webnovel

Astrophilia (Light is easy to love. Show me your darkness.)

"Light is easy to love. Show me your darkness." "The sun watches what i do, but the moon knoes all my secrets." Kisah tentang seorang gadis sederhana bernama Hwayoung yang tinggal di sebuah desa pesisir pantai. Kepribadiannya yang cerah dan periang membuatnya disukai seluruh warga desa. Sebuah kecelakaan merenggut nyawa orang terkasihnya. Sejak saat itu kegelapan langit malam adalah satu- satunya saksi akan bekas lukanya, hingga dia bertemu dengan Minho. Seorang pria dingin yang realistis, sebuah trauma masa lalu menjadikannya pria yang terlihat tak berperasaan. Kepribadian mereka yang bertolak belakang justru membuat keduanya bersandar satu sama lain. Akankah mereka bisa saling menyembuhkan satu sama lain?

LeeSeolA · Adolescente
Classificações insuficientes
3 Chs

Gadis Seoul

Suara digit kunci pintu digital terdengar beriringan dengan terbukanya papan kayu berwarna coklat tua itu. Bersamaan dengan itu Seongeun yang tampak lelah memasuki rumah dengan berjalan gontai, namun aroma masakan yang harum membuatnya bersemangat dan segera berjalan menuju tempat di mana aroma harum itu berasal. Ya, benar saja. Hwa sedang berada di dapur menyiapkan dua mangkuk seolleongtang (sup tulang sapi khas Korea) dan tak lupa kimchi sebagai pendamping. Seongeun yang sedari tadi memasuki rumah tanpa suara langsung duduk di kursi meja makan. Saat Hwa berbalik dia terkejut hingga hampir menjatuhkan dua mangkuk yang penuh nasi saat melihat eonninya yang sudah tak berbentuk.

"Apakah eonni dikeroyok masa? Ada apa dengan penampilan eonni?" kata Hwa sembari meletakan kedua mangkuk berisi nasi hangat. Tanpa menjawab pertanyaan Hwa, Seongeun mengambil sendok dan langsung memakan sup buatan Hwa.

"Hwa-ya… sup buatanmu memang yang terbaik. Hari ini sangat melelelahkan. Tapi, syukurlah anak baru itu bisa bekerja dengan sangat baik. Dia banyak membantuku, jadi aku memberinya sedikit bonus." Seongeun bercerita tentang harinya dengan mulut penuh berisi nasi.

" Oh iya Hwa… ternyata gadis itu adalah anak tetangga yang baru saja pindah dari Seoul kemarin. Namanya,, oh aku tiba- tiba lupa namanya..-"

"Namanya Han Jihye. Dia bersekolah di SMA Soyoung di kelas akhir. Ah iya, dia juga memiliki seorang kakak bernama Han Jisung. Kata bibi Minsi, kakaknya sangat tampan."Saat Seongeun sedang berfikir, Hwa dengan entengnya menyebut nama gadis itu bahkan nama kakaknya.

"Yeokshi Lee Hwayoung... Kamu benar- benar ahli dalam masalah ini. Sudah tidak diragukan lagi. Kamu pasti tau semua gosip terkini pesisir Samcheok" Kata Seongeun sembari menunjuk- nunjuk dengan sendoknya.

"Ah... Satu lagiii..." Seongeun menggantung perkataannya, dia lebih dulu menyuapkan sepotong daging ke mulutnya ketimbang melanjutkan ceritanya. Tapi kali ini Seongeun tampak lebih bersemangat. Sepertinya ada sesuatu kejadian menarik yang terjadi di cafe hari ini. Hwa hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan eonninya itu.

"Ada seorang pria tampan yang mampir ke cafe. Dia hanya duduk dan berkutat dengan laptopnya hampir seharian. Dia hanya memesan jus buah dan sepotong cheese cake. Tapi tak apa lah, lagi pula dia sangat tampan." Kata Seongeun antusias. Sedangkan Hwa hanya mendengarkan eonninya itu bercerita. Setelah selesai dengan acara makan mereka Hwa menyuruh Seongeun untuk beristirahat lebih dahulu, sementara dia akan membereskan dapur.

Selesai membereskan dapur, Hwa melihat kamar Seongeun. Dia memastikan bahwa eonninya itu telah terlelap. Setelah memastikan Seongeun terlelap, Hwa mengambil sebuah bouquet bunga yang siang tadi ia buat bersama nenek Gamri, kemudian dia pergi kesebuah tempat di kaki bukit Shimhak. Tempat itu adalah salah satu tempat favorit Hwa karena dia bisa menceritakan kesehariaannya tanpa ada seseorangpun yang melihatnya. Ya, itu adalah tempat dimana kedua orang tua dan adik Hwa dimakamkan. Hwa memang memiliki kebiasaan yang unik, dia biasa mengunjungi makam keluarganya saat malam tiba agar tak ada seorangpun yang tau tentang air matanya. Setelah sampai di makam keluarganya, Hwa menaruh bouquet bunga yang ia bawa di samping nisan. Dia duduk di dekat nisan tersebut dan mulai menceritakan harinya.

"Eomma, appa, Hwiseong-aa... Apa kalian baik- baik saja disana? Tolong jangan khawatirkan aku... Nenek gamri, bibi Myunghee, bibi Minsi, dan terutama Eun eonni. Mereka selalu menjagaku dengan baik. Aku sangat merindukan kalian. Aku berharap kalian dapat melihatku bahagia dari atas sana. Tenang saja... Aku sudah lebih baik dari sebelumnya. Sekarang aku punya banyak alasan untuk terus melanjutkan hidupku." Hwa menghela nafas sejenak, kemudian melanjutkan perkataannya.

"Eomma, Appa... nenek Gamri bilang aku ini seperti bunga matahari, tapi aku tak merasa seperti itu. Rasanya aku ini seperti dandelion yang sangat rapuh saat tertiup angin. Tapi nenek Gamri bilang justru dandelion itu adalah bunga yang sangat tangguh. Ah... aku jadi bingung sebenarnya aku ini apa?- oh iya aku kan manusia... hehehe."

"Hwi-yaa... Maafkan aku... Andai sepuluh tahun yang lalu aku tak menyuruhmu ikut melihatku bermain piano, pasti kamu sekarang sudah menjadi pemuda tampan yang punya banyak fans... kamu pasti sudah debut menjadi seorang idola seperti mimpimu." Hwa terkekeh sejenak.

"Eomma, appa, Hwi-yaa... sekali lagi maafkan aku. Aku sangat egois saat itu. Andaikan sepuluh tahun lalu aku tak mengikuti pentas music itu. Mungkin sekarang kita akan tetap bersama. Maafkan aku, aku mencintai kalian."

Saat Hwa hendak beranjak dari makam keluarganya, dia mendengar tangisan seorang gadis. Hwa bergidik saat mendengar hal itu. 'Siapa yang tak merinding mendengar suara tangis di makam saat malam hari? Lagi pula siapa juga yang mengunjungi pemakaman di malam hari? Hhhh… Hwa, kau ini aneh atau apa sih. Kamu kan melakukan kedua hal tersebut.' Batin Hwa. Setelah melihat kesekeliling, ternyata gadis yang tadi pagi Hwa jumpai di tepi pantai sedang bersimpuh menangis di sisi sebuah makam. Ah, rupanya banyak orang yang suka menyembunyikan air mata mereka dalam gelapnya malam. Setelah berpikir sejenak, Hwa memutuskan untuk menghampiri gadis itu.

"Annyeong…" Sapa Hwa. Gadis itu sedikit terkejut melihat Hwa, dia sedikit memastikan bahwa Hwa bukan hantu dengan cara mengarahkan senter ke wajah Hwa.

"Aku Hwayoung… Lee Hwayoung. Salam kenal. Aku dengar kamu datang dari Seoul. Bukankah kamu baru pindah dua hari yang lalu?" Hwa membuka pembicaraan.

"Namaku Han Jihye. Iya benar, kami baru saja pindah dua hari yang lalu." Jawab gadis itu.

"Apakah kamu mau menemaniku ke sebuah tempat yang indah?" Tanya Hwa.

"Apakah aku boleh ikut bersamamu?" Gadis itu malah balik bertanya.

"Tentu saja… kan tadi aku yang mengajakmu untuk ikut dengan ku." Kata Hwa sambil tersenyum. Hwa tahu betul bagaimana rasanya menangis sendiri di makam orang yang dia cintai. Dia berfikir bahwa Jihye mungkin memiliki sebuah kekhawatiran atau kesedihan. Dia berharap Jihye bisa sedikit lebih baik jika melihat langit malam di puncak Shimhak. Sama sepertinya yang akan merasa lebih baik jika melakukan hal itu.

"Mau bergandengan tangan denganku?" Tanya Hwa sembari memberikan tangannya. Hal itu disambut hangat oleh Jihye.

"Tangan eonni hangat." Kata gadis itu singkat yang hanya dibalas dengan senyuman oleh Hwa.

Disepanjang jalan menuju puncak Shimhak, mereka tak saling berbicara satu sama lain. Hanya tenggelam dalam pikiran mereka masing- masing sembari menikmati keindahan malam bukit Shimhak. Tak butuh waktu lama untuk sampai ke puncak Shimhak. Mereka hanya perlu menaiki anak tangga yang telah disediakan. Sesampainya mereka di puncak Shimhak, mereka disambut oleh pemandangan indah laut Samcheok yang memantulkan cahaya bulan. Oh, jangan lupa tentang langit malam bertabur bintangnya, sangat indah. Mereka berdua memutuskan untuk duduk menghadap ke arah lautan sembari sesekali melihat ke arah langit bertabur bintang.

"Apa aku boleh memanggilmu 'eonni'?" Tanya Jihye.

"Tentu saja boleh. Kamu boleh memanggilku Hwa eonni." Jawab Hwa.

"Eonni suka langit malam?" Jihye kembali bertanya.

"Eung… aku sangat suka langit malam. Dalam gelapnya langit malam tak ada yang tau tentang air mataku. Hanya ada bulan dan bintang yang menemani dan memeluk lukaku. Aku yakin kamu juga merasakan hal yang sama. Mau cerita padaku? Aku mungkin tidak bisa banyak memberi saran atau tak akan bisa menyelesaikan masalah dan kesedihanmu. Tapi aku bisa jadi pendengar yang baik untukmu." Kata Hwa.

"Apa eonni akan selalu mendengar ceritaku walau itu adalah hal yang tak menarik untuk didengar? Apa eonni tidak akan bosan?" Jihye kembali bertanya.

"Eum… kalau begitu berceritalah kepadaku sesekali… agar aku tak bosan." Hwa terkekeh sembari membelai rambut hitam Jihye.

"Kenapa harus bosan? Toh aku hanya mendengarkan kisahmu. Pasti ada kejadian dan hal baru setiap harinya. Aku senang mendengarkan orang- orang bercerita. Aku bahkan tak pernah bosan dengan cerita paman Bomin pemilik toko kelontong yang selalu sama setiap harinya. Jihye-aa tidak apa- apa… menangislah sesekali… setelah itu kamu akan menjadi Jihye yang lebih hebat lagi." Tepat setelah perkataan Hwa selesai, tangisan Jihye pecah.

Malam ini biarkan saja air mata membasuh lukamu. Menangislah sebentar, biarkan semuanya mengalir keluar bersama derasnya air matamu. Aku yakin esok akan menjadi hari yang lebih indah. Tetaplah kuat!

I tagged this book, come and support me with a thumbs up!

LeeSeolAcreators' thoughts