Bagian 56
di Rumah Gerimis dan di Luar Hujan Deras
Setelahnya, Kian hari bergerak begitu cepat tak seperti biasanya. Ntah bagaimana cara tuk merasakan hal yang paling tepat. Ntah bagaimana melihat warna putih dalam lingkup lingkaran hitam. Ternyata benar butiran butiran yang sudah teramat bertebaran di sebuah lantai memang sulit untuk di lihat tapi kita tak akan pernah bisa berbohong jika kita tau mengapa butiran tersebut itu terjadi.
Kacau jika aku yang selalu melihatnya. Aku tak akan pernah meminta apapun jika selalu di beri. Aku tak akan pernah berbicara panjang lebar jika di minta untuk diam. Aku tak akan pernah melakukan apapun jika bukan karena kehendakku sendiri. Tenang, Kepalaku tak sekeras itu. Kali ini aku bisa menyadari banyak hal, Memang benar terlalu jauh tuk egoku menggapaimu, Terlalu naif jika aku mengatakan "iya".
Kata kita, Ternyata terlalu jauh. Gerimis di rumah membuatku tak pernah bisa keluar dari kamarku. Hujan di luar adalah sebuah pertanda akan ada pelangi setelahnya, Sial aku terlalu mempercayai itu. Melihatnya tertawa kecil sangat menyenangkan, Sialnya aku melihat di balik kaca jendela rumahku meski tertutupi embun air hujan senyumnya tak pernah gagal untuk mengalahkan embuh hujan di kaca jendelaku, Suaranya setenang hujan bergemuruh di pagi hari. Jangan hujan terlalu deras, Aku menyukai gerimis kecil bersama siukan angin yang membawa daun terbang jauh ke angkasa.
Bagian 57
Jangan Lagi Melihatnya Sebagai Rumah Yang Kosong
Dia bukan lagi rumah kosong, Dia adalah rumah berpenghuni. Kemungkinan terbesarnya terlihat kosong namun ada banyak sekali orang yang berkunjung datang dan pergi. Bagaimana bisa? Iya, Rumah kosong itu benar benar rumah yang semua orang inginkan. Sang pemilik pun merasa tak adil dengan perlakuannya terhadap orang orang sekitarnya. Sang pemilik merasa ia bukanlah rumah untuknya, Namun untuk semua orang.
Semua orang hampir pernah datang pada rumah itu, Ntah untuk bersandar ataupun menikmati jamuan yang di berikan. Namun faktanya semua orang yang datang ke rumah tersebut jarang sekali bersedih ketika pergi. Mereka tersenyum bahagia. Percayalah kesedihan hanya terjadi pada sang pemilik rumah. Setelah aku tau ternyata berjalan sendirian mencari rumah yang layak adalah hal yang mungkin bisa aku dapatkan. Tapi? Berjalan terlalu membuang energi. Energiku benar benar habis karena rumah tersebut.
Sekarang aku tak lagi pernah datang ke rumah itu, Untuk kedua kalinya ataupun ketiga kalinya aku benar benar tidak datang dan melihatnya sebagai rumah kosong. Aku benar benar salah, Memandang yang terlihat dari luar adalah sebuah kekosongan. Kehampaan hari ini benar benar sangat membuatku ingin berkunjung ke rumah itu. Aku tau bagaimanapun juga usaha untuk menutup rumah itu tak akan pernah bisa. Biarlah menjadi terbuka, Biarlah semuanya datang. Aku hanya sebuah angin lewat yang hampir saja menjadi pemilik rumah.
Bagian 58
Sejak Tempat Itu Ada Aku Merasa Ingin Hilang
Bagian Tersulitnya ya, Dimana cuma aku yang sedih. Seakan akan semua ceritanya hanya aku yang berperasaan. Yang ternyata kamu lebih dulu selesai. Dimana kamu sudah memulai di buku baru, Sedangkan aku masih menulis di buku yang lama. Dan tokohnya masih sama, Kamu.
Memang benar, Terlalu sulit untuk melangkah kembali. Untuk pulang dan mengetuk pintu rasanya terlalu berat. Tuk mencari rumah pun sulit. Siapa yang akan menerima seseorang yang basah kuyup karena hujan? Selain dirimu? Selain tanganmu yang siap membasuh di setiap tetesan air yang menetes. Ini bukan tentang siapa yang paling banyak meneteskan air mata, Namun siapa yang selalu siap tuk menjadi penyembuh di setiap luka yang ada, Menjadi sebuah pelindung di setiap perjalanan.
Sekarang semuanya hanya tinggal luka. Yang terlihat dan menggantung di setiap tempat yang dulu selalu kita kunjungi. Tali yang dulunya pernah sangat erat sampai terikat sekarang semuanya sudah putus terputus. Ternyata hilang semuanya, Tempat dan mata menjadi saksi yang tak pernah bisa berbicara bahwa dulunya kita pernah bersama. Tertinggal lagi ternyata, Aku tak akan pernah menjadi satu satunya hal yang indah di bagian hidupmu, Namun aku tetap menjadi bagian kecil itu, Yang selalu menampakkan warnanya sebelum kamu terlelap.
Bagian 59
Ini Tak Terlalu Lama, Tapi Begitu Cepat
Aku benci akan hal ini, Tapi mau bagaimana lagi. Keinginanku melebihi dari ini. Ntah apa yang aku rasakan kali ini, Aku lebih merindukan diriku yang dulu lagi. Ntah lah mau bagaimanapun juga diriku yang dulu tak seperti ini. Apa yang kamu tunggu dari sebuah ketidakpastian. Apa lagi. Aku bingung dengan semua hal, Denganmu mungkin menenangkan namun aku tak pernah tau jika aku punya kendali akan hal itu aku tak akan pernah mau tau. Aku benar benar tak pernah tau jalan. Jalan mana lagi yang akan kamu buka dan jalan mana lagi yang akan kamu tutup.
Aku tidak merasakan apapun hari ini. Pait rasanya. Jika hari ini hujan mungkin akan berbeda, Aku merindukan hujanku yang dulu, Benar. Bagaimana tidak merindukan hujanku yang dulu? Ia selalu reda ketika aku hendak keluar. Ia selalu deras ketika aku sakit. Hei, Hujan aku benar benar merindukan periangmu, Sungguh, Kali ini aku benar benar merindukan kehilanganmu.
Sekarang aku merasakan hal yang sama, Berkali kali namamu selalu memanggilku, Ntah lima kali atau lebih aku merasakan hal yang sama, Kamu hanya menyapaku. Sebagaimana hujan hari ini yang sebentar lagi berhenti.
Bagian 60
Pelabuhan Antar Pulau
Barang kali ada hal yang tertinggal dari sebelumnya, Barang kali hal ini terlalu begitu tinggi untukmu, Bukan tinggi namun terlalu berlebihan. Aku melihat sesuatu hal yang jarang sekali terlihat. Manusia yang mencoba memahami sesama manusia. Manusia yang saling menyakiti. Manusia yang selalu berlari dari kenyataan. Manusia yang berkuasa atas haknya sendiri. Manusia yang memikirkan dirinya sendiri. dan banyak lagi.
Berbagai topeng kehidupan telah terlihat, Tipu daya dan berbagai hal lainnya. Kehidupan berkuasa, Uang berbicara. Ranting daun menangis melihat batangnya di ambil. Tanah tanah menangis tak ada satupun yang membantunya untuk minum.
Sebagaimana laut, Membiru dan luas. Teramat dalam dan jauh mengerikan. Ombak yang kesana kemari menyapu daratan. Tangisan kepergian di sebuah pelabuhan. Melewati sebuah pulau dari sebuah pulau. Beranjak pergi jauh tuk melanjutkan sebagai tokoh utama dalam kehidupan. Manusia lemah yang selalu lari dan mengobati kakinya sendiri.