Seminggu sudah terlewati dan aku masih terjebak oleh prasangka-prasangka yang kubuat sendiri. Semalam Seo Ju menelponku. Suaranya begitu bersemangat menceritakan semua pekerjaan yang berhasil dia lakukan dengan sukses. Aku menimpalinya sebisaku, meski perasaan cemas itu tak tertahankan.
Aku ingin membagi keraguanku pada Seo Ju. Namun, aku berhasil menutupinya. Seo Ju pasti akan khawatir kalau aku mengatakan perihal perkataan ibu tentang dirinya dan masa depan kami berdua.
Pagi ini aku memutuskan untuk berkeliling kota. Berniat mencari ketenangan. Nanti malam penerbangan Seo Ju akan tiba, aku tidak ingin terlihat kalut di depannya. Jadi kuputuskan sebelum matahari terbenam perasaanku harus membaik dan salah satu cara yang bisa kulakukan adalah berkeliling.
Dulu aku punya motor yang bisa kugunakan untuk jalan-jalan sebelum akhirnya kujual karena merasa tak lagi membutuhkannya. Dulu semua kebutuhanku selalu dipenuhi oleh kedua orang tuaku.
Layaknya remaja laki-laki pada umumnya aku dulu juga suka bersenang-senang, membolos di jam pelajaran yang membosankan, melakukan balapan jalanan secara spontan bersama teman-temanku, berkumpul di tempat karaoke atau arkade permainan hingga larut malam.
Namun, semenjak kuliah dan berkencan dengan Seo Ju tentu saja itu semua berubah.
Kawan-kawan sekolah yang mengetahui aku berkencan dengan laki-laki mulai menjauhiku. Pada mulanya aku terganggu, kesal, dan marah. Tapi, Seo Ju berhasil menghapus semua perasaan itu. Selagi aku bersamanya aku merasa tak membutuhkan siapa pun di dunia ini.
Terdengar egois dan kekanakan memang. Kalau dipikir-pikir lagi perkataan ibu ada benarnya. Cintaku dulu adalah perasaan anak muda yang masih labil dan rapuh.
Kini ketika aku sudah semakin dewasa bukankah seharusnya cinta ini juga berubah? Adakah masa depan yang berbeda untuk hubunganku dan Seo Ju sekarang?
Berjalan-jalan di pusat kota ternyata cukup melelahkan. Aku memutuskan singgah di salah satu kafe untuk menghabiskan waktu. Aku memesan kopi dan kudapan manis di konter pemesanan.
Sembari menunggu pesananku datang aku memerhatikan jalanan dari balik dinding kaca. Ada beberapa pasangan muda-mudi di sana. Di bawah pepohonan dan di tengah udara dingin yang menyejukan pasti menyenangkan kalau kau bisa berjalan bergandengan tangan bersama kekasihmu.
Aku mulai membayangkan jika aku dan Seo Ju juga dapat melakukan hal yang sama. Entah akan bagaimana pandangan orang-orang terhadap kami. Mungkin jijik?
"Pesanan atas nama Junghyon." Salah seorang pegawai kafe memanggil. Pesananku ternyata sudah siap. Aku mengalihkan pandangan, lalu mengambil kopi dan bungkus kue dari perempuan yang baru saja memanggilku.
"Terima kasih."
Kini aku duduk di salah satu meja di luar kafe. Aku menyeruput perlahan kopiku yang masih panas. Uap-uap yang keluar dari penutup gelas memberikan udara hangat di sekitar bibirku. Rasanya menenangkan.
Aku baru saja akan mengambil kudapan ketika mendadak terdengar bunyi gesekan dari kursi yang berada di dekatku.
Seorang pria yang entah muncul dari mana duduk begitu saja di sana. Perhatiannya terfokus pada ponselnya hingga dia tak menyadari ada aku yang terkejut karena kedatangannya.
Wajah pria itu cukup tampan, kutaksir umurnya mungkin sekitar tiga puluhan. Sejujurnya aku bukan tipe yang senang memperhatikan penampilan orang lain terutama pada orang asing yang baru kutemui di jalan. Tapi, entah mengapa sejak kedatangannya mataku tak bisa lepas untuk memandanginya.
Aku tidak tahu sejak kapan pria itu mulai merasa dipandangi, tapi secara mengejutkan dia menoleh ke arahku. Matanya yang tajam langsung memberiku sinyal tidak nyaman.
"Ada apa?" tanyanya padaku.
Aku mengerutkan kening sesaat. "Oh, tidak, tapi kau duduk di mejaku."
"Apa kau sedang menunggu seseorang?"
Aku menggeleng.
"Baiklah berarti kursi ini kosong bukan?"
Tanpa menunggu responku pria itu kembali fokus pada ponsel ditangannya acuh tak acuh. Oh, sepertinya pria yang arogan.
Aku tidak terlalu menyukai jenis orang macam ini dan tidak peduli juga. Aku menghabiskan kopi dan kudapanku tanpa memperhatikan pria itu lagi. Hingga makananku habis dia masih duduk di sana seraya bermain dengan ponselnya.
Aku mengambil ponsel milikku dan mengecek jam. Ternyata sudah pukul tujuh, sebentar lagi Seo Ju akan tiba. Aku harus segera ke bandara untuk menjemputnya.
Aku mengambil mantel yang sempat ku lepas, lalu bersiap pergi. Pria tadi sempat melirik gerakanku dan aku menangkap matanya ketika memandangku.
"Kau akan pergi?" tanyanya tanpa kuduga.
"Ya."
"Boleh kutahu namamu?"
Aku terdiam sesaat. Namun kuputuskan untuk mengabaikannya.
"Tidak." Dan aku langsung berlalu pergi meninggalkannya. Orang-orang jaman sekarang banyak yang aneh ternyata.
***
Untunglah kemacetan di jalan tidak membuatku terlambat menjemput Seo Ju. Aku akan merasa sedih jika Seo Ju harus menunggu lama. Sekarang dia pasti terlalu lelah dan ingin segera beristirahat begitu penerbangannya tiba.
Aku sedang menunggu di ruang tunggu ketika sumber suara menyampaikan informasi mengenai pesawat yang baru tiba. Dan itu adalah pesawat penerbangan Seo Ju.
Hatiku berdebar-debar menanti kedatangannya. Setelah seminggu ini bergelut dengan rindu akhirnya hari ini aku bisa melihat wajahnya lagi. Aku ingin sekali segera memeluk Seo Ju.
Beberapa saat menunggu dengan gelisah, akhirnya dari kejauhan aku melihat Seo Ju. Dia sedang berjalan menenteng koper kecilnya. Wajahnya yang ceria dengan senyum yang mengembang membuat hatiku seakan mau meledak.
Kalau saja di sana tidak sedang banyak orang aku pasti tak akan berpikir dua kali untuk berlari ke arahnya dan memeluknya seperti wanita-wanita di film picisan.
"Hyung!" Seo Ju melambaikan tangannya padaku.
"Seo Ju!" aku membalasnya. Aku tak bisa menyembunyikan kebahagiaan di wajahku. Orang-orang di sekitarku mungkin menyadarinya.
"Hyung, aku senang bisa melihatmu lagi. Aku sangat merindukanmu." Seo Ju merangkul bahuku. Sentuhan hangat yang sudah seminggu ini aku bayangkan setiap malam akhirnya bisa aku rasakan.
"Aku juga. Bagaimana pekerjaanmu, berjalan lancar?"
"Aku menikmatinya, hyung. Aku merasa setelah ini aku akan dapat banyak tawaran, mungkin bermain drama?" katanya sambil menebar tawa.
"Oh, tidak. Apa kau akan menjadi aktor sekarang? Haruskah aku mulai mempersiapkan diri jika fansmu semakin bertambah?"
Seo Ju tertawa lepas. "Aku hanya menginginkan fans ku yang satu ini," ujarnya sambil mengeratkan pelukannya padaku. "oh, iya kau sendiri bagaimana, hyung? Ada yang berbeda seminggu tanpaku?"
Aku terdiam. Tentu saja, ada yang berbeda Seo Ju. Kehidupanku terasa tidak lengkap tanpa kehadiranmu. Dan masalah tentang ibu. Aku masih belum bisa mengatakannya pada Seo Ju.
"Bisa aku ceritakan di perjalanan saja? Orang-orang mulai mencurigai kita," kataku sambil melirik ke sekitar.
Seo Ju melihat ke sekeliling dan mulai mendesah perlahan. "Oh, baiklah."
"Kau tahu aku tadi bertemu pria aneh."
"Pria aneh? maksudmu, hyung?"
Seo Ju menutup pintu mobil dengan cukup keras hingga membuatku terlonjak dari tempatku.
"Hey, kau tidak cemburu hanya karena aku menceritakan soal pria lain kan?"
"Ah, tidak, hyung. Maaf aku tidak sengaja."
Aku tersenyum melihat tingkah kikuk Seo Ju. Aku tidak tahu apa benar menceritakan soal pria di kafe tadi padanya. Seharusnya kejadian itu tidak penting, tapi aku berusaha mencari pengalihan. Sebab Seo Ju selalu tahu jika ada yang tidak beres, itu semua akan tergambar jelas di wajahku. Seolah aku punya peringatan di sana. Jadi, sebelum Seo Ju menyadarinya aku harus memberi topik lain.
"Ya, dia aneh sekali. Dia tiba-tiba saja duduk di dekat kursiku bahkan tanpa memesan kopi apapun. Dan kau tahu saat aku akan pergi dia menanyakan namaku."
Seo Ju tampak mendengarkan ceritaku dengan serius.
"Lalu?"
"Tentu saja aku tidak memberitahunya."
"Ah," dia mendesah panjang. "Aku tidak ingin meninggalkanmu lama lagi. Bagaimana kalau kau akan didekati pria lain. Ah, ini menganggu, hyung."
Aku terkikik, tingkah Seo Ju seperti anak kecil yang sedang merajuk. Demi menenangkannya aku meraih tangannya sambil terus fokus pada kemudi. "Kau sangat mencintaiku sepertinya."
"Tentu saja, hyung. Aku tidak ingin ada jarak lagi di antara kita. Aku ingin selalu di dekatmu."
Perkataan Seo Ju membuat hatiku menghangat. Seo Ju memang tidak pernah gagal untuk memberikanku kepercayaan lagi akan cinta kami.
Seharusnya aku tak mengkhawatirkan sesuatu yang tidak perlu. Biarkan saja jika semua orang di dunia ini meragukan perasaan dan hubungan kami.
Biarkan saja jika menikah tidak pernah ada di dalam opsi hidup kami. Seo Ju akan memberitahuku jika dia memang ingin melakukannya. Tapi, dia hanya berkata ingin bersamaku. Itu sudah cukup bagiku.
"Seo Ju ada hal lain yang ingin aku katakan."
"Ya, hyung?"
"Sepertinya aku akan bekerja di perusahaan ibuku?"
"Mengapa tiba-tiba? Apa ada sesuatu?"
"Umm, tidak juga. Ibu memintaku untuk menggantikan posisinya dan aku rasa aku akan mengambil tanggung jawab itu."
"Apa kau yakin?"
"Ya, karena ada sesuatu yang harus kuperjuangkan sekarang."
To be continue...