webnovel

ALFA

Terlahir menjadi seorang perempuan muda yang sangat berbeda dari umumnya membuat Shirly Kenia harus menerima fakta yang ada. Beruntung selama hidup mengenal Orang Tua dan seorang kurir perempuan di HAFA BAKERY milik Bunda, yang begitu baik dan selalu menebar aura positive. Sehingga membuat Shirly Kenia sangat menikmati selama 21 Tahun hidup di dunia. Tetapi semuanya telah berubah, perubahan ini juga menjadi titik awal Shirly Kenia memiliki tekad bulat untuk keluar dari zonanyaman. Lalu, bagaimana kelanjutan dari hidup Shirly Kenia? Apakah tetap dapat dinikmati atau justru . . .

whatsappmail · Urbano
Classificações insuficientes
17 Chs

Cerita Yang Terlewat (10)

Hari demi hari berganti, sunrise berganti sunset lagi. Selama seminggu berjalan, udara segar dapat Circi hirup sepuas mungkin, kembali bebas, rasanya memang dapat membuat mood disetiap hari selalu bagus. Kegembiraan melingkupi Circi disetiap detik, entah karena ikut andilnya Elsa yang menjadi kamera pengintai versi manual atau memang Circi telah berhasil mengontrol emosional lebih baik dari pada sebelumnya. Disetiap waktu, minihouse hanya dipenuhi canda tawa, dan seruan saling support satu sama lain.

Pagi ini, masih menggunakan apron bunga-bunga dan wajah serta tangan berbalut sisa tepung yang masih menempel, Circi membantu Elsa mengangkat satu wadah terakhir berisi adonan kue ke atas jok bagian belakang sepeda motor yang sengaja diatur agar dapat muat beberapa barang.

"Fiuh! Akhirnya selesai juga untuk perkara adonan hari ini. Hati-hati di jalan Elsaku! Terima kasih ya sudah membantu." Ucap Circi, terasa sangat tulus.

"Siap nona mudaku. Oh iya, nanti malam jangan lupa untuk bersiap-siap ya. Kenakan pakaian yang sopan, sederhana, dan nyaman bagimu. Setelah selesai pekerjaanku di bakery, kita akan langsung berangkat bersama. Ada sesuatu yang perlu aku tunjukkan padamu. Aku pikir sudah waktunya untuk melunasi hutangku. Kamu ingatkan? Aku pernah meng-iya-kan pertanyaanmu? Maka nanti malam akan aku penuhi. Tapi tidak disini nanti kamu juga akan tahu. Oke? Bye." Ucap Elsa sembari mulai menaiki sepeda motor, memperbaiki sedikit letak helm, lalu melaju kencang hingga hilang di pandangan. Sedang Circi hanya menganggukkan kepala, dari sekian banyak kata-kata yang terlontar, Circi hanya mampu menyerap 2 kalimat. Yaitu, ' . . . nanti malam jangan lupa untuk bersiap-siap ya. Kenakan pakaian yang sopan, sederhana, dan nyaman bagimu.'

Meski masih dipenuhi rasa penasaran. Yang selanjutnya terjadi, Circi hanya mengedikkan bahu dan memilih masuk kembali ke dalam minihouse. Membersihkan dan merapikan apa-apa yang memang perlu dibersihkan dan dirapikan. Berusaha mengembalikan semua alat-alat yang sempat digunakan pada tempat semula.

Malam harinya, Circi telah rapi sesuai yang berhasil diserap oleh otak cerdas yang sepertinya semakin mengkerut saking terlalu banyak hal dipikirkan. Tak ada riasan wajah, tetapi kacamata dilepas berganti softlens karamel, menggunakan celana kain panjang berwarna coklat muda dengan kaus lengan panjang tak lupa dilapisi kembali oleh sweater tebal berlengan panjang, berwarna senada. Rambut diikat menjadi satu seperti ekor kuda, lalu menggunakan kaus kaki tebal dan sepatu olahraga berwarna senada. Malam ini tema dan konsep pakaian Circi adalah coklat muda dan enjoy di musim dingin.

Circi memiliki kamus hidup tentang tata cara berpakaian, yaitu, nyaman berada diurutan pertama, sopan diurutan kedua, terakhir adalah sederhana. Circi juga termasuk dalam tipikal wanita yang tidak peduli mengenai pendapat orang lain. Itulah kenapa, tidak heran apabila malam ini ia tidak peduli akan mengalami salah kostum atau sebagainya.

Malam bergulir semakin larut, waktu menunjukkan pukul 10.00. Circi sudah mengantuk dan hampir mati kebosanan akibat menunggu Elsa yang tak kunjung datang. Menghubungi nomor ponselnya pun juga sia-sia, sejak tadi operator hanya mengatakan bahwa nomor sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Kedua kaki itu mengetuk-ngetuk lantai. Tubuh telah bersender lelah pada punggung sofa.

Semua pekerjaan rumah telah selesai sejak sore tadi. Jika malam ini mereka jadi untuk pergi maka Circi hanya perlu mematikan seluruh lampu dan sambungan listrik di minihouse. Berusaha meminimalisir terjadinya konsleting selama ketidak beradaannya di minihouse. Sebenarnya dari sekian banyak pertanyaan, ada satu pertanyaan yang sejak tadi bergelut di kepalanya. Yaitu, apakah Bunda dan Papa telah mengetahui dan mengizinkan rencana bepergian mereka berdua malam ini?

Memikirkannya membuat Circi dibuat pusing seorang diri. Ketika mata memberi tanda bahwa akan segera menutup akibat kantuk yang tak dapat ditahan lagi, sebuah suara dari deru sepeda motor yang baru saja mati dan sedang didorong naik ke atas teras minihouse membuat mata terbuka seketika. Menampakkan Elsa yang sangat anggun mengenakan dress selutut berlengan panjang. Warna putih pada dress menambah kesan elegan dan semakin menguarkan aura Ke-Putri-annya sebagai seorang peri yang hingga detik ini masih belum Circi ketahui.

Circi segera berdiri dan berjalan menghampiri Elsa yang masih berada di mulut pintu minihouse, sibuk melepas helm. Tak lama kemudian, Elsa langsung menarik kencang Circi untuk berlari keluar menuju tengah hutan yang gelap gulita. Di tengah acara berlari kencangnya, Circi yang dilanda panik karena belum mematikan lampu dan listrik bahkan belum menutup dan mengunci pintu minihouse dengan benar, harus merasa kaget luar biasa tatkala kepalanya menoleh ke arah belakang, samar nampak dari kejauhan ada sebuah angin kencang yang melewati minihouse membuat pintu tertutup rapat dan seluruh lampu padam.

Shock masih melanda, menguasai akal dan tubuh, tiba-tiba diam kaku saat menyadari bahwa dirinya sudah tidak berlari lagi tetapi telah berada dalam gendongan dibalik punggung Elsa yang memiliki sayap lebar nan tipis, tulang yang kuat sekali. Dalam satu kepakan bisa sampai menjangkau 10 langkah kaki pendek Circi. Entahlah, Circi merasa linglung saat ini. Bahkan kedua tangannya telah meremat kencang bahu Elsa, mengingat posisi tubuhnya yang menyelip diantara kedua sayap.

"Elsa?" Panggil Circi, nyaris suaranya tak terdengar karena dilalap angin. Beruntung para makhluk immortal termasuk peri seperti Elsa dianugrahi pendengaran tajam. Elsa hanya mengeratkan pegangan pada kedua kaki Circi disamping kanan-kiri pinggangnya sebagai penanda bahwa ia mendengar. Elsa tidak bisa menoleh untuk saat ini karena harus fokus. Setidaknya biarkan Elsa mengeluarkan diri sendiri dan Circi di balik punggung, dari wilayah bangsa tetangga.

Entah sudah berapa lama waktu yang terlewati, sepertinya malam semakin larut atau memang Elsa berhasil membawa dirinya sendiri dan Circi masuk semakin dalam ke gelap dan sunyinya hutan dengan pohon-pohon berdaun dan ranting besar, tebal, lebat juga akar yang menjalar ke segala arah. Tiba-tiba kedua sayap Elsa mengepak semakin pelan, dan pelan. Sungguh Circi tidak tahu ini hutan dibagian mana tetapi disini sangat-sangat gelap dan ketika Elsa merendahkan tubuhnya untuk menurunkan Circi, disitulah bibir tebal itu nyaris akan berteriak kencang jika saja Elsa tidak membekap mulut Circi dengan gerakan cepat.

"Jangan berteriak Circi. Disini masih termasuk dalam wilayah tetangga. Aku tidak mau bertarung seorang diri melawan ksatria-ksatria milik mereka. Kalau kamu merasa takut, tutup saja kedua mata dan telingamu. Nanti jika sudah sampai, aku akan beri tahu. Simpan semua pertanyaanmu dulu. Ada waktu dan tempat yang tepat untuk aku menjawabnya."

Circi hanya menganggukkan kepala. Jujur saja, penyebab dibalik kekagetan luar biasa itu karena ditengah gelap seperti ini, ketika sedang fokus meraba-raba tanah agar pijakan kaki tepat sasaran, secara tidak sengaja bersitatap dengan Elsa, disitu mata Elsa berubah warna menjadi kuning dan bercahaya. Sayapnya pun ikut mengeluarkan sinar berwarna kuning persis seperti kunang-kunang yang mulai sulit dicari di pusat kota.

Tiba-tiba Elsa sudah tidak terasa lagi disekitaran Circi. Kedua tangan meraba-raba udara kosong ke seluruh penjuru. Panik mendominasi. Pikiran Circi yang seorang diri berpetualang pada semua hal-hal buruk. Seharusnya Circi tidak membuka kedua matanya namun, karena pada dasarnya ia termasuk dalam seorang anak yang sulit dinasehati membuat kedua mata itu terbuka sempurna. Di detik itulah tubuh berisi mulai bergetar ketakutan, keringat dingin membasahi seluruh tubuh. Udara dingin merayapi seluruh sisi tubuhnya. Sekali lagi, perlu diingatkan, gelap gulita adalah musuh Circi sejak kecil. Mendadak, tubuh itu meluruh lemas, dan meringkuk, memeluk erat tubuh dan membenamkan wajah pada lutut yang tertekuk.

Sebenarnya sudah sejak tadi Circi merasa takut namun, ada sisi lain dari akalnya yang menantang untuk menikmati bagaimana mencekamnya hutan, dan kedua mata bulat itu baru patuh untuk menutup rapat lagi setelah Elsa meminta, sehingga apa yang terjadi saat ini adalah puncak dari ketakutannya. Sepertinya Elsa melakukan kesalahan fatal.

Berulang kali Circi terisak dan memanggil-manggil Bunda, Papa, dan Mr. Khai dalam bisik. Sedang jauh beberapa meter di belakang Circi, Elsa yang sibuk menuntun seekor kuda poni dewasa berwarna putih itu menajamkan pendengaran dan mengumpat kasar. Bukan ini yang diharapkan.

"Circi. Aku disini. Jangan menangis. Kamu tidak sendirian, cup-cup. Maaf, sungguh aku tidak berniat untuk membuatmu menangis seperti ini." Peluk Elsa beberapa menit kemudian. Sesekali mengelus sayang surai tebal Circi.

"Jangan meninggalkanku lagi. Aku takut. Aku benci gelap dan sendirian." Isak Circi, tetap meringkuk. Kondisinya saat ini semakin mengulur waktu. Elsa khawatir Bangsa tetangga mengendus keberadaannya dan Circi disini.

"Iya, janji. Aku janji untuk tidak meninggalkanmu lagi. Sungguh. Ayo bangun. Jangan meringkuk seperti ini, disini. Kamu harus berkenalan dengan kuda milikku." Bujuk Elsa. Mencoba mengalihkan perhatian Circi agar tidak semakin larut serta meyakinkan Circi mengenai keberadaan sang kuda kesayangan di belakangnya, dengan sengaja energi negatif menguar dari tubuhnya, membuat sang kuda poni sedikit memekik, suaranya menggema keseluruh sudut hutan. Entah ada apa malam ini, seakan dewi fortuna sedang berpihak pada mereka sehingga tidak terasa sedikitpun keberadaan para ksatria milik bangsa tetangga yang sedang berpatroli.

Ternyata cara ini berhasil. Sontak Circi berdiri, dan membalik badan menghadap ke arah belakang. Melebarkan pupil mata agar dapat menatap fokus kuda poni berwarna putih itu. Tanpa rasa takut, Circi menepuk-nepuk pelan tubuh sang kuda berlanjut dengan mengelus sayang kepala si kuda poni yang menunjukkan rasa nyaman. Berikutnya, Circi mulai berani memeluk erat leher sang kuda. Melihat ini membuat Elsa terkejut bukan main.

Elsa teringat ketika perbincangannya bersama Mr. Khai dengan Bu Bos,disitu ia diberi peringatan untuk berhati-hati segala perubahan emosional Circi termasuk moodswingnya yang sangat Mainstream. Sehingga membuat Elsa meremas ujung dress, khawatir takut terjadi sesuatu namun, disisi lain ada rasa lega tersendiri ketika menyadari sangat mudah mengalihkan perhatian Circi. Setidaknya ini sedikit memberi peluang agar waktu yang telah berlalu tidak percuma saja.

"Circi. Kamu akan menaiki kuda ini. Apa tidak masalah?" Pinta Elsa, penuh harap.

"Lalu? Elsa mau meninggalkan aku hanya berdua bersama kuda saja?" Henyak Circi. Kedua alis tertaut.

"Tidak. Aku akan mengikuti kamu dari belakang. Bagaimana?" Tanya Elsa mencoba meminta kepastian.

"Um, tapi aku tidak pernah naik kuda sebelumnya. Kalau nanti aku menyakiti si kuda kan kasian, Elsa. Lalu kalau aku terjatuh saat kudanya berlari, bagaimana?" Cerocos Circi. Wajahnya dipenuhi tanda tanya dan kebingungan.

"Tidak akan, Circi. Sudah aku bilang, aku akan mengikutimu dari belakang. Jadi sudah dapat dipastikan tidak akan ada hal buruk yang terjadi padamu. Oke?" Tanya Elsa. Meyakinkan sekali lagi. Sednag sebenarnya hati Elsa telah menggerutu sejak tadi, khawatir ada yang mulai menyadari keberadaan mereka berdua. Meski pada kenyataannya itu tidak akan terjadi mengingat dewi fortuna sednag berpihak padanya. Tetapi kalau sekedar berhati-hati tidak ada salahnya bukan.

Pada akhirnya Circi menganggukkan kepala walau hatinya masih merasa ragu. Beruntung kudanya berwarna putih jadi Ciric dapat mengontrol perhatian atau fokusnya agar pada si kuda saja. Daripada menatapi sekitar justru, yang ada malah semakin menambah tanggung jawab Elsa untuk dua kali lipat lebih ekstra.

Setelah memeluk sang kuda sekali lagi, Circi berusaha duduk di punggung kuda di bantu oleh Elsa. Untuk membuat Circi beradaptasi dengan pergerakan sang kuda, Elsa menggunakan sedikit ilmu gelapnya agar pergerakan sang kuda dapat dikontrol.

Awalnya si kuda poni berjalan perlahan-lahan, kemudian berlari kecil, selanjutnya berlari snagat kencang bahkan tak jarang melompat tinggi untuk menghindari akar-akar pohon yang menjalar tak nentu arah menghiasi setiap detik perjalanan.