webnovel

AndurA

Dua sosok berbeda dalam satu tubuh. Itulah aku! Gelap, kelam, dan tak tersentuh! Itulah sisi lain dar bayangan tergelapku. Lalu sisiku yang lain seakan tersingkir sejak aku kehilangan semua hal yang kusayangi. Mereka, para Pangeran Iblis itu, menghancurkan hidupku! Hingga aku harus melenyapkan mereka semua dalam satu sentuhan hingga lenyap bagai debu!

Ellina_Exsli · Fantasia
Classificações insuficientes
16 Chs

13. Ayo pacaran.

"Kau tak dengar? Aku ingin sendiri!"

Zaen hanya bisa undur diri dengan perasaan sedih. Ini untuk kedua kalinya ia melihat Evard terluka dengan sebuah kenyataan pahit yang sulit di terima.

Evard menatap taman bunga di kerajaannya dengan datar. Lalu beralih pada sebuah cincin yang ia genggam. Senyum Axelia terbayang saat ia mengenakan cincin miliknya.

"Kenapa kau begitu mirip dengannya?"

Untuk sesaat Evard bingung akan perasaannya. Hingga wajah Kay tiba-tiba datang membayang.

"Tidak, dia bukan tunanganmu, Evard. Sadarkan dirimu." ucap Evard pada dirinya sendiri. Ia menggengam erat cincin di tangannya. "Dia Axelia. Ya, dia hanya Axelia."

Evard berjalan cepat saat menyadari aroma iblis lain di kerajaannya. Ia segera turun dan terpaku saat lima pangeran yang tak lain adalah sahabatnya telah duduk di sebuah bangku panjang dengan menikmati sebuah minuman hangat di tangan mereka.

"Apa yang kalian lakukan?" tanya Evard dingin.

"Menikmati teh," jawab Revander dingin. Tatapan matanya meneliti wajah datar Evard. "Apa yang kau lakukan hingga begitu lama menemui kami?"

"Apa kalian tengah mengawasiku?" tanya Evard dengan senyum sinisnya. "Kalian boleh pulang sekarang! Aku sedang tak ingin menemui siapapun."

Axenio tertawa kecil. "Ohh, ayolah. Kita tahu kau adalah orang yang dingin tapi mengusir kami?  Itu ... sedikit keterlaluan."

"Apa kau tengah merindukan Axelia?"

Sorot mata Evard berubah tajam saat pertanyaan itu keluar dari bibir Revander. Ketegangan mulai terasa. Semua pangeran mulai meletakkan gelas teh di tangan mereka pada meja panjang yang terbuat dari emas.

"Aku tak mengenalnya dan dia bukanlah wanit-"

"Bagus! Aku memegang kata-katamu! Akan kubawa dia ke kerajaanku!" putus Revander cepat.

Evard mengeratkan genggaman tangannya. "Kau!"

"Ohh,  tenanglah. Kalian berdua sangat menyebalkan." Dexter mulai angkat bicara. Ia bangun dan menepuk pundak Evard. "Kami tahu kau telah memasuki sekolah Axelia."

"Ini terlihat seperti bukan kau yang biasanya, Evard." Leon melirik Evard yang mulai merasa tak nyaman.

"Jadi kalian juga mengawasiku? Sejak kapan?" tanya Evard dingin.

"Bukan. Kami tak bermaksud seperti itu," Axenio berbicara pelan. Ia diam sesaat dan menatap pangeran lainnya. "Sedikit sulit menjelaskannya tapi kami semua mulai merasa kau aneh."

Evard beralih menatap Axenio.

"Dia bukan tunanganmu, Evard. Lalu kenapa kau sampai-"

"Itu bukan urusanmu, Revander!" jawab Evard tak kalah dingin dengan cepat. "Dan itu juga bukan urusan kalian! Aku memiliki urusan dengan kalian selain kita yang sama-sama mencari kekuatan kegelapan. Kita mencari Putri kerajaan Orthon!"

Semua diam.

"Jadi, pergi sekarang dari kerajaanku!" ucap Evard lagi. "Zaen ...!" teriak Evard keras hingga asap gelap itu terlihat jelas lalu terlihatlah Zaen di sana.

"Hamba, Yang Mulia." jawab Zaen patuh.

"Antarkan para Pangeran keluar dari kerajaanku! Aku tak pernah mengundang mereka sedikitpun!"

"Yang Mulia," ucap Zaen merasa keberatan dengan perintah Evard. Bagaimanapun ia tak akan berani melakukan itu.

"Tak perlu, kami akan pergi." Leon bersikap bijak dan keluar dari kerajaan Valafar.

Yang lainnya mengikuti. Hal itu membuat Evard terdiam. Kenapa aku begitu marah saat Revander mengatakan akan membawanya ke kerajaan Aguares?

***

Axelia tersenyum saat kakinya menyentuh aliran sungai dengan air yang bening. Di sampingnya Kay tengah duduk dan menikmati sebuah anggur yang ia bawa.

"Anggur? Kapan kau menbawanya?" tanya Axelia ingin tahu.

"Aku membawanya dari rumah. Kenapa? Kau mau? Duduklah di sini. Kenapa kau bermain air?"

Axelia tersenyum. Ia duduk manis di samping Kay dan terpaku saat tiba-tiba Kay menyodorkan sebuah anggur di depan bibirnya. "Ka-kay,"

Kay hanya tersenyum. Masih menunggu mulut Axelia terbuka.

"A-aku akan memakannya sendiri," ucap Axelia gugup. Namun Kay menggeleng hingga akhirnya ia membuka mulutnya pelan.

"Gadis pintar," ujar Kay kemudian saat anggur di tangannya telah masuk ke dalam mulut Axelia.

"Manis,"

Kay menoleh dan menatap bibir Axelia yang terlihat bergoyang karena mengunyah anggur darinya. "Benarkah?"

Axelia mengangguk. "Bena-"

Cup!

Axelia terdiam saat ia menoleh Kay ternyata telah mengecup bibirnya. Wajah mereka bertemu saat Kay masih saja menempelkan bibirnya pada bibir Axelia. Dengan pelan, Kay mencium dengan sangat lembut hingga tangannya memeluk tubuh Axelia. Ia sangat bisa merasakan bahwa jantungnya kini tengah meledak karena Axelia hanya diam menurut tanpa menolak ciuman darinya.

"Benar, bibirmu sangat manis." bisik Kay pelan saat ciuman mereka terlepas.

Terlihat jelas wajah Axelia memerah. Tangannya melayang dan langsung memukul dada Kay. "Kau mengambil ciuman perta-"

"Ayo kita pacaran," potong Kay cepat membuat Axelia kembali terdiam. "Kurasa, aku tak bisa melihatmu bersama dengan lelaki lain. Jadi, ayo kita pacaran."

"Kay jangan bercanda. Itu tak lucu."

Kay menggenggam tangan Axelia erat. "Dari mana kau mengatakan bahwa aku hanya becanda? Axelia, aku tak pernah bercanda jika itu menyangkut dengan perasaan."

Mata Axelia menatap lekat manik mata Kay. Senyum tipis terukir. Ah, ternyata perasaanku tak bertepuk sebelah tangan. "Kay,"

"Ya atau tidak? Kau tahu aku tak bisa menunggu."

"Hei, kau harus memberiku waktu untuk berpikir."

"Lalu membiarkanmu direbut oleh lelaki lain?"

Axelia menggeleng dan tak habis pikir. Kenapa lelaki di depannya terlihat sangat buru-buru.

"Aku tak memberimu waktu. Jadi katakan. Ya atau tidak?" meremas jari-jarinya sendiri, Kay terlihat berharap dengan jawaban Axelia.

"Ya," jawab Axelia setelah sekian lama diiringi dengan anggukan pelan. Ada senyum dan wajah yang terlihat sangat bahagia di sana.

Grep! Pelukan erat itu langsung Kay layangkan saat anggukan itu ia lihat. Ia sangat bahagia. Teramat bahagia hingga merasa perlu berteriak dan mengatakan pada dunia.

"Terimakasih, terimakasih telah menerima perasaanku."

"Tapi," ucap Axelia menggantung.

Ujung alis Kay terangkat. "Kenapa?" ia melepas pelukannya dan menatap wajah Axelia. "Apa kau berubah pikiran?"

"Aku takut suatu saat kita akan berakhir menjadi musuh. Aku, aku tak bisa membayangkannya. Jika kita pacaran maka kita akan-"

"Sssttt," jari telunjuk Kay mendarat di bibir Axelia. "Itu tak akan terjadi. Karena aku tak akan pernah meninggalkanmu."

"Kau berjanji?"

"Selama napasku masih kau rasakan. Maka aku akan terus bersamamu,"

Axelia tersenyum. Ah, betapa semua terasa indah. Ia merasa hidupnya telah sempurna. Semua perasaanya tumpah saat Kay kembali memeluk erat tubuhnya. Mereka berdua terlihat sangat bahagia hingga membuat Arven iri.

"Ah, cinta muda yang indah. Ratuku terlihat sangat bahagia, namun saat iblis mencintai manusia biasa, maka bencana tak akan mudah terelakkan," ucap Arven iri. Ia memandang semua dengan datar. "Tentu. Tentu saja jika Ratu kegelapan dapat mengendalikan segalanya. Semua jelas akan berbeda," lanjutnya lalu menghilang dari tempat persembunyian.

***