webnovel

(7) Emptiness

Wanita di depanku tampak terkejut. Air mukanya jelas terlihat kesal. Kesan seorang wanita polos yang cantik dan manis yang sejak tadi dia tunjukkan di depan ibu perlahan memudar. Hyeri menatapku dengan pandangan sinis.

"Apa maksudmu Junghyon? Sepertinya kau sudah salah mengartikan diriku dua kali hari ini."

Aku mencoba untuk tetap memasang senyum.

"Oh, benarkah? Maafkan aku."

Hyeri mengambil gelas dari atas meja, meneguk isinya sedikit sebelum mengembalikan benda itu ke posisi semula. Wajahnya kini tampak lebih tenang. Dan gesturnya kelihatan santai. Dia benar-benar penipu handal. Dengan kemampuan acting seperti itu aku berpikir kenapa dia tak jadi artis saja?

"Aku tidak akan berbohong padamu dan sepertinya kau tahu betul apa maksud ibumu memperkenalkan kita. Ya, memang benar Junghyon orang tuaku dan ibumu sudah merencanakan perjodohan kita. Tapi, kau jangan terlalu percaya diri karena belum tentu aku juga menyetujuinya."

"Baguslah kalau begitu," kataku bersemangat.

Hyeri menaikan satu alisnya. "Kau kelihatan senang?"

"Tentu mengapa tidak? Jika kau menolak perjodohan ini dari awal justru akan lebih baik."

Lagi-lagi perkataanku membuat Hyeri tidak senang. Dia berusaha menenangkan diri. Aku tahu dia tidak marah karena aku menolak perjodohan ini secara terang-terangan, tetapi karena perkataanku yang terus menyakiti harga dirinya.

Wanita seperti Hyeri sama saja seperti ibuku, bagi mereka popularitas, status sosial, dan harga diri ada di atas segalanya.

Mereka merasa menjadi yang paling berharga karena memiliki semua kualitas itu. Karenanya mereka tidak akan pernah tahan sedetik pun jika ada seseorang yang melukai semua itu.

Aku bahkan tidak terkejut kalau tiba-tiba saja Hyeri menyiram air di depannya ke wajahku saat ini.

"Apa menurutmu aku bukan wanita yang menarik?"

Pertanyaannya membuatku ingin tertawa, tapi ku tahan karena aku tak ingin mempermalukannya.

"Kau wanita yang menarik, nona Min Hyeri. Tapi perjodohan ini? Hah.." aku mengembuskan napas panjang. "Begini, menikah tidak pernah ada di dalam kamus hidupku. Dan kukatakan sebuah rahasia yang mungkin akan mengejutkanmu. Aku tidak pernah menyukai wanita."

***

Aku tidak dapat menebak respon Hyeri setelah mendengar pengakuan yang tadi kukatakan padanya. Wajahnya tentu saja pucat. Dan seperti yang bisa kutebak sama seperti orang lain dia langsung memberikan tatapan jijik padaku. Tapi itu hanya berlaku sesaat sebelum kemudian dia tersenyum dan terdiam seolah sedang memikirkan sesuatu.

Ah,, aku benar-benar tidak menyukai wanita itu. Dia kelihatan licik.

Setelah acara makan kami yang tidak membuahkan apa-apa aku memutuskan kembali ke apartemen. Aku tidak tahu apakah wajar bagi seorang pegawai kantoran untuk pulang di siang hari begini.

Matahari saja masih terik di atas langit. Tapi, aku tidak tahan jika harus kembali ke kantor dan menemui ibu. Dia hanya akan bertanya mengenai kencan dadakanku bersama Hyeri alih-alih memberikanku pekerjaan.

Tiba di apartemen aku tak menjumpai Seo Ju. Entah ke mana perginya pria itu. Apartemenku sepi. Seo Ju memang memiliki apartemen miliknya sendiri. Tapi, sudah dari beberapa bulan yang lalu dia selalu menginap di tempatku.

Dan tanpa sadar membawa barang-barangnya ke sini. Kami tidak pernah membicarakan soal tinggal bersama karena bagiku rumahku adalah milik Seo Ju dan aku pun berharap dia berpikiran yang sama.

Aku segera melepas semua atribut yang sedari tadi membuatku sesak dan susah bernapas. Dasi dan kemeja ketat ini bukan selera pakaian yang ku suka.

Aku tidak pernah membayangkan akan memakai sesuatu semacam ini di masa depan. Tetapi, mulai sekarang aku harus membiasakannya karena aku ingin menata masa depan yang lebih baik untukku dan tentu saja untuk Seo Ju.

Setelah berganti pakaian aku duduk di depan komputerku. Perangkat itu dalam keadaan mati. Biasanya aku selalu menyalakannya untuk melakukan pekerjaan.

Streaming, bermain game, dan berbagai hal yang kulakukan di sana mungkin terlihat sepele tapi aku menikmatinya.

Aku selalu bekerja keras dalam menghasilkan uang dan menghidupi diriku. Dan sejenak meski melelahkan aku merasa puas dengan hasil yang kubuat. Tapi sekarang aku harus melakukan sesuatu yang sama sekali di luar duniaku.

Bahkan ketika aku tak berbuat apa pun saja aku sudah merasa lelah dan pusing. Aku tidak dapat membayangkan bagaimana kehidupanku dalam beberapa tahun ke depan.

Entah sudah berapa lama aku berdiam diri di meja kerjaku, sampai tanpa sadar aku malah tertidur di sana. Aku menggeliat merasakan keram di punggungku.

Ketika aku menegakkan tubuh, sebuah selimut terjatuh dari pundakku. Aku tidak ingat memakaikan diriku sendiri selimut sebelumnya. Tiba-tiba jantungku berdebar. Jangan-jangan itu Seo ju.

Tanpa dapat kutahan aku langsung berlari ke luar kamar dengan semangat. Aku tidak bisa menahan diriku sendiri untuk segera melihat Seo Ju.

Pria itu sedang di dapur, bergelut dengan sesuatu. Aku menghampirinya dan sejenak muncul niat dalam diriku untuk mengejutkannya.

Aku mengendap-endap dari belakang berusaha menahan suara. Lalu kemudian ketika kami sudah dekat, aku melompat dan memeluk tubuh besarnya dari belakang. Seo Ju tentu saja terkejut, tapi dia tersenyum senang dengan kejutanku.

"Kau dari mana?" kataku masih memeluknya.

"Dari apartemen. Baru bangun?" dia membalikan badan. Menangkupkan kedua telapak tangannya pada wajahku. "pasti melelahkan hari ini."

Kalau kuberi tahu pada Seo Ju bahwa hari ini aku tidak bekerja dan justru dipaksa kencan dengan seorang wanita. Apakah dia akan memanjakanku begini atau malah menceramahiku?

"Tidak."

"Baguslah kalau begitu. Mari kita makan dulu kau pasti belum makan sejak tadi."

Seo Ju meraih tanganku dan menarikku untuk duduk di meja makan. Di sana sudah ada beberapa makanan tersedia.

"Sudah pukul berapa sekarang?" tanyaku sambil menyendok nasi dari mangkuk.

"Pukul tujuh."

Aku terkejut. Aku tidur selama itu?

Aku memerhatikan Seo Ju yang masih sibuk mengambilkan lauk dari dapur.

"Duduklah di sini dan ikut makan bersamaku."

Seo Ju tersenyum tapi masih tak mau menghentikan aktivitasnya. "Aku sudah makan."

Sejenak aku memerhatikan penampilan Seo Ju. Pria itu kini memakai pakaian rapi lengkap dengan mantel dan syal di lehernya. Dia juga kelihatan berdandan. Rambutnya tersisir ke belakang dan tampak basah karena gel. Apakah dia mau pergi ke suatu tempat?

"Kau mau ke mana?"

"Ke tempat kerja. Ah, aku lupa memberi tahumu, hyung. Malam ini aku harus ke Daegu untuk pemotretan salah satu model mendadak sakit dan aku harus menggantikannya. Aku ke sini untuk mengambil beberapa barang dan menyiapkan makan malammu."

"Jadi kau akan pergi lagi? Setelah sehari baru pulang?"

Seo Ju terdiam. Aku tahu nada bicaraku barusan pasti terdengar tidak enak di telinganya. Tapi, aku tidak dapat menahan luapan emosi dalam diriku. Baru kemarin dia pulang dan kini dia akan pergi lagi.

Kami bahkan tidak sempat menghabiskan waktu bersama kemarin. Aku menyadari tingkahku mungkin terlihat egois. Tapi apa yang bisa ku lakukan aku merindukannya.

"Maaf kalau aku terdengar kesal," kataku berusaha mencairkan suasana di antara kami.

Seo Ju menghampiriku. Lengannya yang tidak begitu kekar tetapi kuat dan hangat memelukku. Aku terdiam dalam dekapannya. Aku dapat mendengar suara detak jantungnya, menghirup aroma tubuhnya, dan merasakan kehangatan dirinya.

"Maafkan aku, hyung. Aku benar-benar sibuk sampai tidak bisa menghabiskan waktu denganmu."

"Sampai berapa lama kali ini?"

"Hanya tiga hari, hyung."

Aku mendesah. Hatiku sesak sekali rasanya. Aku ingin mencegah Seo Ju pergi. Aku ingin dia tetap di sini, memelukku seperti ini, memberikan hatinya dan dirinya sepenuhnya hanya untukku. Tapi, aku tidak berdaya. Perlahan aku melepaskan diri dari dekapannya.

"Aku mengerti."

Seo Ju merunduk, mengecup keningku. "Aku berjanji setelah ini aku akan menghabiskan waktu denganmu."

Aku tidak dapat membalas kecupannya, tidak juga menjawab janjinya. Aku percaya pada Seo Ju lebih daripada aku mempercayai diriku sendiri. Tetapi, diriku tidak tahan melihatnya melangkah pergi dari apartemenku.

Menemaninya hingga keluar pintu hanya membuatku semakin ingin menarik dirinya, mengunci dirinya, dan membuatnya hanya menjadi milikku sendiri. Aku tidak ingin menjadi monster yang mengerikan seperti itu. Jadi kutahan diriku sebisa mungkin.

Setelah Seo Ju pergi apartemenku kembali sepi. Rumah ini seperti ruangan kosong yang menyesakkan. Dan semua makanan di depanku seperti racun. Aku tidak ingin semua ini. Aku hanya ingin Seo Ju. Aku memang sudah gila dan tidak dewasa.

***

To be continue…