webnovel

Astrophilia (Light is easy to love. Show me your darkness.)

"Light is easy to love. Show me your darkness." "The sun watches what i do, but the moon knoes all my secrets." Kisah tentang seorang gadis sederhana bernama Hwayoung yang tinggal di sebuah desa pesisir pantai. Kepribadiannya yang cerah dan periang membuatnya disukai seluruh warga desa. Sebuah kecelakaan merenggut nyawa orang terkasihnya. Sejak saat itu kegelapan langit malam adalah satu- satunya saksi akan bekas lukanya, hingga dia bertemu dengan Minho. Seorang pria dingin yang realistis, sebuah trauma masa lalu menjadikannya pria yang terlihat tak berperasaan. Kepribadian mereka yang bertolak belakang justru membuat keduanya bersandar satu sama lain. Akankah mereka bisa saling menyembuhkan satu sama lain?

LeeSeolA · Adolescente
Classificações insuficientes
3 Chs

Pelukan Langit Malam

"Aigoo… tidak mengapa… menangislah! Jika terus kau simpan itu akan menjadi luka yang dalam. Dunia itu memang sangat melelahkan. Tak apa untuk berhenti sejenak, sekedar duduk sambil memandang indahnya langit malam tak akan membuatmu kehilangan segalanya. Biarkan takdir membawamu mengikuti arusnya." Kata Hwa sambal memeluk gadis itu.

Hwa masih terus memeluk Jihye, dan gadis kecil itu masih menumpahkan air matanya. Tak apa, Hwa akan terus memeluknya. Hwa berharap semua rasa lelahnya keluar bersama air matanya agar esok gadis kecil ini bisa menjadi lebih kuat dari hari ini. Setelah merasa lebih tenang, Jihye mengendurkan pelukannya sambil menengadahkan wajahnya menatap Hwa. Lalu dia berkata, "eonni, apakah eonni mau mendengarkan ceritaku? Aku akan menceritakannya kepada eonni besok."

"Tentu… jika kamu sudah siap bercerita kepadaku, maka datanglah padaku kapanpun kamu mau. Bertanya saja kepada penduduk desa, mereka pasti tahu keberadaanku." Jawab Hwa sambil terkekeh.

"Kalau begitu, sekarang pulanglah! Aku yakin keluargamu pasti khawatir mencarimu." Lanjut Hwa.

Tak lama setelah itu, mereka turun dari puncak Shimhak. Ternyata seorang pria tengah mencari keberadaan Jihye. Dari raut wajahnya pria itu nampak khawatir, bahkan dia hampir menangis karena tak menemukan gadis itu. Jihye yang melihat pria itu segera berlari ke arahnya. Raut wajah pria itu seketika berubah ketika melihat Jihye. Dia memeluk gadis itu tanpa berkata apapun. Menyadari keberadaan Hwa, pria yang terlihat seumuran dengan Hwa itu membungkuk sambil berterimakasih.

"Tak apa, aku hanya bertemu dengannya di jalan lalu mengajaknya pergi melihat langit malam. Harusnya kamu marah kepadaku karena membawanya pergi." Kata Hwa sambil terkekeh.

"Tidak, aku sangat berterima kasih kepadamu. Terima Kasih karena telah menggantikanku memeluknya." Kata pria itu.

"Oh iya, kita belum berkenalan. Namaku Han Jisung. Salam kenal, sepertinya kita seumuran." Pria itu memperkenalkan diri.

"Namaku Lee Hwayoung. Kamu bisa memanggilku Hwa… semoga kita bisa berteman dengan baik." Kata Hwa.

"Aku rasa kalian harus segera pulang ke rumah. Orang tua kalian pasti akan khawatir. Ini sudah lewat tengah malam." Lanjut Hwa.

"Baiklah, kami pamit pulang. Sekali lagi terimakasih telah menemani adikku. Aku harap kita akan bertemu kembali dalam waktu dekat." Kata Jisung.

Dalam perjalanan pulang, Hwa memilih untuk melewati pesisir pantai. Lagi pula matahari sebentar lagi akan segera terbit, dia ingin duduk sebentar di pantai sambil melihat matahari terbit. Tapi, kenyataannya pemandangan yang Hwa lihat adalah seorang pria dengan pakaian rapi berjalan menuju tengah lautan. Melihat hal itu, Hwa kembali mengingat kejadian tiga tahun lalu saat dimana dia bertemu dengan seorang gadis yang melakukan hal sama dengan pria itu. Tak ingin melihat kejadian tragis di depan matanya, Hwa berteriak sekeras mungkin agar pria itu tersadar. Tapi tak ada gunanya. Pria itu terus berjalan menuju ke tengah lautan.

Tanpa pikir panjang, Hwa kembali melakukan hal yang sama seperti tiga tahun lalu. Dia segera berlari sekuat tenaga menuju pria itu. Dia tak peduli dengan dinginnya air laut malam itu. Yang ada dipikirannya sekarang hanyalah bagaimana caranya dia bisa menyelamatkan pria itu. Hwa menarik tangan pria itu, tapi pria itu menghempaskannya. Mereka terombang- ambing oleh ombak yang lumayan besar malam itu. Hwa tak menyerah, dia terus menarik tangan pria itu.

"APA KAU SUDAH GILA? YA! HAL INI TAK AKAN MENYELESAIKAN MASALAH YANG KAMU HADAPI!" Hwa berteriak sekeras mungkin tapi, suaranya terpecah oleh deburan ombak.

Kali ini Hwa kembali menarik tangan pria itu. Tak ada perlawanan. Mungkin dia sudah kehabisan tenaga. Sejujurnya Hwa pun telah kehabisan tenaganya sekarang. Tapi tidak mungkin kan dia harus mati konyol karena menolong pria yang bahkan tak dia kenal ini? Akhirnya Hwa dengan sisa tenaganya menyeret tubuh pria yang lebih besar darinya itu ke bibir pantai. Dengan nafas tersengal Hwa membaringkan tubuhnya di samping tubuh pria itu. Waktu begitu cepat berlalu, hingga tak terasa mentari mulai menampakkan dirinya.

Hwa tak langsung pergi meninggalkan pria itu sendiri. Mungkin orang akan mengatakan bahwa Hwa itu bodoh. Ya, bagaimana tidak. Dia telah mengorbankan nyawanya dan sekarang duduk menggigil di samping tubuh pria yang tak dikenalnya itu. Pria itu masih tak sadarkan diri hingga sekarang. Jadi, Hwa memutuskan untuk menunggunya siuman. Padahal tubuhnya basah kuyup, tapi dia malah menikmati indahnya matahari terbit sembari menggigil. Dasar gadis bodoh.

Sekarang Hwa sudah berganti pakaian. Berkat bantuan paman Jongsuk, Hwa dapat membawa pria it uke rumah nenek Gamri. Andaikan saja paman Jongsuk tak lewat beberapa saat lalu mungkin Hwa dan pria itu akan mati kedinginan di tepi pantai. Syukurlah Hwa baik- baik saja. Namun keadaan pria yang masih belum dia ketahui namanya itu malah semakin memburuk. Sekarang dia terserang demam.

Untunglah Hwa membawanya kerumah nenek Gamri. Sekarang nenek Gamri tengah sibuk membuat sup penghangat dan ramuan herbal penurun demam. Sedangkan Hwa sibuk mengganti kain kompres air hangat di kepala pria itu. Sebenarnya ada banyak pertanyaan dalam benak Hwa. Apa sebenarnya yang terjadi kepada pria ini sampai ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya? Jika dilihat dari pakaian yang ia gunakan, pria ini tampak seperti anak konglomerat. Lihat saja jam tangan yang ia kenakan. Harganya bisa menanggung kehidupan Hwa sampai dua tiga tahun. Ah, mengapa kita malah membicarakan tentang jam tangan hah?

Hwa masih terus menatap wajah pria yang terlihat lebih muda darinya itu. Raut wajahnya sedikit berubah, tak lama butiran bening mengalir dari sudut matanya, bibirnya bergerak mengucap kata 'eomma' berulang kali. 'Ah, mungkin dia tengah bertemu ibunya dalam mimpi.' batin Hwa. Tak lama setelah itu pria itu mengerjapkan matanya, menyesuaikan pandangannya dengan cahaya. Kesadarannya mulai pulih dan demamnya menurun. Hal yang pertama kali iya lihat adalah wajah Hwa yang sedang menatapnya.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Hwa. Namun pria itu tak menjawabnya, mungkin dia masih bingung dimana dia sekarang. Pada saat yang sama nenek Gamri datang dari dapur sebari membawa dua mangkuk yang penuh dengan kepulan asap diatasnya. Sup hangat buatan nenek Gamri telah disajikan.

Nenek Gamri mengarahkan sendok berisi kuah sup hangat pada pria itu, memberinya kode agar tak menolak dan menuruti nenek untuk membuka mulutnya. Hwa dan pria itu melahap sup hangat buatan nenek Gamri dalam hening. Sampai akhirnya nenek Gamri menanyakan nama pemuda tersebut.

"Siapa namamu nak?" tanya nenek Gamri pada pemuda itu.

"Namaku Yeonjin nek. Hwang Yeonjin." Jawabnya.

"Bagaimana keadaanmu? Apa sudah baikan?" Nenek Gamri kembali bertanya dan hanya di jawab dengan anggukan oleh Yeonjin.

"Syukurlah kalau kau sudah membaik. Sekarang beristirahatlah kembali hingga keadaanmu membaik." Lanjut nenek Gamri.

Sementara nenek berbicara dengan Yeonjin, Hwa sudah berada di dapur, mencuci sebagian mangkuk dan panci. Ya, walaupun mereka berdua sama- sama datang dalam keadaan menggigil, tapi keadaan Hwa tampak lebih baik dari Yeonjin. Mungkin karena tubuh Hwa tahan banting?

"Pulanglah!" titah nenek Gamri pada Hwa. Namun Hwa tetap sibuk membereskan dapur.

"Pulanglah… Seongeun pasti sangat khawatir sekarang." Nenek Gamri mengulang perintahnya.

"Baiklah aku akan pulang sekarang." Kata Hwa sambil mengibaskan lap dapur.

"Apa tidak mengapa meninggalkan nenek dengan pria tak dikenal itu?" tanya Hwa.

"Yak! Dasar bodoh. Bukankah harusnya aku yang bertanya padamu, kenapa kau malah mempertaruhkan nyawamu untuk pria yang tak kau kenali heh?" Bentakan nenek Gamri sukses membuat Hwa bungkam dan segera pulang ke rumah sebelum nenek semakin marah padanya.