"Let the fire burns everything to the end."
[ANGELIC DEVIL: The Crown]
Tuuuuuutssss ....
Apo pun mematikan sambungan, tapi menghubungi kantor. Dia memastikan dimana Mile berada, dan ternyata tidak kemana-mana. Kata manajer barunya, Jiajia--Mile belum keluar dari ruangannya sejak jam makan siang. Apo pun mencecar beberapa pertanyaan hingga terjawablah segera.
"Tuan memang punya tamu wanita. Dua orang," kata Jiajia. "Tapi saya belum melihat mereka keluar lagi."
"Oh ... terima kasih," kata Apo. Meski beberapa detik lemas, tapi tatapannya kembali datar. Omega itu tidak mengatakan apa-apa. Lantas melanjutkan perjalanan.
Ya, tapi jalanan terasa sedikit aneh. Roda Audi R8 V10-nya memang masih di bumi, tapi rasanya mengambang-ngambang. Apo tidak mendengar suara sekitarnya dengan jelas. Semua hal terdistorsi mirip ribuan serangga, dan langkahnya tegas ketika memburu tempat kerja Mile Phakphum.
DEG
"Eh, Tuan Natta? Kenapa Anda di sini?" tanya Jirayu yang berdiri di depan pintu. Sedang apa co-translator itu? Jaga musuh? Apo tak peduli dan langsung melewatinya.
"Minggir," kata Apo. Yang tak bisa dibantah Jirayu. Lelaki itu gelagapan dengan wajah panik, terutama saat Apo menerobos masuk.
BRAKHHH!
"Ahnnhh, ahhh ...." desah seorang wanita yang Apo kenali. Dia adalah Ann Pattichat Rouen. Sekretaris lawas Pomchay yang kini kembali bertugas. Padahal dulu sempat cuti hamil plus dibawa suami pindahan. Kini, sosok itu menyundal kepada Mile Phakphum. Dia telanjang bulat dengan dua kaki yang terbuka. Maju mundur menaiki pangkuan sang Alpha.
Lihatlah ... Mile memang masih lengkap berbusana. Lehernya dipeluk dengan ciuman, dan batang perkasanya tenggelam di tubuh bukan istrinya. Namun, tidak hanya itu saja, dari belakang ada wanita lain. Dia adalah Leodra Taraan yang menguasai bahu Mile dengan rengkuhan, mendesah juga karena liangnya diisi vibrator.
"Ahhh, ahhhh! Mile--nnh!"
Mereka berdua bergantian mencium sang Alpha. Saling berebut perhatian tanpa titik jeda, dan terus mendesah bersama-sama.
"AH! Fuck--yeah ...! Ahhh!" pekik Ann Rouen dengan gerakan yang makin kencang. Tampaknya dia ahli goyang pinggul, karena ekspresinya terkendali bagai bintang porno.
Memang benar Apo pias saat melihat semua itu. Tapi kepalan tangannya hanya sebentar, kemudian menutup pintu. Dia mengunci kantor dari sisi dalam. Duduk di sofa tunggal yang bersebrangan, lalu menatap segalanya dengan mata terbuka lebar.
Ya, Apo hanya ingin paham dengan pikiran sadar. Dia tahu itu bukan yang pertama bagi Mile, meski ada campur tangan narkoba.
Apo meneliti beberapa pil ekstasi yang berceceran di meja. Dia juga menelisik beberapa jenis lainnya, tapi tidak benar-benar tahu apa (Toh dirinya belum pernah mencobanya sekali pun). Namun, Apo tidak bodoh mengartikan semuanya. Selama 7 menit ke depan, Apo mematung di tempat itu dengan mata gelapnya. Dia menyaksikan sendiri sperma yang muncrat di bokong wanita itu, hingga semuanya selesai.
Sayang Apo tidak cukup sabar untuk menunggu Leodra dapat giliran. Dia pun beranjak dari sofa tanpa keraguan, lalu meletakkan cincin pernikahannya di atas meja.
"Lanjutkan saja, Mile. Aku tak akan mengganggu," kata Apo dengan suara yang rendah. Dia persetan karena mereka semua sudah gila, terlepas bagaimana asal-usulnya. "Sekarang kau pun bebas sebebas-bebasnya. Seperti sebelum kita bertemu."
Sebetulnya, Apo sempat heran untuk beberapa detik. Mengapa saat ada orang masuk ke ruang tersebut, kegiatan seks mereka samasekali tidak terganggu--beda seperti yang orang-orang lihat di dalam film. Namun, otaknya ternyata tidak setolol itu.
Bukankah ini hanya seks ringan? Di dalam kantor, bertiga, dengan segala perintilannya. Di Sydney, bisa jadi Mile terbiasa gabung ke dalam pesta seks, dimana klub malam penuh dengan ratusan pasangan kotor. Ada musik, ada dentingan gelas beer. Juga tawa orang dan desahan gila--ha ha ha.
Mereka bahkan pernah melakukannya di lantai.
CKLEK!
DEG
"Tuan Natta! Tunggu, apa Anda baik-baik saja?" tanya Jiraiyu saat Apo keluar. Lelaki itu memburunya dengan wajah cemas, tapi Apo hanya tersenyum.
"Why not? Tadi itu tontonan yang bagus sekali," kata Apo. "Aku jadi tahu ada beberapa macam gaya. Ha ha ha."
"Eh, tapi--"
"Oke, ssh, ssh. Cukup sampaikan saja pesanku. Kalau Mile nanti kembali waras," kata Apo sambil menepuk bahu Jirayu. "Bilang istrinya menunggunya di rumah. Jadi, kalau bisa cepat pulang."
DEG
"B-Baik! Nanti pasti saya lakukan."
"Bagus. Kalau begitu aku pamit dulu."
Tanpa menunggu jawaban Jirayu, Apo pun pergi dengan langkah tenangnya. Dia hanya melepas dasi karena mendadak gerah, juga ingin marah meskipun tak lagi bisa.
Emosinya sudah habis di tempat tadi hingga rasanya kelu. Apo bahkan bisa makan malam di sebuah restoran. Sendirian. Dan tetap tertelan meskipun tak ada rasa.
Drrt ... drrrt ... drrt ... drrt ....
Siapa?
Apo pun merogoh ponsel dari dalam saku jasnya. Dia meletakkan sendok sebentar, lalu tolah-toleh karena isi pesan yang diterima.
[Lho, sendirian? Lihat ke arah Utara]
___ Phi
"Di mana?"
Dua detik kemudian, mata Apo pun terpaku ke satu titik. Dia menatap Paing di lantai 2 restoran, sedang menggoyangkan ponsel dengan senyuman khas dia. "Sedang apa?" tanyanya, meski Apo hanya mengira-ngira perkataan sang Alpha.
"Phi--"
Penampilan Paing masih sama persis saat di jalan tol. Dia sepertinya baru melakukan pertemuan cepat, karena di sisi kiri ada dua orang karyawan.
"Ah, aku--" Apo pun memutuskan untuk menelpon saja. Dia tidak mau makin lelah, karena harus berusaha untuk bicara. "Halo?"
"Ada klien juga di sini?" tanya Paing, meski mereka bisa saling menatap.
Apo pun gelagapan sebentar sebelum berkata, "Ya, baru selesai. Tapi aku masih ingin makan," katanya.
"Oh, bagus. Kelihatannya di mejamu porsinya masih lumayan. Kutemani dengan dua karyawanku, mau?"
Mau, hm? Sebenarnya Apo tak tahu harus menjawab apa, tapi mana mungkin dia menolak? Alasannya? Toh mereka tidak akan hanya berdua.
"Oke, boleh," kata Apo. "Kemari saja, Phi. Aku akan memperlambatnya untuk kalian."
"Good, just wait."
Setelah sambungan telepon tertutup, Paing benar-benar turun dengan para bawahannya. Mereka tampak senang karena akan ditraktir, lalu menyapa Apo.
"Halo, Tuan Natta."
"Halo juga, Tuan Natta."
Apo pun tersenyum balik. "Halo ...." katanya. Walau bingung membedakan wajah yang baru dirinya lihat. "Silahkan duduk, santai saja."
"Hahaha, kok tau kalau kami gugup," kata salah satu yang bernama Hana. "Habisnya ketemu langsung dengan Anda. Wah, beruntung, padahal ini baru trisemester pertamaku."
"Hah?" bingung Apo.
Paing hanya terkekeh karena tingkah wanita itu. "Dia hamil, Apo. Dan pernah melihat fotomu di souvenir pernikahan yang waktu itu," katanya. "Kan sempat kubawa ke kantor. Aku tidak langsung pulang setelah menghadiri resepsi kalian."
DEG
"Oh ...."
"Yup! Yup! Dan kata rekanku Anda ini tampan," kata Frey. Wanita di sebelah Hana. "Super-super-super manis, malahan! Jadi ngidam anaknya seperti Anda. Ha ha ha."
Apo tanpa sadar agak teranjung. Namun, Omega itu tetap tak bisa tersenyum lepas. Dia hanya menanggapi obrolan di meja dengan sewajarnya, seolah Yuze dan Wen lah yang ada di sana.
"Apo."
DEG
"Ya?"
Yang tidak Apo sangka adalah, saat pulang Paing memanggil namanya. Di parkiran, Alpha itu menunggunya berbalik perlahan. "Apakah ada masalah?" tanyanya sambil mengulurkan kunci mobil Apo. "Kau kan ... bukan tipe yang di resto sendiri, atau melupakan sesuatu."