Bagaimana ajaran Islam menurut tinjauan akhlak tauhid dan tasawuf tentang hal ini, maka Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary telah merumuskannya dalam Kalam Hikmahnya yang ke-20 sebagai berikut:
"Tidak menghendaki cita-cita si Salik (orang yang berjalan kepada Allah s.w.t.) bahwa cita-citanya itu berhenti pada ketika terbuka sesuatu bagi cita- citanya itu, selain suara-suara hakiki berseru kepada Salik Gika cita-citanya berhenti): bahwa sesuatu yang anda tuntut (cari-cari) itu adalah di hadapanmu; dan tidak muncul baginya (Salik) alam-alam lahiriah selain hakikat dari alam-alam itu berseru kepadanya (Salik) sesungguhnya kami adalah cubaan, karena itu janganlah anda kufur."
Pengertian Kalam Hikmah ini adalah sebagai berikut:
1. Bahwa orang yang sedang berjalan kepada Allah s.w.t. dengan amal ibadatnya, dengan akhlak tasawufnya dan dengan ajaran tauhidnya, akan yakin dalam perjalanannya itu bahwa Allah s.w.t. akan memberi nikmat kepadanya dengan ilmu-ilmu ladunni, ilmu-ilmu pengetahuan yang langsung dari Allah s.w.t. untuk bertambah makrifatnya kepada Allah. Dan kemungkinan besar ia akan menemukan rahasia-rahasia sebagian dari alam mayapada ini. Di samping itu pula kemungkinan besar ia mendapatkan Nur Ilahi yang berkenaan dengan semakin mendalam makrifatnya kepada Allah serta merasakan hal-hal yang berhubungan dengan tingkatan-tingkatan yang telah dilalui oleh hamba-hamba Allah di mana mereka telah sampai banyak sedikitnya kepada tujuan yang hakiki, yaitu sampai hatinya dan perasaannya dengan luas dan mendalam kepada Allah s.w.t. di samping ha tin ya tidak tunduk terkecuali kepada Allah s.w.t. semata.
2. Apabila orang yang berjalan kepada Allah s.w.t. bertemu kemuliaan-kemuliaan dalam perjalanannya seperti tersebut di atas, maka tidak sunyi bahwa orang itu pasti melalui salah satu dari dua jalan.
[A] Adakala ia berhenti dalam perjalanan dan merasa bahwa kemuliaan-kemuliaan yang datang di tengah jalan adalah tujuan terakhir dalam perjalanannya. Misalnya, kita selaku hamba Allah apabila tauhid kita mendalam, demikian juga ajaran tasawuf dan ilmu syariat lainnya, apabila kita kuat beribadat kepada Allah s.w.t. dengan ibadah yang sempurna di samping keimanan kita yang mendalam, umumnya kita akan mencmui sesuatu di tengah perjalanan, misalnya, bahwa kita diberikan sebagian kemuli aan oleh Allah s.w.t., misalnya saja keramat, terbuka rahasia-rahasia dan lain-lainnya. Bagi hamba Allah yang berhenti dalam perjalanannya karena kemuliaan ini, atau memang ia mengaku bahwa di atas kemuliaan ini ada kemuliaan yang lebih tinggi lagi, tetapi ia merasa cukup dengan kemuliaan yang ada itu. Maka hamba Allah yang begini pasti tidak akan naik cita-citanya, bahkan kehendaknya pada mencukupkan kemuliaan yang ada, berarti menghambat dirinya untuk tidak naik kepada tingkatan-tingkatan berikutnya. Kepada orang-orang ini keadaan hakiki daripadanya akan bersern bahwa tujuannya adalah lebih jauh daripada kemuliaan-kemuliaan yang pernah didapatkan pada waktu itu.
[B] Adakalanya ia berjalan dengan ilmunya, yakni ilmu syariat, makrifat dan hakikat, di samping akhlak tasawuf s·ebagai yang telah diamalkan oleh sekalian hamba Allah yang saleh. Maka ilmu dan amalnya itulah yang mendorong dia untuk tidak memperhatikan segala hambatan-hambatan di dalam perjalanan seperti yang telah disebutkan di atas. Bahkan hamba Allah yang begini sifatnya tidak akan terpengarnh pula oleh kecantikank ecantikan dari serba macam daya tarik alam dunia yang fana ini.
Misalnya saja dengan berkat ilmu dan amalnya maka segala sesuatu dimudahkan oleh Allah s.w.t. kepadanya. Naman ya baik dalam masyarakat, orang memuliakannya, bahkan mungkin pula Allah s.w.t. memberikan kepadanya hal-hal yang luar biasa, seperti berjalan di atas air, sembuh segala penyakit dengan usahanya, pergi ke mana-mana tanpa naik kendaraan dan lain sebagainya. Semuanya ini tidak mempengarnhi hatinya dan amalnya, !tetapi ia terus berjalan menuju tujuannya, yaitu makrifat kepada Allah s.w.t. di mana merupakan laut yang dalam dan luas dan tidak ada habis-habisnya hina di akhirat yang kekal baqa'. Hamba Allah yang begini sudah mengetahui seelumnya bahwa semuanya itu adalah cubaan dari Allah s.w.t. Karena itu mereka tidak mau berhenti di tengah jalan karena tergoda oleh cubaan tersebut. Mereka tidak mau menjadi budak bagi semuanya itu, karena boleh menghijab mereka atau mendinding mereka dengan Allah s.w.t.
3. Inilah rahasianya kita tidak boleh berhenti dalam perjalanan, tetapi hendaklah kita terus bcrjalan menuju Allah s.w.t. Berhenti dalam perjalanan karena melihat kemuliaan yang muncul seketika, berarti kita telah terpengaruh dengan cubaan-cubaan yang pada hakikatnya adalah mernpakan fitnah bagi kita. Bahkan juga pada hakikatnya apabila kemuliaan itu mendinding kita atau menghambat kita untuk tidak sampai, maka dalam ajaran akhlak tasawuf, berarti kita telah kufur pada nikmat yang diberikan Allah s.w.t.
Ketahuilah bahwa "kufur" dibagi kepada dua macam:
[A] Kufur karena kita sudah tidak dalam rel agama Islam lagi. Misalnya karena telah Musyrik kepada Allah, atau menghina ajaran-ajaran agama yang terang dan jelas menurnt Al-Quran dan Hadis. Kufur ini bukan yang kita maksudkan dalam pengajian kita sekarang, dan kufur begini adalah kufur di dalam ilmu hukum Islam (Al-Fiqhul Islami).
[B] Kufur nikmat. Yang dimaksud dengan kufur ini ialah tidak bersyukur kepada Allah s.w.t. atas nikmat-nikmat yang telah dikurniai Allah. Atau dengan kata lain, terpengaruh kepada nikmat-nikmat, sehingga melupakan kita kepada Allah dengan nikmat-nikmat itu. Kalau bagi hamba-hamba Allah seperti yang telah kita sebutkan di atas, apabila mereka terpengaruh pada makrifat yang ada, terang hati dan t erbuka rahasia-rahasia apa yang dihadapinya seperti ilmu dan lain-lain, maka terpengaruh mereka dengan ini sehingga terhenti perjalanannya menuju makrifat yang terus mendalam kepada Allah s.w.t., maka orang-orang ini menurut ajaran tasawuf hakiki adalah orang-orang yang kufur.
Bukan kufur karena ke luar dari rel Islam, tetapi kufur karena perjalanannya terhenti disebabkan terpengaruh pada nikmat-nikmat yang ditemui pada perjalanannya, sehingga dengannya ia lupa kepada Allah s.w.t., yang menjadi tujuan bagi perjalanannya itu.
Untuk jangan sampai terlibat, sehingga perjalanan kita kepada Allah macet, bahkan tidak sampai sama sekali, maka Abu! Hasan Tastury, Nama beliau Ali, panggilan bdiau adalah Abul Hasan putera Abdullah yang dibangsakan kepada kampung Tastur, satu kota di Iran. Bdiau juga pernah tinggal di Andalusia dan di Moroko, karena itu ditambah dengan Al-Andalusy Al-Maghriby. Aliran beliau dalam tasawuf adalah menurut tariqat Nurruddin Abul Hasan Asy-Syazily. Beliau di samping seorang alim besar juga pernah menjadi menteri pada zamannya, karena orang tua beliau seorang raja dalam negerinya. Beliau pindah ke Mesir dan tinggal di daerah Dimya tahun dan wafat pada tahun 688 H. menurut pengarang Ashshaaziliyatil kubraa bahwa makam beliau diziarahi oleh ummat, karena kebesaran beliau dengan amal dan berkah.
Telah merumuskan dalam syair-syairnya sebagai berikut:
* Maka jangan anda berpaling dalam perjalanan kepada yang lain (selain Allah) karena tiap-tiap selain Allah berarti lain, karena itu maka ambillah mengingat Allah (zikrullah) sebagai benteng pemeliharaan.
* Dan setiap tingkatan (aneka kemuliaan) janganlah anda berdiri padanya, sesungguhnya (semua maqam itu) adalah hijab (penghambat).
* Maka sungguh-sungguhlah dalam perjalanan dan mohonlah bantuan (kepada Allah).
* Dan manakala anda lihat tiap-tiap derajat terang dan jelas (dianugerahi Allah) kepadamu, maka lepaskanlah dirimu daripadanya, jangan terpengaruh dengan derajat-derajat itu) juga dari derajat-derajat yang seumpama dengannya.
* Dan katakanlah (pada dirimu sendiri) tidak ada yang aku tuju selain hanya pada Dzat Engkau (Allah). Karena itu tidak ada gambaran apa pun yang dianggap terang, dan tidak ada tepi apa pun yang (harus) dicapai.
* Dan berjalanlah pada pihak yang ada tanda-tanda sebelah kanan! Karena pihak yang mempunyai tanda-tanda tersebut merupakan jalan yang ada padanya keberkatan, maka janganlah engkau tinggalkan keberkatan itu.
Segala bait-bait syair ini adalah merupakan rumusan pada apa yang kita terangkan di atas.
Kesimpulan:
Apabila kita berjalan menuju cita-cita untuk mencapai makrifat mendalam terhadap Allah s.w.t., maka harus diperhatikan sebagai berikut:
1. Betul-betul berjalan dengan sungguh-sungguh, tekun, ikhlas dan yakin. Bekalilah diri dengan ilmu syariat, tauhid dan tasawuf yang sebanyak-banyaknya dan amalkanlah ajaran dari ilmu-ilmu itu semata-mata karena Allah s.w.t.
2. Apabila kita telah mulai beramal dengan sesungguhnya, maka dengan berkah amal kita, kita akan menemukan kemuliaankemuliaan seperti tersebut di atas sebagai anugerah Allah s.w.t.
3. Janganlah kita menganggap, bahwa kemuliaan-kemuliaan itu merupakan tujuan tiakhir dalam perjalanan, jangan terpehgaruh karenanya, tetapi jangan lupa bersyukur kepada Allah s.w.t. atas kemuliaan-kemuliaan yang ditemukan dalam perjalanan.
4. Anggaplah semuanya itu merupakan percubaan-percubaan dari Allah untuk melihat kekuatan, keyakinan dan kesungguhan kita dalam beramal. Apakah kita terpengaruh karenanya atau tidak.
5. Tujuan terakhir dalam perjalanan ialah berkenalan dengan Allah di mana tidak ada hijab-hijab yang bermacam-macam, baik hijab duniawi ataupun hijab agama. Sehingga dengannya kita akan mencapai arti "Ihsah" yang hakiki, mendalam dan sempurna seperti yang telah dianjurkan Nabi Besar kita Muhammad Rasulullah s.a.w.
Demikianlah kesimpulan pengertian Kalam Hikmah di atas. Mudah-mudahan dengan rahmat Allah s.w.t. dapat pula kita mengamalkan ajaran tersebut, seperti yang telah dilalui oleh para Anbiya, Aulia dan hamba-hamba Allah yang saleh.
Insya Allah wabiidznillah! Amin, ya Rabbal-'alamin.