Tsai Fei dan Qin Lang sudah beberapa lama menjadi tahanan rumah di kediaman Jiang. Walau menjadi tawanan atau tahanan sebenarnya keduanya hidup dengan baik, hanya saja pergerakannya terbatas.
Pada malam hari, keduanya berlatih bela diri secara diam-diam. Walau begitu mereka tahu apa yang dilakukan oleh rekan sebelah ruangannya, hanya saja tak saling mengusik atau melaporkan. Mereka berdua memiliki urusan masing-masing dan tak ingin saling mengganggu.
Tsai Fei yang tidak mengerti kenapa dia harus ditawan mencoba mencari tahu alasan pemilik kediaman dan pasukan penjahat. Kemungkinan mereka sudah tahu identitas sang putri.
Sementara, Qin Lang setelah beberapa bulan sudah berhasil memulihkan tubuhnya. Dia selalu memikirkan dua orang yang kabur. Xiu Lan dan Jiang Ning masih menjadi tanggung jawabnya.
"Semoga kalian tidak mati dan hidup dengan baik," gumam Qin Lang dalam hatinya.
Pria ini tidak mau mengungkapkan apa pun kepada siapa pun. Kehidupannya yang pahit di masa lalu cukup membuatnya untuk menyimpan segalanya untuk diri sendiri.
Begitu pula dengan Tsai Fei. Keluarganya dibantai dalam satu malam. Kehidupan yang baik dan penuh gemilang berubah suram dikarenakan orang-orang pengkhianat yang mengubah segala sisi kehidupan gadis muda ini menjadi hancur dan tak tersisa. Yang Tsai Fei miliki saat ini hanyalah dirinya sendiri dan harapan ayahnya. Dia harus bertahan dan menjalankan misi. Walau sudah lama terkurung, segalanya belum berubah dan tujuannya masih jelas. Tsai Fei tidak berencana untuk menyerah.
"Kau!" panggil Tsai Fei pada Qin Lang yang sudah lama menjadi tetangganya.
Tak ada jawaban pertanda lawan bicara tidak tertarik atau tidak peduli pada suara gadis itu.
Tsai Fei belum merasa puasa diabaikan dan dia mencoba lagi.
"Lang Lang," panggilnya.
Seketika yang dipanggil tersentak dan air matanya mengalir tanpa suara isak tangis.
"Kau masih akan tetap diam? Aku memanggilmu," kata Tsai Fei sambil menempelkan telinganya pada dinding pembatas ruangan mereka, berharap ada sahutan atau respons dari pria di sebelah ruangannya.
Belum ada jawaban juga, Tsai Fei memangil lagi, "Lang Lang." Suaranya lembut dan anggun.
Kali ini Qin Lang tidak bisa lagi berdiam diri. Dengan sekuat tenaga dia mengepalkan tangannya dan mencoba menahan diri agar tidak lebih sedih lagi.
"Jangan panggil aku begitu!" desahnya dengan suara serak dan parau. Tenggorokannya terasa kering dan air matanya menolak untuk diam bagaikan sungai di musim hujan---alirannya semakin besar.
Tsai Fei penasaran ada apa dengan lawan bicaranya.
"Namamu memang itu, kalau kau tidak suka, lalu aku memanggilmu dengan apa? Lagipula kau tidak menjawabku, jangan salahkan aku mengulanginya, Lang," kata Tsai Fei mengubah panggilannya pada Qin Lang.
Pria di sebelah ruangannya bergerak mendekat pada gadis itu. Mereka menjadi sangat dekat saat ini walau terhalang oleh pembatas ruangan. Bayangan masih sedikit kelihatan walau tidak terlalu jelas.
"Kenapa kau bisa di sini?" tanya Qin Lang akhirnya.
Pria itu mengubah topik pembicaraan dan sang putri tidak keberatan. Setidaknya ada jawaban dan tidak hanya diam saja.
"Ceritanya panjang. Tapi kurasa cerita ke depan akan lebih panjang. Baiklah akan kupersingkat, keluargaku mati dalam satu malam. Lalu aku berkeliaran sendirian dia dunia yang sangat luas. Tak disangka aku jatuh ke tangan pria bertopeng itu. Dia mengaku bernama Qin Ming. Eh, bukankah marga kalian sama?"
Tsai Fei bersemangat menceritakan kisah sedihnya. Dia tak lagi menangis membayangkan segalanya. Mulai sekarang, Tsai Fei menjadi lebih kuat dan tegar. Dia harus melakukan perintah ayahnya.
"Begitu," gumam Qin Lang pelan. Dia merasa sedih mendengar cerita gadis tetangganya dan ternyata kisah hidupnya juga tak kalah menyedihkan.
Mereka berdua adalah korban kepedihan masa lalu. Korban kekejian orang lain.
"Eh? Lalu kau bagaimana bisa di sini? Apakah kau juga sama? Di mana keluargamu?" tanya sang putri penasaran.
Dia tidak puas dengan respons Qin Lang yang sangat minim.
"Aku tidak memiliki kisah yang bagus," jawab pria muda dengan nada tidak bersemangat.
Tsai Fei terkekeh dengan nada rendah. Dia mulai menemukan hal menarik pada pria ini. Dia agak canggung, persis seperti ayahnya dulu.
"Siapa yang menyuruhmu menceritakan kisah menarik? Seberapa menarik pun kisah orang, itu tidak akan menjadi milikmu dan tidak akan berharga," kata Tsai Fei membuat Qin Lang tersentak.
Gadis bernama Tsai Fei sangat pandai berbicara dan ucapannya benar juga.
Qin Lang mengingat masa lalunya. Selama dia hidup, tidak ada yang pandai berbicara seperti Tsai Fei kecuali ibunya. Itu pun sang ibu mengalami kematian ketika usianya masih sangat muda sehingga ingatan Qin Lang sangat terbatas. Soal ayahnya tidak perlu ditanya, Qin Lang hanya mendapatkan caci maki dan ujaran kebencian. Sangat tidak layak dijadikan contoh baik.
"Aku ke sini karena kesalahan. Sejak kecil kehidupanku tidak pernah baik, ibuku meninggal karena sakit dan ayahku berubah menjadi pecandu alkohol. Setiap hari hanya berjudi dan minum arak. Setiap bertemu denganku dia akan sangat marah dan memukuli aku sampai kesakitan," jelas Qin Lang.
Tsai Fei langsung kesal, "Ada ayah yang seperti itu di dunia ini? Kenapa dia kejam padamu? Apa kau salah?"
Suaranya terdengar lebih tinggi dan ada aura kesal dan marah pada nada bicaranya. Qin Lang tersenyum tipis mendengar komentar sang putri. Dia merasa gadis tersebut lucu juga.
"Semua karena wajahku sangat mirip dengan ibuku. Ayah belum rela melepaskan ibu dan setiap kali melihat aku, dia menjadi menggila dan marah," jelas Qin Lang.
Tsai Fei geleng-geleng kepala. Dia memikirkan beberapa hal, sebenarnya ayahanda Qin Lang juga sangat kasihan, tetapi sebagai orang dewasa tetap tidak boleh menindas anak kecil.
"Tetap tidak patut. Eh, lalu bagaimana kau bisa sampai ke sini?" tanya Tsai Fei begitu sadar cerita Qin Lang belum selesai.
"Lalu suatu hari, ayahku menjual aku pada bajak laut. Selama bertahun-tahun di sana latihan dan menjadi kuat. Tak disangka tuan dibunuh dalam satu malam. Aku menjadi tahanan dan temanku kabur bersama ...."
Qin Lang berhenti berbicara. Dia merasa dirinya terlalu banyak membocorkan rahasia. Semua karena merasa senang dan dekat dalam seketika.
"Baiklah, tak perlu kau jelaskan bagian itu. Aku mengerti. Lagipula aku hanya memintamu menceritakan kisahmu dan bukan kisah orang lain," ucap Tsai Fei bersemangat.
Suaranya yang anggun, menyenangkan dan juga terdengar bagus membuat Qin Lang nyaman.
"Lang Lang," panggil Tsai Fei lagi.
"Mn?"
Pria itu tidak lagi protes dengan nama panggilan mereka.
"Eh, kau sudah tidak marah dipanggil begitu?"
Sang putri entah kenapa merasa senang hanya dengan obrolan kecil di malam hari.
"Terserahmu saja, lagipula itu membantuku mengingat seseorang," jelas Qin Lang.
Tsai Fei semakin penasaran. Dia hanya menebak mungkin seseorang yang memanggilnya begitu adalah orang terdekat dan penting, bisa saja ibunya.
Bersambung ...