webnovel

Angel Who Don't Have Wings

Kesalahan terbesarku yaitu jatuh cinta terhadap roh yang sedang aku giring menuju gerbang pengadilan. sehingga aku di hukum dengan diasingkan kebumi dan juga sayapku di penggal serta dipajang di sebuah patung dilingkungan tempat tinggal para malaikat. Kejadian demi kejadian aku lalui dibumi tanpa keberdayaanku menghadapinya, tetapi aku yakin pertolongan akan selalu ada bagi yang memerlukannya, saat aku merasakan hanya penderitaan muncul seseorang yang membuatku menjadi lebih semangat dan fokusku ke depan untuk menjaganya, begitu juga dengan teman dan keluargaku dibumi.

Omnihara · Fantasia
Classificações insuficientes
382 Chs

Bagian 6: Penderitaan (2)

Dirumah sakit Justin sedang berjuang untuk tetap hidup, Mike dan Mamanya terus berdoa di tengah tangis Mike yang sesegukan. Mike bahkan belum memberikan kabar ke kampus kalau Justin mengalami kecelakaan.

"Mike, sudah kasih kabar kekampus." Mamanya mengelus kepala Mike.

"Belum ma, besok saja lagian udah sore, bsk pagi akan Mike kasih kabar." Mike mengusap air matanya. Ia kembali berdiri dari kursi ruang tunggu dan berdiri didepan kaca ICU sambil menatap sahabatnya yang sedang terbaring sekarat, tidak disadari air mata Mike kembali menetes melihat seseorang yang selama ini riang selalu dan sangat baik kini kondisinya sangat mengenaskan berjuang melawan maut.

Ada seorang yang mengawasi dari atas rumah sakit, berwujud pria dengan tinggi 170 cm, rambut merah yang panjang dan berpakaian seperti tentara berwarna merah menyala, ia tersenyum melihat kondisi Justin yang sekarat.

"Wah, wah, wah. Pekerjaanku ternyata berhasil, harus aku lapor ke Ayah." Ia mengeluarkan sayapnya dan kembali terbang ke neraka menembus bebatuan dan lahar-lahar panas yang melebihi seribu derajat, dimana sepanjang mata memandang hanya terlihat warna merah menyala dan api serta lahar yang menyembur-nyembur, jeritan-jeritan kesakitan para arwah menjadi musik yang indah bagi para penghuni neraka. Ia terbang menuju satu batu yang paling tinggi merupakan singgasan dari seorang paling tinggi.

"Ayah, aku berhasil, dia sekarat, dia sekarat hahaha." Ia tertawa dan berlutut dihadapan seorang pria dengan tinggi 2 meter, berambul silver, bermata hitam, berpakaian serba putih.

"Sangat bagus anakku, sangat bagus." Pria tersebut bangun dan mengelus dagu pria yang sedang berlutut seperti seekor hewan peliharaan, "Kau dan yang lainnya segera berangkat dan buat kerusuhan di dunia manusia. Pergilah, kegelapan menyertaimu." Pria tinggi tersebut kembali ke singgasananya.

"Legion, kami menerima perintah." Jawab mereka yang begitu banyak jumlahnya sampai ribuan dan mereka terbang menuju dunia manusia.

"Hahaha, apa kau bisa mengatasinya kali ini Mikael." Tawa yang terdengar sangat menyeramkan itu begitu menggelegar.

SESAAT SEBELUM PASUKAN LEGION PERGI DARI NERAKA

DISURGA TEMPAT MIKAEL

Seorang malaikat berpostur tinggi tegap, memiliki rambut silver pendek, berjubah putih panjang, ia memakai celana dan hiasan serba putih sampai sepatu yang ia kenakan juga putih, ia adalah Malaikat Mikael yang kini menatap cermin yang menampilkan ke adaan Justin di dalam ruang ICU, ia menangis melihat salah satu saudaranya tersebut terbaring tak berdaya. Ia memanggil salah satu malaikat penjaga bumi untuk datang kepadanya.

"Salam hormat Malaikat Agung, Anda memanggil saya ?" Billy berlutut menunggu perintah.

"Iya, Billy pergilah dan buat pelindung di tempat Justin di rawat, dan pastikan ia tidak diserang." Mikael masih menatap cermin tersebut.

"Baiklah, perintah anda akan saya laksanakan. Malaikat Billy menjalankan tugas, saya undur diri." Billy meninggalkan ruangan Mikael dan segera turun ke bumi lebih tepatnya ke tempat Justin di rawat. Setealh sampai, Billy terbang mengelilingi rumah sakit tersebut sambil memanjatkan doa-doa suci untuk membangun pertahanan terkuat.

Setelah pelindung telah terbentuk, Billy menyempatkan diri terbang menuju ruang ICU dan berdiri disamping Justin sambil memegang dahi Justin dan ia kembali berdoa agar temannya cepat pulih.

"Maafkan aku, aku tidak dapat membantumu Justin. Aku percaya akan ada keajaiban bagimu. Aku pamit, aku akan menjengukmu lagi." Billy tersenyum dan ia kembali terbang untuk melaporkan ke adaan.

----------------------

Saat Billy terbang sudah sangat tinggi, ia kembali terbang dengan cepat kembali ke bumi saat samar-samar ia mencium bau dari Iblis. Benar saja, saat ia melewati awan terakhir untuk mencapai bumi ia melihat pasukan iblis menyerbu dunia manusia bahkan ada yang sudah merasuki manusia hingga manusia itu menggila.

"Dasar iblis licik, jangan membuat manusia jatuh kedalam dosa! Tarian Malaikat kesepuluh! Angin Pengsir!" Billy mengepakkan sayapnya dengan kencang dan angin dengan kencangnya berhembus dan sebagian besar pasukan Iblis tersebut terbelah dan sebagian dengan cepat merasuki manusia yang didekatnya.

"Tarian kedua belas, aakhh!" Billy berteriak karena sayapnya tertancap sebuah panah yang ditembakkan salah satu iblis tanpa ia ketahui.

Kini sayap billy terluka dan ia terjun bebas ke bumi, sebelum badannya menyentuh daratan, badan Billy ditangkap oleh seorang malaikat wanita dan mendirikan Billy di atap sebuah gedung.

"Kau tidak apa-apa?" Ia kini mengeluarkan sebuah busur.

"Tidak apa-apa, hanya sayapku terluka." Billy hendak mencabut anak panah tersebut.

"Jangan dicabut sabarlah." Kini malaikat wanita tersebut membidik ke atas dan menarik tali busur kebelakang.

"Hei! Apa kau sudah gila ? Manusia-manusia itu bisa mati!" Billy berteriak dan berjalan tertatih hendak menahan malaikat wanita tersebut, tetapi teriakan Billy tidak di hiraukan dan wanita tersebut melepaskan tali busuk dan keluar sekitar 500 anak panah yang bercahaya dan menembus bagian dada dari manusia-manusia yang telah dirasuki sebagian pasukan legion, mereka seketika itu juga pingsan dan menjadi suatu kehebohan.

"Ayo aku bantu." Malaikat wanita tersebut mengalungkan satu tangan Billy ke lehernya dan ia terbang dengan sangat cepat kembali ke surga dan melakukan pertolongan kepada Billy.

--------------------

Keesokan harinya, papa Mike kembali kerumah sakit dengan membawa Mamah dan adiknya Justin, mama dan adiknya Justin berlari keluar dari Mobil dan menuju ruang ICU yang ditunjukkan oleh seorang suster.

"Astaga, Justin anak ku!" Mama Justin histeris saat melihat kondisi anaknya dari kaca jendela ICU, kakinya sampai lemas dan ia terduduk sambil meraun-raung menangis.

"Kak Justin! Bangun! Kak! Bangunnnn!" Asley adiknya Justin tak kalah histeris saat melihat kakaknya yang terbaring sekarat di rungan ICU dengan banyak kabel-kabel ditubuhnya.

Mike dan mamamnya segera berlari dan menenangkan orangtua dan adiknya Justin, mereka terus berusaha meredam tangis keduanya, saat mereka sudah tenang setelah diberikan air mineral. Mereka dapat mengobrol dengan sedikit tenang.

Mike langsung mengirim pesan ke Vera dan pihak jurusan di kampusnya. Sesaat setelah menerima Mike mengirim pesan, 3 menit setelahnya ponsel miliknya berdering, ia berjalan sedikit jauh dari orangtuanya dan mengangkat telepon dari Vera.

"Apa benar berita itu Kak?! Kak Justin kenapa bisa begitu ?" Terdengar suara dari seberang telepon yang menangis terisak.

"Kakak juga gak tahu, kakak dikabari jam dua pagi sama pihak rumah sakit. Kamu bisa kesini jika mau melihatnya. Sudah dulu ya." Mike mematikan telefonnya dan kembali ia berjalan ke kaca jendela, menatap temannya tersebut sambil berdoa.

"Ma, Asley mau ke dalam, mau nemenin kak Justin." Asley adiknya Justin yang masih berusia 12 tahun terus menangis dan meraung-raung agar dapat masuk dan nemenin kakaknya di dalam sana.

"Sayang, kakak belum bisa kita kunjungi masuk. Asley berdoa buat kakak ya sayang supaya kakak cepet sembuh." Mama Justin memeluk Asley dan menenangkan anaknya tersebut.

"Ibu, adek yang sabar ya, kita harus berdoa biar Justin kembali pulih, apapun yang dikatakan dokter kalau kita terus meminta sama Yang Maha Kuasa dengan hati tulus pasti akan dikabulkan." Mamanya Mike kembali menangkan adik dan ibunya Justi.

Siang pun datang menghampiri bumi, rumah sakit seketika penuh banyak orang saat satu bus akademi berhenti diparkiran rumah sakit. Mereka teman dekat, dosen dan tenaga akademik yang mengenal dan perduli dengan Justin keluar dari bus dan berjalan mengikuti arah Mike yang telah ditelepon Vera untuk mengarahkan mereka.

"Mereka, Ibu dan Adiknya Justin." Mike mempersilahkan dosennya untuk duduk.

"Kami semua turut sedih atas kejadian yang menimpa Justin. Anak Ibu merupakan salah satu mahasiswa berprestasi dan dia sangat baik, pasti dia akan kuat menghadapi cobaan ini. Untuk Ibu dan Adik jangan lepas dari doa dan jaga kesehatan juga." Dosen mereka mengobrol beberapa lama dengan orang tua Mike dan Justin, sedangkan teman-teman mereka yang lain bertubi-tubi bertanya kepada Mike.

Satu jam mereka berada dirumah sakit dan mengobrol panjang lebar, pada akhirnya dosen mereka menutup perbincanga.

"Ibu, ini ada sedikit bantuan dari kami teman-teman dan sahabat Justin kami harap ini dapat membantu sedikit biaya perobatan Justin." Sang dosen yang lemah lembut tersebut memebrikan sebuah amplop coklat yang sangat tebal, air mata Mamanya Justin kembali turun saat menerima bantuan tersebut.

"Terima kasih banyak atas bantuan dari Ibu, Bapak dan adik-adik semua, saya mohon doakan Justin agar dapat melewati masa-masa kritisnya." Dengan terisak Mama Justin berusaha terlihat tegar.

"Pasti, baiklah anak-anak ayo mendekat kita akan berdoa untuk kesembuhan Justin dan keluarganya agar tetap sehat. Doa dimulai." Mereka semua beroda dengan kesungguhan hati yang tulus dan sebagian menangis mengingat kebaikan Jusin, terlebih Vera yang sangat terisak sekali.

Doa dan ketulusan mereka yang mendoakan Justin, membuat segel yang berada di tangan Justin bereaksi, kini segel tersebut menyebar keseluruh tubuhnya dan bersinar terang, tetapi sinar tersebut tidak dapat dilihat manusia. Badan Justin kini bermandikan cahaya putih bersih yang bersinar sangat terang sampai mencapai surga. Sedangkan di surga Mikael yang melihat cahaya tersebut tersenyum karena ia yakin Justin akan sanggup.

Kini badan Justin bergetar hebat, tekanan darahnya terus meningkat. Para perawat ICU segera menelefon dokter, dalam waktu singkat para dokter dan satu orang perawat tambahan berlari mesuk menuju ruang ICU, mereka yang telah selesai berdoa terkejut, kini kain penutup jendela ditutup dan pintu di tutup agar tidak ada yang masuk. Dengan pikiran yang bermacam-macam terlintas, Mike, Vera, Orang tua Justin, Asley serta orang tua Mike serta teman-temannya mereka bernangisan, salah satu berinisiatif untuk memimpin doa secara langsung, mereka bergandengan tangan sambil seorang pemimpin doa, air mata mereka semakin banjir melihat dokter berlari ke dalam ICU.