak mungkin melanjutkan studinya di universitas lain. Kalian tidak boleh melimpahkan kesalahan pada para guru. Sebagai seorang guru, saya memiliki banyak pengalaman dalam mendidik siswa.

Saya akan berkata jujur. Dengan kondisi keluarga seperti ini, kalian ingin Clara menjadi dokter? Jangan bermimpi terlalu tinggi. Keluarga kalian bukanlah keluarga dokter, apakah kalian memiliki koneksi yang kuat sehingga dapat menjamin Clara akan mendapat kerja di rumah sakit setelah lulus?"

"Kakak sepupu saya bekerja di rumah sakit..." Esther berusaha membela diri.

"Sepupu bukanlah keluarga dekat. Apakah Ibu pikir sepupu Ibu dapat membantu Clara?" potong Laura.

Clara yang mendengarkan percakapan dari dapur, tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalanya. Ternyata guru dan tantenya memiliki pemikiran yang sama.

  Wajah Esther berubah menjadi cemberut. Sejak berkunjung ke rumah sepupunya, entah kenapa dia merasa Lina tidak pernah berniat untuk membantu Clara.

"Baiklah, saya rasa cukup sekian. Kalian tidak mengerti kemampuan keluarga kalian sendiri. Wajar saja jika Clara bermimpi terlalu tinggi." Laura menggelengkan kepala sambil berjalan keluar rumah Clara.

"Mami, ayo minum segelas air. Wajah Mami terlihat pucat." Clara menuangkan segelas air hangat untuk ibunya.

Esther menerima gelas sambil merenung, 'Apakah perkataan guru Rara memang benar? Rara memilih Universitas Nasional?'

"Hei..." Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari arah pintu sehingga percakapan ibu dan akan itu terganggu. Mereka berdua menoleh ke arah pintu secara serempak dan melihat Bagas telah kembali.

   Pria paruh baya itu masuk ke dalam rumah dan memarahi istrinya, "Aku dengar guru Rara datang berkunjung? Apa yang telah kamu lakukan? Aku dengar dari tetangga sebelah kalau guru Rara marah besar."

Para orang tua pada masa itu sangat takut menyinggung perasaan guru anak-anak mereka.

"Tidak, tidak." Esther buru-buru menjelaskan pada suaminya, "Guru Rara datang ke rumah untuk memberi penjelasan mengenai formulir ujian UMPTN."

"Aku dengar kamu tidak mendengarkan nasihat guru dan kakekmu. Kamu masih bersikeras memilih jurusan kedokteran?" kata Bagas sambil menunjuk ke arah putrinya. Wajahnya terlihat seolah ingin memukul Clara.

Siswa jurusan ilmu pendidikan akan mendapat beasiswa dan uang saku bulanan. Jurusan lain tidak mendapat keuntungan seperti ini.

"Sebaiknya kamu menurut dan menjadi seorang guru. Jangan membuat masalah, keluarga kita tidak punya uang untuk membayar uang kuliahmu yang mahal!"