webnovel

Sindiran Keras

Sebelum meninggalkan stadion Karesso, Arya sempat ditelepon oleh sang pacar. Yang mana waktu itu Arya masih sangat sibuk dengan urusan keberangkatannya menuju Jakarta, memaksa panggilan tersebut harus diakhiri sesegera mungkin. Sebelum menutup teleponnya, Arya berkata pada Amelia jika ia akan memberi kabar begitu sampai di Jakarta. Namun hingga detik ini pun, tak ada ingatan tentang Amelia sedikit pun setelah ia meninggalkan kota asalnya.

"Sialan! Kok bisa-bisanya aku lupa, ya! Kira-kira Amel marah enggak, ya?" Arya bertanya-tanya dalam hati, pandangannya kini tertunduk, tak memperhatikan Coach Greg yang sedang mengoceh di depan para pemainnya. Ingin memberi kabar sekarang pun kelihatannya sudah sangat telat dan Arya sendiri merasa sang pacar akan marah besar jika ia baru menghubunginya sekarang.

"Arya Chayton, apa kau ada masalah?" Coach Greg tiba-tiba menghentikan penjelasannya ketika memergoki Arya terus menundukkan kepala sembari menutup kedua matanya.

Spontan saja para pemain Karesso langsung berbalik badan, melihat Arya yang terkejut dan terheran-heran. Saking terbawanya dengan penjelasan Coach Greg, Denny dan Loga sama sekali tak senang jika ucapan sang pelatih dicelah begitu saja. Keunggulan mereka saat ini nampaknya belum menghasilkan suasana positif meski mereka sedang beristirahat sekali pun.

"Ah, maaf, Coach. Saya pikir saya sedang tak enak badan, ternyata hanya gugup saja ketika bertanding bersama pemain profesional," jawab Arya mengasal.

Coach Greg sejenak mengerutkan keningnya lalu mengangguk pelan. "Oke, kalau kau sedang tak enak badan, kau bisa meninggalkan pertandingan ini dan beristirahatlah di ruangan ini. Jangan lupa minum banyak vitamin agar imun tubuhmu tetap terjaga."

"Mengerti, Coach."

Kemudian Coach Greg melanjutkan penjelasannya. Tanpa Arya sadari ternyata papan tulis tersebut sudah begitu penuh dengan berbagai coretan. Sebuah lapangan basket gambaran Coach Greg, serta bagaimana garis demi garis ditarik begitu sinkron dengan pikirannya. Latihan selama berbulan-bulan, Arya sudah mengetahui tipe pelatihnya seperti apa. Bahkan tak hanya sang pelatih, para pemain Karesso sekalipun sudah cukup Arya kenali jika mereka semua sebenarnya adalah pemain yang menurut dengan ucapan sang pelatih.

Sangat jarang Arya melihat atau mendengar ada pembicaraan antar pelatih dan pemain mengenai pendapat masing-masing. Biasanya mereka hanya berbicara pada Coach Greg ketika ada semacam taktik yang kurang dimengerti dengan penjelasan yang cukup singkat. Berharap ada satu atau dua pemain sesekali memiliki pemikirannya sendiri, namun Arya sadar jika itu semua sangat berlebihan mengingat posisinya sebagai pemain paling baru dan paling muda.

Sepuluh menit sudah berlalu dan mereka semua meninggalkan ruang pemain dan kembali ke lapangan. Terlihat kursi penonton berkurang drastis mengingat 10 menit bukanlah waktu yang sebentar bagi mereka menunggu para pemain bermain kembali.

Ketika Arya memasuki stadion bersama rekan-rekannya, untuk pertama kalinya ia mendengar jeritan dari kursi penonton. Jeritan tersebut sangat histeris hingga Arya tak bisa tak menoleh. Ternyata namanya dipanggil sangat kencang oleh salah satu pendukung Karesso sambil membawa sebuah spanduk besar.

Walau jarak antara mereka cukup jauh, namun suara dan spanduk itu bisa terlihat jelas olehnya. "WELCOME, ARYA CHAYTON! WE LOVE YOU!"

Denny dan Indra yang tak sengaja mendengar dan melihat spanduk tersebut, seketika langsung menggoda Arya dengan berbagai sindiran.

"Cie, cie! Baru juga jadi pemain baru, tahu-tahu udah ada fansnya. Kau bawa jimat apa dari rumah?"

"Kalau pendukungnya laki-laki, sih, masih masuk akal. Ini yang nyambut fans 6 orang, cewek semua pula. Tinggal pilih aja, Yak. Enggak usah pakai mikir-mikir segala!" Denny memukul punggung Arya hingga pemuda itu sempat meringis karena terkejut.

"Apaan, dah. Aku sudah punya pacar. Lagi pula dukungan semacam itu sduah biasa aku dapati. Apalagi pas masih SMA."

"Halah, enggak usah ngaku-ngaku punya pacar segala. Kelihatan dari wajahmu kalau setiap malam kau pasti memohon agar punya pacar cantik dan berdada besar. Ya, kan? Hahahah!"

"Haa!" Arya menggertak kedua seniornya yang sedang tertawa terbahak-bahak. Sungguh keterlaluan mereka berdua sampai menganggap Arya seperti itu. Toh, walau Arya sejak dulu tak pernah ada keinginan lebih untuk mencari pacar dan menunggu Amelia pulang ke Indonesia, dua kriteria yang disebutkan kedua seniornya sudah terpenuhi. Lantas Arya langsung memukul wajahnya sendiri ketika membayangkan semua itu, menampar pipinya berulang kali hingga tak terasa tahu-tahunya memanas.

"Lagian kalau soal pacar memang enggak ada tahu, ya. Loga aja bisa dapat pacar setelah bertahun-tahun, dan pacarnya sekarang salah satu fansnya sendiri."

"Nah, maka dari itu, mungkin kisah cintamu bisa jadi sama dengan Loga, Yak. Mumpung kau masih single, ya, kan? Daripada banyak memohon terus tiap malam, mending gas-in aja lah."

"Sudah dibilangin kalau aku sudah punya pacar. Lagi pula tak ada gunanya membahas ini ketika teman-teman lainnya sedang fokus pertandingan."

Baik Denny maupun Indra sama-sama menghela napas panjang.

"Yah, terserah kau saja. Kami hanya membantumu."

Indra mengangguk pelan sambil berdeham. "Lagi pula tak ada gunanya juga ngaku-ngaku punya pacar. Kau sendiri saja jarang megang ponselmu dari kemarin. Terdengar mustahil kalau seandainya kau punya pacar tapi dia tak marah."

Deg! Walau nada ucapan seniornya hanya sekedar gurauan, entah mengapa jantungnya seketika berhenti berdetak. Memang kebiasaannya selalu menghindari dari ponsel masih berlaku walau Arya sudah memiliki pacar. Mustahil atau tidaknya, Arya sendiri juga tak bisa memastikan mengingat ponselnya juga tak berbunyi lagi semenjak teleponan kemarin sore.

Sudah lewat dari satu hari dan Arya kali ini akan menancapkan ingatannya dengan sebuah kayu dengan papan yang bertuliskan "Jangan lupakan pacarmu!" Untuk sejenak Arya melupakan semua masalah itu setelah ia menancapkan hal tersebut dan mengabaikan para fansnya yang terus meneriaki namanya berulang kali.

***

Setelah beberapa menit, pertandingan dimulai kembali. Para penonton dan pemain sudah berada di tempat masing-masing. Pada babab ketiga kali ini Coach Greg masih menurunkan pemain yang sama sebelum babak kedua berakhir. Arya masih dicadangkan oleh sang pelatih mengingat permainan pemainnya yang sekarang masih bisa ungguk dari Jakarta Thunder. Sedangkan sudah dua babak berlalu Bastian belum juga mendapatkan kesempatan bermain. Ini terdengar kurang masuk akal.

Dirinya masih benar-benar pemula sedangkan dalam pandangan Arya, Bastian kelihatannya bukan pemain dengn kualitas kemampuan di bawah rata-rata. Posisinya di Karesso sama dengan Denny, namun sejauh ini Coach Greg sama sekali tak memberikan kesempatan bermain satu detik pun dan justru pada awal pertandingan, orang yang di luar ekspektasinya lebih didahulukan. Sejenak Arya menduga kalau Bastian juga memiliki masalahnnya sendiri dengan Coach Greg. Namun dugaan tersebut dapat dihancurkan begitu saja ketika peluit kembali terdengar nyaring di telinganya.

Babak ketiga antara Karesso melawan Jakarta Thunder pun dimulai dengan kombinasi antara Indra dan Denny.