webnovel

Penyatuan Dua Hati

Shou tertegun. Netra emasnya menatap lekat-lekat perempuan mungil itu. Semudah itu Hee Young berubah pikiran?

Sepertinya perempuan itu mengerti keheranan Shou. Ucapan yang meluncur dari bibir ranumnya membuat pria itu tersenyum geli.

"Lakukan dengan cepat, mumpung aku aku."

Buku jari Shou mengelus pipi Hee Young. "Kau mabuk. Aku tak mau melakukannya saat otakmu tak tahu apa yang diinginkan."

Lelaki itu mencondongkan tubuh dan mencium kening Hee Young. "Tidurlah! Besok pagi kubuatkan sup anti mabuk untukmu."

Hee Young menggeleng keras. Tidak! Tidak! Dia harus mengalahkan rasa pengecutnya. Lelaki ini berbeda dengan yang dulu.

Mereka sudah pernah melakukannya di malam pertama pernikahan. Sekarang tak ada bedanya dengan kemarin. Hee Young menelan ludah. Bercinta dengan Shou tak sesulit anggapannya selama ini. Dulu dia takut, trauma itu membelenggunya sangat kuat.

Namun, Shou berbeda. Pria itu memperlakukannya sangat lembut. Tak ada ancaman, tak ada intimidasi. Semuanya mengalir dari dalam hati.

Sekarang atau tidak sama sekali.

Ujung jemarinya menyentuh bahu telanjang Shou. Sungguh, dia sangat berterimakasih pada setiap tetes alkohol yang ditenggaknya. Setidaknya cairan itu mampu membangkitkan keberaniannya berdekatan dengan pria ini.

"Ada apa, Hee Young." Shou kembali membuka mata dan menoleh.

Hee Young menjilat bibir. Tubuhnya bergerak ke depan dan langsung menempelkan bibir ke bibir Shou. Dia bisa merasakan lelaki itu menegang.

"Hee Young?"

"Jangan menolak, kumohon?" Suaranya bergetar. Telapak tangannya menangkup pipi lelaki itu dan berbisik meminta, "Biarkan aku melakukannya."

Shou diam saja. Hee Young menyembunyikan kegugupan dengan melumat bibir tipis suaminya. Lelaki itu spontan membuka mulut dan ciuman mereka berubah jadi panas dalam sekejap.

Tak ada yang dilakukan Shou selain membalas ciumannya. Hee Young diserang panik. Meski lelaki itu melakukannya selembut malam pertama mereka, tetap saja Hee Young gemetar.

"Kita bisa berhenti, Chagiya." Shou melepas ciumannya. Napas lelaki itu tersengal.

Hee Young mengamati hasil cumbuan mereka di wajah Shou. Bibir lelaki itu bengkak. Rona merah muda membayang di wajah putihnya. Perempuan itu tersipu malu mengingat hal yang sama juga pasti terjadi padanya.

"Aku tak mau berhenti." Jemarinya mengelus rahang kokoh Shou.

"Kau tidak menginginkanku, Hee Young." Dia meraih kepala Hee Young dan mengecup puncak kepalanya. "Aku akan pergi. Kau lebih baik tidur."

"Kau tak menginginkanku?" tanya Hee Young dengan nada kecewa yang tak ditutup-tutupi.

Shou melotot garang. "Astaga, Sayangku. Saat ini yang paling kuinginkan hanya menyatu denganmu, tapi aku tidak mau melakukannya saat kau mabuk. Besok pagi kau akan menyesali kejadian malam ini jika aku memaksa bercinta."

"Aku tak akan menyesal." Hee Young menyusurkan telapak tangannya ke celana Shou. Meraih sesuatu yang mengeras dan menggenggamnya lebih kuat.

Gadis itu terkesima saat menyadari reaksi Shou pada sentuhannya. Lelaki itu mengatupkan rahang erat-erat, berusaha tidak menggeliat. Namun, responnya itu justru membuat tubuhnya setegang senar gitar.

Shou menahan tangan Hee Young yang bergerak makin agresif. "Hee Young, kau yakin?"

Hanya anggukan untuk pertanyaan Shou. Hee Young makin berani. Pola sentuhannya sedikit kacau. Saat jemarinya merasakan milik Shou berkedut, refleks dia melepaskan diri.

"Jangan dilepas!" Shou menahan pergelangan Hee Young yang bergerak mundur.

"Aku menyakitimu," kata Hee Young khawatir.

Shou menggeleng. "Tidak, kau membuatku senang. Teruskan!"

Hee Young gugup. Wajahnya memerah, tapi tak berniat mengalihkan pandangan dari otot-otot kencang di perut suaminya. Tubuh lelaki itu sangat sempurna tanpa segores pun kecacatan.

Shou tersenyum tipis. Dia tahu Hee Young tak perawan lagi, tapi pengalaman mereka bercinta pertama kali meyakinkan lelaki itu bahwa istrinya masih sehijau gadis yang dipingit.

"Lakukan yang kau suka." Shou merapikan anak rambut Hee Young yang menutupi mata. Samar-samar tercium aroma soju.

"Aku tak tahu harus melakukan apalagi." Hee Young mulai frustasi. Dia menjauhkan tangannya dari celana Shou, tapi lelaki itu masih mencengkeramnya.

"Lihat, sentuh, dan rasakan," bisik Shou. "Lakukan apa yang ingin kau lakukan. Aku akan menerimanya dengan senang hati."

Lelaki itu meringis sedih. Tahu persis bahwa setiap sentuhan perempuan itu akan membuat dirinya gila. Bertempur melawan agma tampak lebih mudah dibandingkan menahan gairah yang dibangkitkan tubuh hangat Hee Young.

Mendadak perempuan itu menuruni tempat tidur. Shou mengernyit bingung.

"Mau ke mana?"

Hee Young tak menjawab. Dia membuka kulkas mini dan mengeluarkan dua kaleng bir. Alih-alih menawarkan pada Shou, perempuan itu menenggak habis isi dua kaleng dan kembali pada sang suami.

"Oke, aku sudah siap."

"Apa?" Shou makin bingung.

Detik berikutnya mata emas itu terbelalak melihat adegan paling erotis yang pernah dialaminya selama eksistensi hidup yang panjang. Dia sudah ribuan kali melihat tubuh wanita, tapi kali ini berbeda. Ini Hee Young, bukan wanita-wanita liar yang melemparkan diri sembarangan. Dada Shou dihantam kebahagiaan.

Ini perempuannya, miliknya, bebas diklaimnya kapan pun Shou inginkan. Netranya terpaku pada tubuh yang memancarkan aura feminitas sangat tinggi.

Dalam gerakan sangat pelan, Hee Young melucuti satu demi satu bajunya. Sweater rajut teronggok di lantai. Berlanjut kaus yang ditarik ke atas, memamerkan sepasang dada mungil yang tertutup bra pink pucat.

Lalu jemari Hee Young dengan amat pelan membuka kancing celana jeans. Seolah sudah lihai melakukannya ratusan kali, perempuan itu hanya menatap tanpa ekspresi ke arah Shou yang berbaring setengah duduk. Dilemparnya celana biru gelap itu ke ujung ruangan. Kini Hee Young sudah setengah telanjang dengan hanya menyisakan pakaian dalam berwarna serasi.

"Apa ini cukup?" Kulit putih tersembul dari balik bra.

Shou menelan ludah. Lidahnya mendadak kelu. "Hee Young, kau mabuk."

"Mungkin." Perempuan itu mengedikkan bahu. Keberaniannya muncul. Mata kecokelatannya terhunjam ke manik keemasan Shou. "Kau tak mau membantuku melepasnya?"

"Melepas apa?" tanya Shou linglung.

Bibir Hee Young mencebik menggemaskan. Tangannya tertekuk ke belakang, dengan cepat membuka kaitan bra. Sejurus kemudian benda itu terjatuh. "Kau sepertinya tak mau kerepotan."

"Hee Young, half time," cicit Shou. Napasnya memburu melihat tubuh menggoda sang istri. Baru kali ini pertahanan dirinya yang sering dibanggakan, luluh-lantak dalam satu sapuan angin.

"Yang kubutuhkan extra time, Shou." Hee Young berjalan anggun mendekati ranjang. Tungkainya merangkak naik, memberi akses tak terbatas pada dada yang tergantung indah.

Lelaki itu tak tahan lagi. Hanya sampai di sini batasnya. Sangat cepat dia menyambar Hee Young, mendudukkan perempuan itu di atasnya, lalu meraih tengkuk dan memberi lumatan keras.

"Harusnya sekarang kau mengambil alih." Suara Shou parau. "Malam ini milikmu, Hee Young."

"Chagiya?" panggil Shou.

Hee Young melirik ke atas. Senyumnya malu-malu. Perlahan dia merunduk. Jantungnya berdebar kencang memergoki sepasang netra Shou menggelap.

Aku pernah melakukannya dan lelaki sangat suka ini. Hee Young membatin. Menjilat bibirnya agar sedikit lembab. Meski gemetar, tapi perempuan itu juga merasa superior. Dia menguasai lelaki yang berada di bawahnya. Lelaki yang dipuja jutaan wanita di dunia. Lelaki yang diidam-idamkan banyak wanita agar bisa berada di ranjang mereka.

Jemari lentik Hee Young menyusuri milik Shou. Mata almonnya menikmati kesiap tertahan pria di bawahnya, juga tubuh yang mendadak setegang busur panah.

Perempuan itu kembali tersenyum. Kepalanya merunduk makin rendah. Dia menggigit bibir gamang, tapi segera ditepisnya jauh-jauh perasaan itu.

"Hentikan," kata Shou menggeretakkan gigi, mengatupkan geraham, dan melempar kepalanya ke belakang.

Hee Young segera melepaskannya. "Ada apa?"

"Chagiya, aku sudah sangat siap bercinta denganmu. Satu hisapanmu itu bisa langsung membuatku klimaks."

Hee Young mengerjap-ngerjap. "Secepat itu?"

"Iya, jika mulut mungilmu yang melakukannya." Shou meraih Hee Young.

Hee Young terkesiap. Tubuhnya kini bersentuhan langsung dengan Shou. Lelaki itu memasang ekspresi meminta maaf.

"Aku tak tahan lagi, Hee Young," bisik Shou. Jempolnya mengusap lembut kulit halus di pangkal paha istrinya. Senang saat merasakan perempuan itu bergetar. "Tolong, jangan siksa aku. Kumohon?"

Hee Young tertegun. Untuk beberapa detik dia terdiam. Selama ini belum pernah ada lelaki yang memohon padanya. Shou yang pertama. Air mata sentimental merebak. Saat ini jiwa melankolis Hee Young bangkit hanya oleh sepotong kalimat Shou.

Diangkatnya panggul. Mata mereka bertemu. Tak ada percakapan tersisa, tapi keduanya tahu persis apa yang harus dilakukan. Sebuah insting primitif yang menggerakkan kesatuan tubuh tak pernah memerlukan bahasa. Keduanya membeku merasakan momen penyatuan yang intim.

"Malam ini milikmu, Hee Young." Shou berbisik. Dia menyelipkan tangan di antara mereka. Ujung jemarinya menari di permukaan kulit halus perempuan itu.

Hee Young menggigil penuh gairah. Penyatuan ini terasa luar biasa. Tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Shou memberinya terlalu banyak. Membangkitkan semangat Hee Young untuk membalas kemurahan hati suaminya.

Tempo gerakannya perlahan menurun. Perempuan itu menatap Shou. Yang sangat diinginkannya sekarang adalah mendekap pria itu kuat-kuat. Sebaris kalimat nyaris terlontar keluar. Hee Young menggelengkan kepala.

Tidak boleh! Shou adalah penjaga yang sangat baik hati. Dia tak boleh menerobos batasan itu dengan pernyataan cinta. Ini pasti hanya efek campuran alkohol dan gairah, putus Hee Young.

"Ada apa?" Kening Shou berkerut.

Hee Young menggelengkan kepala, lalu tersenyum manis. Dia mengubah pola gerakannya. Tekadnya saat ini hanyalah memberi kebahagiaan pada Shou.

"Bergerak lebih cepat!" perintah pria itu serak.

Hee Young patuh. Keringat mulai menetes, tapi dia makin bersemangat. Tubuhnya mempercepat irama percintaan, nyaris mencapai puncak. Napas Hee Young terengah-engah, tapi tak ada niatan berhenti.

Pria itu menatap takjub perempuan yang bergerak lincah di atasnya. Dia bisa membaca pikiran manusia dengan sangat gamblang, sejelas mengeja huruf-huruf di buku yang terbuka lebar. Namun, kemampuannya seolah tumpul saat berhadapan dengan Hee Young. Istrinya sangat rumit dan kompleks. Alih-alih bertindak curang dengan mencoba menerobos benak perempuan itu, Shou hanya punya pilihan terbaik untuk menikmati kebersamaan mereka layaknya sepasang manusia normal.

Dan kali ini Shou terpana akan sosok mungil Hee Young. Perempuan itu luar biasa menawan. Dengan caranya sendiri, dia berhasil menyentuh satu sisi hati Shou yang telah lama membeku. Malaikat itu tersentak kala menyadari ingatan yang disimpannya untuk sekejap terlupakan.

"Hee Young?" panggil Shou lirih.

Namun, perempuan itu tak mendengar. Dia tergagap, mencengkeram Shou di luar maupun di dalam dengan otot dan pahanya. Shou kembali terpancing. Dia menyentak keras-keras yang disambut Hee Young penuh suka cita.

Shou meraup kedua pipi perempuannya. Dipagutnya bibir mungil itu sangat lama. Pandang mereka bertemu. Hee Young mulai kehabisan tenaga, tapi enggan berhenti. Shou berinisiatif mengambil alih. Menyerap setiap erangan keras perempuannya. Keningnya berkerut dalam kala merasakan pelepasan itu semakin dekat.

"Hee Young, lihat aku!"

Perempuan itu membuka mata. Hee Young menjerit keras. Tubuhnya luluh-lantak. Benaknya sekosong tanah lapang tanpa pepohonan. Namun, jiwanya dipenuhi kebahagiaan layaknya kebun mawar yang tengah mekar.

Shou mendesah. Suara maskulinnya terdengar berat. Kewanitaan Hee Young mencengkeramnya sangat kuat. Lelaki itu tak tahan lagi. Dia bergerak sekali lagi dan mencapai puncak di dalam diri Hee Young.