webnovel

Ardy & Erza

[!]Warn : Gaya penulisan Non-Baku Kisah klise tentang seorang anak remaja bernama Ardy yang diam-diam suka Erza sang sahabat dari SD, berparas lembut dan manis dengan sifat yang rapuh membuat Ardy ingin melindungi dan mencintainya. Sulit bagi Ardy untuk mewujudkannya terlebih karena hubungan sesama jenis itu dilarang, perasaannya bersembunyi dibalik kebadungan masa remajanya. Selain Ardy dan Erza, ada pula selingan kisah dari teman-teman mereka dengan berbagai masalah dan konflik masa remaja, bagaimana mereka bisa menghadapinya? dan apa yang akan terjadi selanjutnya dalam kisah Ardy & Erza ini? bisakah Ardy mengungkapkan perasaannya pada Erza atau akan tetap ia kubur selamanya dan terlupakan? Tapi... mampukah Ardy melupakan perasaannya itu? [!]Bab baru setiap hari kamis.

wholoveya · LGBT+
Classificações insuficientes
208 Chs

Diancam bagian 1

Hari pertama ujian? pecah kepala Ardy ini mah, dia ini nggak pernah siap sama yang namanya ujian mau sesering apa dia belajar sama Erza karena otaknya mudah meleng kemana-mana dan alhasil hasil belajarnya jadi nggak begitu berguna meski ada lah yang dia inget tapi cuma sekelebat doang. Abis ini nanti masih ada lagi ujian buat naik kelas, ya walaupun masih lama tapi Ardy udah puyeng, butek seketika pikiran Ardy inget tentang UN mendatang buat naik kelas tiga, ini aja udah lumayan susah apalagi kalau buat lulus? Bakal lulus nggak dia nanti ya?

Tepar, puyeng, lemes, abis ujian hari pertama dan kesannya kayak abis latihan militer untuk yang pertama kalinya, lebay emang Ardy ini sama yang namanya ujian. Butuh asupan, itu yang ada diotak Ardy dan asupannya ini wajah unyu Erza tapi si Erza belum datang juga ke kelasnya. Kaki Ardy mager buat berdiri dan bawaannya pengen tidur saking capeknya.

"Tin, Martin, panggilin Erza dong suruh datang ke kelas gue, gue butuh asupan keunyuan dia," titah Ardy seenak jidatnya sama Rendy yang bahkan dia sendiri nggak tahu apakah Rendy masih ada di kelasnya atau nggak karena posisinya yang tepar di meja sambil teler; mabok ujian hari pertama.

"Idih, lo siapa berani-berani nyuruh gue?" untungnya Rendy masih ada di sana jadi Ardy ada yang nyahutin. Jelas Rendy ogah nurut sama Ardy soalnya dia nggak akan lewat ke kelas Erza.

"Gue sakit hati ya lo nggak nganggap gue, Martin," kata Ardy ngedrama tapi Rendy nggak terpengaruh sama dramanya Ardy.

Sewaktu Rendy ngelewatin meja Ardy, gerak cepat Ardy cekal pergelangan tangan Rendy. "Atau paling enggak kalau lo ketemu Erza suruh ke kelas gue ya, gue mau molor dulu bentar," ucap Ardy titip pesan.

Tapi nggak sampai sepuluh menit Ardy tidur tiba-tiba aja dia ngerasa perasaannya nggak enak, dia buru-buru bangun kemudian ngusak rambut hitamnya. Kenapa ya dia ngerasa nggak enak hati gini? Apa karena ujiannya yang nggak maksimal ya? Perasaan nggak gini-gini amat deh soalnya dia langganan remedial, apa ya kira-kira?

Yah daripada tidur nggak dapet yang dapet malah galau nggak jelas gini, Ardy memutuskan keluar buat nyari Erza, nggak yakin juga sih sama Rendy yang bakal ketemu Erza soalnya kadang-kadang si Rendy ini kayak bukan temennya, dimintain tolong malah nggak nolongin.

Sewaktu Ardy ke kelasnya Erza, dia nggak nemuin si unyu itu dan seperti biasa dia malah ketemu Winda sama Yusril. Idih, belum pacaran aja udah lengket! pikir Ardy nggak ngaca sama dirinya sendiri kalau sama Erza. "Yus, Erza ke mana?" tanya Ardy.

"Ke kelas lo, katanya," jawab Yusril sedikitpun nggak noleh buat ngelihat muka Ardy.

"Kok gue nggak ketemu ya?" tanya Ardy heran. Ya kalau Erza ke kelas dia pasti ketemulah sama dia, nggak mungkin nggak ketemu.

"Ke toilet kali, cari aja napa Dy, nanya mulu lo kayak emak-emak nanya admin olshop," ucap Yusril ngegas karena empet sama Ardy yang ngeganggu obrolan dia sama Winda.

"Idih santai aja kali, nanya doang kok gue nggak akan sampe nembak Winda," celetuk Ardy sebelum pergi dari kelas Erza.

Tapi Ardy berhenti di ambang pintu terus noleh natap Winda. "Eh tapi, Win, lo mau nggak jadi pacar gue kalau gue nembak lo?" tanya Ardy iseng.

Winda kelihatan kaget bahkan sampai kaku seketika. "Anjing, ngapain lo nanya kayak gitu?!" Sewot Yusril dan Ardy langsung kabur sembari ketawa pas Yusril mau ngelepas sepatunya buat ngelemparin dia.

.

.

.

Erza nggak tahu apa masalahnya tapi tiba-tiba adik kelasnya nyeret dia, mana pada galak gini mukanya kan Erza jadi takut. Makin tambah takut sewaktu mereka ngebawa dia ke gudang sekolah yang mana gelap sama kotor, mana Erza dipegangin kedua tangannya lagi, ini dia mau diapain sih? "Eng... Andre ke-kenapa aku dibawa ke-ke sini?" tanya Erza agak takut soalnya dia nggak deket sama Andre.

Andre balik badan, natap Erza lalu sudut bibirnya menyunggingkan senyum remeh. "Heh lo cowok apa banci?" tanya Andre bikin Erza nggak nyaman.

"Si Ardy bikin Amel nangis minggu lalu, dia ngata-ngatain Amel demi ngebela banci kayak lo!" Erza tersentak kaget, jadi ini tentang insiden minggu lalu waktu Dinda dan temen-temennya datang buat ngelabrak dia? Memang sih ada sedikit cekcok tapi Ardy nggak ngata-ngatain Amel, Erza yakin banget soalnya kan dia ada di sana ples yang nenangin Ardy juga.

Erza gelengin kepala, dia tahu betul Ardy ini anti sama yang namanya ngata-ngatain buat senjata ribut, Ardy bukan orang yang kayak gitu apalagi ngatain cewek, paling cuma ngomong kasar itupun nggak sekasar itu kalau sama cewek.

"Ardy nggak ngata-ngatain Amel, aku tahu banget Ardy bukan orang yang—" Erza kaget waktu tiba-tiba Andre ngapit wajahnya.

"Lo pasti ngebela dia, lo kan homoan sama si Ardy," potong Andre. "Homo nggak pantes hidup," Lanjut Andre.

Pupil mata Erza melebar, dia berusaha gelengin kepalanya dan ngomong kalau itu nggak bener tapi Andre tiba-tiba mukul perutnya, Erza langsung jatuh sembari pegang perutnya begitu temen-temen Andre ngelepasin kedua tangannya. Erza berusaha nggak nangis tapi sakit diperutnya bikin dia meluncurkan air mata gitu aja. Nggak lama setelah itu, Andre narik kerah seragamnya. "Ini baru peringatan, kalau lo ngadu ke si Ardy, bukan cuma lo yang abis tapi si Ardy juga!" ancam Andre kemudian ngelepasin dan ninggalin Erza yang nangis sendirian di gudang.

Kenapa orang-orang mikir kalau dia banci? Kenapa orang-orang mikir kalau dia homo? Dia bukan homo dia juga bukan banci, apa salahnya sampai dikatain? Erza nangis sejadi-jadinya sembari pegang perutnya, bukan karena sakit diperutnya dia nangis tapi sakit dihatinya karena diperlakuin seperti ini sampai dapat ancaman dan Ardy pun terancam gara-gara dia.

Setelah beberapa menit nangis di gudang, Erza keluar dari gudang saat dirasanya sakit diulu hatinya udah agak mendingan. Dengan masih megang perut bagian ulu hati, Erza jalan ke kelasnya buat ambil tasnya dan pulang, tapi dia ketemu sama Ardy di koridor kelas sepuluh. "Za!" Panggil Ardy dan Erza buru-buru bertingkah seperti nggak kenapa-napa meski dia belum bisa berdiri tegak karena masih sakit.

"Hm?" sahut Erza sembari maksain senyum.

Ardy natap Erza cukup serius karena nggak biasanya pakaian Erza kotor disaat si empunya anti banget sama yang namanya kotor-kotoran apalagi pake seragam sekolah, Erza selalu bilang takut mamanya marah kalau seragamnya kotor. "Za, lo ke mana aja? Terus kenapa lo berantakan gini?" tanya Ardy.

Ngelihat Erza yang agak bungkuk nahan sesuatu diperutnya bikin Ardy tiba-tiba aja ngerasa curiga. "Bangsat, siapa yang mukulin lo?" tanya Ardy kemudian. Nggak perlu waktu lama buat Ardy sadar kalau Erza dipukul.

Erza gelengin kepalanya, berusaha ketawa jenaka buat bikin Ardy nggak khawatir tapi dia nggak bisa ngelakuin itu dan malah nangis. "A-aku nggak apa-apa, Dy," ucap Erza sembari nangis. "A-aku cuma jatuh, aku nggak apa-apa jangan khawatir!" lanjutnya agak meninggikan suaranya.

Tapi Ardy tentu aja nggak percaya, wajah Ardy udah nggak santai, memerah dan rahangnya udah berderit, dia bakal meledak. "Za, jawab gue, siapa?!" Ardy desak Erza dengan kentara banget dia nahan marah.

"Ng-nggak ada, udah Ardy aku mau pulang!" jawab Erza bersikeras nggak mau ngasih tahu sembari natap Ardy dengan linangan air mata.

Ardy nggak bisa ngelihat Erza nangis, dia menghela nafas berusaha meredam amarahnya. "Za, lo kudu jujur sama gue—"

"Ardy, aku bilang aku mau pulang," Potong Erza.

Ardy tahu dia nggak bisa maksa Erza buat jujur sekarang, kalau Erza dipaksa disaat seperti ini, bukan jawaban yang dia dapat tapi Erza yang nangis makin menjadi karena Erza lagi ada dimode keras kepala.