Erza dan Deni nggak tahu apa masalah Hendri sama Rizky cuma yang mereka tahu Hendri dikeluarin dari kepengurusan OSIS dan belum masuk sekolah sejak diputuskan itu, dan mereka orang yang cuma ngerjap-ngerjap nggak ngerti sewaktu Ardy, Rendy dan Rizky lagi cekcok soal Hendri. Karena waktu mepet sama mau masuk kelas kedua, Deni sebagai pihak netral menyarankan supaya mereka selesaiin masalah mereka sehabis pulang sekolah, tapi Rizky pergi gitu aja nggak bilang apapun sampai Deni kudu ngejar si sekretaris.
Ardy dan Rendy juga Erza sih terima aja saran Deni, mereka juga mau ke rumah Hendri buat nengokin dia sehabis pulang sekolah nanti, mereka semakin khawatir sama Hendri karena apa yang dilakuinnya dengan bolos berhari-hari dan mengabaikan mereka itu nggak mencerminkan Hendri banget. Mereka kenal betul sama Hendri, Hendri itu tipikal orang yang nggak begitu perasa, dia bisa lebih bodoh amat dari Ardy.
"Eza~" panggil Ardy sok imut setelah sampai di meja Erza.
Kembali lagi dengan rutinitas biasanya yang datang ke kelas Erza sewaktu si cowok yang cukup unyu itu udah selesai sama kelasnya. Ardy nangkup wajahnya dengan kedua tangannya yang bertumpu ke meja Erza, badan Ardy yang bongsor itu membungkuk dan pose sok imut di depan Erza. "Apa Ardy~?" sahut Erza yang memang nada bicaranya biasa terdengar imut.
Ardy jadi meleleh karena disahutin Erza dengan cara yang imut. "Kenapa sih lo unyu banget Za?" tanya Ardy kegemesan sama tingkah Erza.
Erza ketawa lucu setelah denger pujian Ardy. "Aku nggak tahu, emangnya aku unyu?" tanya balik Erza mancing-mancing.
Karena Ardy ini memang terkenal rusuh dan lebay, dia nggak malu pura-pura pingsan di deket bangku Erza karena respon kegemesan Erza. Malu? Iya yang malu Erza cuma mau gimana lagi? Ardy kan emang gitu. "Ardy, ih Ardy!" Panggil Erza sembari narik tangan Ardy supaya si empunya bangun dari lantai kelasnya.
Sebenernya kelas Erza hampir kosong cuma ada seorang doang di kelas Erza dan dia ngelihatin semua yang dilakuin mereka. Winda, anak cewek yang agak pendiem dan lugu sebelas dua belas sama Erza, dia nggak mengganggu kayak Dinda dan komplotannya kok cuma dia orangnya nggak peka sampai Yusril rasanya mulai pasrah dengan yang namanya friendzone. Ngomong-ngomong soal Yusril, kenapa Yusril dibawa-bawa? Iya karena Winda ini gebetannya Yusril.
"Kalian kok lucu banget sih?" Komentar Winda yang juga cukup kegemesan sama tingkah laku mereka berdua sedari tadi.
"Hng... itu... Ardy aneh-aneh terus!" Erza salah tingkah kemudian lepasin tangan Ardy dengan cara dilempar sampai si tangan ngebentur lantai.
Dengar ada suara selain mereka, Ardy buru-buru bangun kemudian noleh ke Winda. "Eh Winda," Sapa Ardy.
"Gimana Yusril?" lanjut Ardy nanya.
Winda ngerjap beberapa kali, dia nggak ngerti maksud Ardy. "Yusril?" tanya balik Winda.
"Itu loh, dia udah bilang belum kalau dia suka sama lo?" sahut Ardy dengan santainya.
"Hah?" Winda nggak ngerti.
"Iya dia suka sama lo, lo mau nggak jadi pacar Yusril?" Ardy naik turunin alisnya setelah bilang itu ke Winda, ceritanya dia mau bantuin Yusril supaya cepat jadian sama Winda dan dia bisa segera dapat pajak jalan beserta bonus-bonusnya karena bantuin mereka jadian.
Selain diajarin lagi tentang bahasa yang sopan dan santun dengan cara keras sama pak Anton alias bokapnya, motor cungkringnya; atau yang Ardy kasih nama si bebeb ini juga disita nggak boleh dipakai lagi sampai kelas dua belas jadi kalau ke sekolah atau ke mana-mana Ardy harus naik angkutan umum atau ojek online. Ardy itu nggak biasa naik ojek atau angkutan umum lainnya, dari SMP dia udah pakai motor dan motor itu adalah si bebeb, udah tiga tahun itu motor nganterin Ardy kemana-mana. Ardy belum kepikiran buat minta motor yang lebih bagus soalnya Ardy masih anteng sama itu motor, pikirnya sih kalau masih asik buat dioprek dan dimodifikasi kenapa kudu ganti?
Ardy galau karena nggak bisa kendarain motornya lagi sampai tahun berikutnya mana duit sakunya pas-pasan cuma buat transportasi lagi, tapi kegalauannya bisa teredam karena sekarang dia satu angkutan umum sama Erza mana duduknya dempet-dempetan, Ardy kan jadi modus. Ardy meluk lengan kurus Erza mana manja banget lagi meluknya sampai Erza ngerasa nggak nyaman karena ditatap aneh sama penumpang lain yang mayoritas ibu-ibu itu.
"Ardy, Ardy malu..." bisik Erza.
"Ah bilang aja gue adik lo kalau ada yang nanya," ucap Ardy seenaknya.
Lagi nyaman nih Ardy dengan posisi kayak gini, Erza itu punya wangi tubuh yang lembut nggak kuat kayak temen-temennya, nggak pakai pewangi berlebihan dan kebetulan Ardy ini nggak begitu suka wangi-wangian yang over, juga kalau pun Erza pakai minyak wangi, entah kenapa wangi yang dipilih itu selalu aja pas di indra penciuman Ardy.
"Dek, itu temennya kenapa? Mabok angkot?" tanya ibu-ibu di depan mereka curiga, masalahnya Ardy nggak kelihatan mabuk malahan kayak anak kucing sama induknya.
Erza jadi gugup, dia ngelirik Ardy yang kelihatan masa bodoh. "Di-dia adek saya bu, di-dia agak manja sama kakaknya," jawab dan jelas Erza bohong.
Didalam hatinya Erza mau nangis karena berbohong sedangkan orang yang nyuruh dia bohong malah nahan geli. "Oh," respon si ibu biasa aja.
"Kak udah sampai belum?" tanya Ardy sengaja banget.
"Ardy!" pekik Erza sembari melotot, bercandanya udah nggak lucu, Erza jadi sebel sekarang.
"Sekolah di mana adek-adek ini? Ganteng-ganteng gini ya pasti sekolahnya elit," Ibu-ibu lain tiba-tiba ikutan nanya.
Aduh Erza ini paling nggak suka ditanya sama orang asing, rasanya agak nggak nyaman.
"Nggak juga kok bu," Ardy nyahutin, dia duduk dengan tegak nggak glendotan dan ngusel dibahu Erza lagi. "Saya sama kakak saya sekolah di SMA Negeri Makmur," jelas Ardy kemudian dan diakhiri dengan senyum.
Ibu-ibu tadi jadi heboh dan berakhir ngerumpi soal sekolah Ardy dan Erza, sekolah mereka bisa dibilang sekolah yang cukup bagus juga termasuk favorit karena terkenal dengan paras-paras muridnya yang menarik meski bukan sekolahan elit. Ardy noleh ke Erza yang kedapatan lagi lihatin dia kemudian senyum lima jari, ibu-ibu di dalam angkutan umum tadi jadi asik ngerumpi dan nggak kepo lagi berkat Ardy. Ardy memang paling tahu dan ngertiin Erza.
Sehabis turun dari angkutan umum Ardy malah ngaso* di bangku satpam, karena lihat Ardy begitu Erza pun ikutan. Pak Mamad nggak ada di posnya dan portalnya pun nggak dinaikin, masa mereka mau manjat atau merundukin portal? Mereka kan pada tinggi-tinggi jadi agak susah kalau mau merunduk dan juga diportalnya dipasangin pagar berbahan besi di bawahnya jadi mana bisa mereka lewat kecuali merayap.
"Ardy aku mau tanya," ucap Erza kemudian noleh ke Ardy yang lagi main handphone-nya.
"Nanya apa Za?" sahut Ardy.
"Ada masalah apa sih sama kak Hendri?" tanya Erza bikin jari Ardy auto berhenti ngetik sesuatu di handphone-nya.
Ardy noleh ke Erza yang kelihatannya beneran pengen tahu soal masalah Hendri. Ardy berdehem kemudian tegakin badannya. "Ini... Ini agak mm... Lo jijik nggak sama yang berbeda sama kebanyakan orang?" tanya Ardy dan dia kentara gugup.
"Maksudnya gimana Dy?" tanya Erza nggak ngerti.
"Gue... maksudnya Hendri, dia beda sama orang lain," jelas Ardy malah bikin Erza tambah bingung.
Erza yang lihat Ardy gugup jadi kasihan, dia nggak bisa paksa kalau Ardy nggak mau bilang apa masalahnya, mungkin itu rahasia diantara mereka dan dia nggak berhak maksa buat tahu itu. "Nggak apa-apa Dy kalau kamu nggak bisa kasih tahu, yang penting kamu jangan ngilang lagi aja," ucap Erza pengertian dan itu bikin Ardy menarik setiap sudut bibirnya menyunggingkan senyum simpul.
Gimana bisa Ardy nggak jatuh cinta sama Erza yang sebegitu pengertiannya? Banyak hal yang bikin Ardy suka sama Erza dan itu bikin dia jadi semakin yakin akan perasaannya pada sosok cowok berparas lembut itu.