webnovel

AKU TERGODA (21+)

Indah yang terus terusan menggodaku, membuatku mencapai batasku menahan hasratku padanya, jika Indah tidak menahan dan mencegahku saat ini...apakah aku benar benar harus berhianat pada istriku?!!! Bahkan Lita istriku lebih cantik dari Indah tapi kenapa aku sampai hati, bermain dibelakangnya bersama Indah. Lita salah satu karyawan ku, dia adalah istri orang namun tak membuatku menyerah untuk mendapatkannya, awalnya aku hanya iseng, tapi lama kelamaan aku mencintainya, apa alsannya?! aku juga masih bertanya tanya, apakah karena aku tahu rahasia suaminya, atau karena aku tahu rasa sakit yang juga dialaminya!?

cesput · Urbano
Classificações insuficientes
62 Chs

Kamu Yang Aku Butuhkan

(Voc Indah)

Maaf, namun... terimakasih itu yang  terlintas dibenakku saat ini, wanita cantik dengan hati yang sangat baik sedang mengobati lukaku, bahkan tanpa tahu apa-apa dengan tangan terbuka menerimaku dan keluargaku tinggal dirumahnya.

Hatiku terasa perih, aku sadar betul betapa kejamnya perlakuanku saat ini, aku merebut suaminya.. berselingkuh di belakangnya bahkan tanpa tahu malu mendapat pertolongan darinya.

Namun apa daya, aku terlanjur jatuh hati pada suaminya, bahkan aku sangat ingin memiliki suaminya, aku butuh suaminya karena aku mampu memberikan apa yang diinginkan suaminya.

Apa aku terlalu serakah?! tidak! aku juga pantas untuk bahagia, walau harus menyakiti orang lain aku tetap tak akan mundur mempertahankan suaminya disisiku.

Bukan aku yang ingin tinggal disini, ini bukan salahku, wanita ini yang menahanku untuk tinggal satu atap dengannya.

"jadi kenapa kamu bisa dipukuli seperti ini?" tanyanya lagi, matanya penuh keingin tahuan, bukan tapi rasa simpati ingin mendengar ceritaku dan membantuku keluar dari kemalanganku.

"karena aku salah, jadi dia memukulku"

"apa kesalahanmu sampai ia tega memukul dan mengusirmu?" matanya semakin sendu menanti penjelasanku.

"maaf mba, boleh aku tidak menjawabnya untuk sekarang ini?"

"ah.. iya gapapa, kamu boleh gak jawab kalau memang kamu belum siap untuk menceritakannya padaku" wajahnya tersenyum lembut.

"aku siap mendengarkan kapanpun kalau kamu ingin menumpahkan keluh kesahmu nanti" sambungnya lagi sambil menyentuh lembut pipiku.

Aku ikut tersenyum dan kubalas dengan anggukan pelan.

"oke! lebih baik sekarang kamu istirahat dikamar, lupakan kejadian hari ini" ucapnya dengan menyemangati bangkit dari duduknya.

"maaf hari ini aku gak bisa nemenin kamu, karena aku masuk kerja siang, hari ini Leo yang akan ada dirumah, jangan sungkan dan makan teratur dirumah ini ya, aku mau siap-siap untuk berangkat kerja dulu, oke!" sambung Lita lagi dan berlalu pergi masuk kedalam kamarnya setelah mendengar jawaban iya dariku.

Kini tinggal lah aku berdua dengan Leo yang masih duduk disofa tamu. Leo hanya memandangiku, wajahnya terlihat sedih dan penuh perasaan bersalah, kami berhianat pada istri tercintanya dan saling menutupi satu sama lain.

"aku akan antar Lita dulu, jangan lupa istirahat" ucap Leo bangun dari duduknya berdiri dihadapanku.

Aku mengangguk "iya, hati-hati dijalan"

Leo ikut berlalu pergi menghilang dibalik pintu kamarnya setelah mendengar jawabanku.

***

(Autor)

"haaah" suara Alex menghembuskan nafas panjang duduk diatas sofa sambil mengganti chanel TV terus-terusan, padahal matanya tidak fokus menatap layar yang berubah-ubah terus itu, Fikirannya hanya dipenuhi satu orang yang membuat hatinya sakit karena merindu.

Bruk!

Tubuhnya terlentang diatas sofa, tangannya menekuk diatas keningnya, memandang nanar ke atap ruangan "I Miss You" gumamnya kemudian memejamkan mata sambil menghela nafas dalam.

Sudah dua bulan lebih dia mengacuhkan Lita, bahkan setiap kunjungan dia memilih hari ketika Lita sedang libur atau sesekali saat Lita shift siang jika ia ingin melihat wanita itu untuk menghilangkan rasa rindunya.

Semakin sering dia mengacuhkan Lita, semakin rindu Alex padanya, padahal dia berusaha sangat keras untuk menghilangkan Lita dari fikirannya.

Suara bell berbunyi, Alex tersadar dalam lamunannya, beranjak bangun dari sofa berjalan malas menuju pintu.

Angel kini sudah berdiri cantik didepan Alex dengan gaun malam hitam seatas lutut, menampilkan kaki jenjangnya "ya ampun! kamu belum siap!" teriaknya seketika menatap Alex yang berbalut kaos oblong dan celana training panjang.

"kan aku udah bilang, aku gak bakal dateng" jawab Alex malas sambil jalan masuk kedalam.

"gak ada alasan apapun, kamu wajib datang, makanya kaka kesini buat jemput kamu" cerocosnya berjalan dibelakang Alex ikut masuk kedalam.

"cepet ganti baju! Robby udah nunggu di loby" sambung Angel sambil menarik tangan Leo masuk kedalam kamar.

"lagian siapa juga sih yang minta dijemput, aku bilang enggak! ya enggak!" bentak Alex menghempas genggaman tangan Angel.

"mau sampai kapan sih kamu kayak anak kecil gini?! ultah papah cuma satu kali dalam setahun, belum tentu juga tahun depan kita masih panjang umur buat ngerayain.." ucap Angel putus asa.

"yah semoga tahun depan pak tua itu gak bisa ngerayain ultahnya lagi" ketus Alex begumam.

"Alex cukup!" Angel melotot mengepal tangannya, emosinya meluap " kamu sungguh berharap hal seperti itu?!" sambungnya lagi, rahangnya mengeras.

"oke! oke! aku ikut.." Alex mengalah, dia tahu betul kakanya sudah dipuncak amarah "aku mau ganti baju, kaka mau tetap disini?" sambungnya sengak.

Angel menghembuskan nafas kencang "cepat! jangan lama-lama" ucap Angel sambil jalan keluar kamar Alex dan duduk di sofa menunggu adik bengalnya berganti baju.

Alex sudah rapih dengan balutan tuxedo Navy keluar kamar menghampiri Angel yang sudah menunggu selama 15 menit.

"gak perlu bawa mobil, kita naik mobil Robby" Angel merebut kunci mobil dari genggaman Alex.

"what! dih ogah jadi obat nyamuk orang pacaran" perotes Alex

"no coment... ini antisipasi biar kamu gak melarikan diri dari sana" sambung Angel menekankan suaranya.

"lets go!" perintah Angel yang kini sudah berjalan didepan Alex.

Alex membuang nafasnya kasar dan berdecak kesal, namun tak berdaya melawan perintah kakanya yang bar-bar, kemudian berjalan mengikuti Angel dari belakang.

Sampailah Angel, Robby (pacar Angel), dan Alex di pesta perayaan ultah Jefry Hermey, pesta mewah di Hall Hotel ternama di Jakarta Pusat.

Jefry hanya mengundang kolega dekatnya dan partner bisnis, khusus undangan untuk tamu VVIP saja.

Angel dan Robby langsung menghampiri Jefry yang baru saja selesai berbincang dengan para tamunya. Jefry pun menyambut kedatangan putrinya bersama calon suaminya.

"selamat ulang tahun papah, semoga sehat selalu, I Love You" peluk Angel kemudian mencium pipi Jefry.

"selamat ulang tahun Om! semoga makin sukses om.." timpal Robby memeluk calon mertuanya.

Alex memandang Jefry dari jauh, tanpa mendekat sedikitpun bahkan membuang muka dari wajah papahnya sendiri dan kemudian menengguk segelas minuman yang baru diambil dari nampan pelayan yang lewat didepannya.

Jefry tahu betul tabiat anak keduanya itu, tak mau ambil pusing, dia tidak berharap do'a atau ucapan selamat dari anak laki-lakinya itu, melihat anaknya datang saja hatinya sudah puas.

Angel yang memperhatikan Alex dari jauh hanya menggelengkan kepalanya kemudian berjalan menghampiri Alex "kamu gak ucapin selamat ke papah?"

Alex mendengus pelan "untuk apa! aku tidak suka berbasa-basi, terlalu munafik jika aku ucapkan do'a untuknya" ketus Alex dan menengguk lagi minuman dari gelas yang masih dipegangnya.

"dasar!" Angel memukul pelan punggung Alex.

"Angel!" sapa wanita cantik berbalut gaun merah panjang dengan rambut hitam terurai panjang terikat setengah, penampilannya bak tuan putri dalam dongeng, Maria (ibu tiri Angel dan Alex) wanita muda seusia anak tiri pertamanya.

Angel menyambutnya dengan senyum ramah dan menyambut uluran tangan Maria sambil mencium lembut pipi kanan dan kirinya.

Maria menatap intens Alex yang sengaja menghindar dari tatapan matanya "apa kabar Alex?" Maria tersenyum lembut.

Alex menghela nafas "menurutmu?"  ketus Alex masih menghindar dari tatapan Maria bahkan sedikit memalingkan wajahnya berusaha tidak melihat wajah Maria.

"terlihat baik dan sangat sehat, aku senang melihatmu disini, bahkan papahmu sangat senang kamu sempat hadir disini" sambung Maria menjawab pertanyaannya sendiri.

Alex hanya tersenyum miring, sinis.

"maaf Nyonya... Tuan memanggil" ucap satu orang pelayan wanita yang sudah berdiri disamping Maria

Maria membalas dengan anggukan "nikmati acaranya, aku pergi dulu" pamitnya pada Angel, Robby dan Alex

"iya" jawab Robby dan Angel bersamaan.

Kemudian Maria langsung pergi menghampiri suaminya yang sudah menanti didepan mimbar acara.

Jefry membuka acaranya dengan sambutan ucapan terimakasih kepada seluruh tamu yang sudah hadir.

"malam ini saya sangat bahagia, karena kedua anak saya hadir dalam acara ini, bahkan dihari yang berbahagia ini saya mendapat hadiah teristimewa dari istri saya tercinta.." Jefry menggantung ucapannya dan menggenggam erat tangan istrinya menuju kehadapannya.

Jefry menatap lekat wajah cantik istrinya "..terimakasih untuk hadiahnya, terimakasih sudah mengandung anakku, I Love You" lanjut Jefry sambil mencium punggung tangan istrinya.

Tepuk tangan meriah dan sorakan selamat menyebar keseluruh ruang aula. Semua orang ikut senang dan bahagia.

Kecuali satu orang, yaitu Alex. Matanya bulat sempurna, jantungnya berdegup kencang bahkan telinganya tiba-tiba berdengung sambil matanya menatap pemandangan paling memuakkan dihadapannya, Papahnya dan Cinta pertamanya sedang berbahagia di depan sana.

Tangan Alex bergetar lemas menggenggam gelas wine ditangannya, sampai akhirnya gelas wine itu jatuh keatas karpet dan menumpahkan isinya yang tingal sedikit.

Angel menatap sendu wajah adiknya, seolah tahu apa yang dirasakan adiknya, tanpa sadar Angel menggigit bibir bawahnya "Alex" suaranya bergetar.

Alex mengepalkan tangannya, menghembuskan nafasnya kasar, meraih kesadarannya agar bisa pergi dengan tegar dari ruangan penuh sesak ini. Langkahnya mantap melarikan diri dari ruang pesta.

"Alex!" pekik Angel berharap adiknya tidak pergi dari ruangan itu, tangan Robby sigap memeluk Angel menahan Angel agar tidak mengejar Alex.

"jangan dikejar, dia ingin sendiri"ucap Robby menenangkan kekasihnya.

"aku sengaja bawa dia bareng kita, supaya dia gak pulang sendirian" omel Angel.

Robby menghela nafasnya "sayang, saat ini kehadiran kitapun tidak dibutuhkan, Alex ingin sendirian makanya dia pergi gitu aja"  Robby menangkup wajah Angel "percaya sama aku, Alex akan baik-baik aja, oke!" Angel mengangguk pelan, dan berjalan menuju papah dan ibu tirinya lagi.

***

Alex berjalan gontai keluar dari lift, fikirannya kosong, bukan amarah lagi  yang terpancar dari wajahnya melainkan kekecewaan yang teramat sangat besar.

Jantungnya terasa sakit bagai tertikam pedang, matanya merah menahan air yang masih menggenang  didalamnya.

Kakinya melangkah keluar dari gedung hotel, tak peduli keadaan sekitar Alex melanjutkan langkahnya tanpa arah, asalkan bisa segera pergi jauh dari tempatnya saat ini.

Seolah langit tahu betul dengan perasaannya, Hujan deraspun mengguyur setiap langkahnya.

"ada cogan maen ujan-ujanan"

" sayang amat jas nya keujanan gitu"

" ganteng ganteng kok aneh si"

Dan banyak lagi bisik-bisikan yang tidak didengar Alex .

"Om! jangan maen ujan-ujanan, sayang banget baju mahalnya, nih pake payung saya" ucap anak kecil yang kini berdiri dihadapan Alex, bajunya basah karena kehujanan namun tangannya memegang satu payung yang kini disuguhkan untuk Alex.

Lamunan Alex buyar karena anak kecil dihadapannya "kamu sendiri punya payung kenapa gak dipake?" tanya Alex.

"saya ojek payung, wajar ujan-ujanan, Om mau pake payung saya gak?" oceh anak kecil itu santai.

Alex segera mengambil payung yang disodorkan anak kecil itu dan membukanya kemudian merangkul pundak kecil itu berdiri ke sampingnya "nih saya pake payung kamu, tapi kamu jangan ujan-ujanan jalan disamping saya" ucap Alex kemudian menyusuri jalan bersama anak kecil itu dibawah payung yang sama, menjauh dari hotel.

Alex menatap gedung Mall yang berdiri berdampingan dengan hotel tempatnya melarikan diri sebelumnya, dan melanjutkan langkahnya memasuki loby mall tersebut.

Alex segera masuk kedalam mall setelah membayar ongkos ojek payung ke anak kecil tadi. Anak kecil itu tampak kegirangan mendapat uang berwarna merah sebanyak dua lembar.

Langkah kakinya cepat, berjalan menyusuri setiap toko-toko dan melewati para pengunjung lain, tampilannya terlalu basah kuyup cukup menjadi pusat perhatian setiap mata yang melihatnya, tak terhindar dari bisikan orang-orang tentangnya.

Alex tak peduli dengan tatapan orang lain, difikirannya hanya ada satu orang yang kini ingin ditujunya.

Mata staff yang berada difloor membulat sempurna menatap tampilan bosnya yang basah kuyup bajunya "selamat malam pak!?" sapa Dian yang kebetulan sedang tidak handle customer.

"malam" jawab Alex dingin, Mata Alex mendaftar satu persatu para staffnya yang ada di floor 'semuanya ada difloor' gumamnya dalam hati "jangan ada yang masuk kedalam" perintahnya dan langsung membuka pintu kayu tebal ruang officenya.

Brak! pintu terbuka dan langsung tertutup ketika Alex sempurna masuk kedalam ruangan.

Hanya Lita satu-satunya orang yang berada didalam ruangan, kaget mendapati sosok yang sudah tidak asing dilihatnya lagi sedang berdiri mematung di dekat pintu, bajunya basah kuyup tampilannya cukup berantakan.

"kenapa bapak basah-basahan gitu?!" tanyanya polos sambil berdiri bangun dari duduknya.

Drep!

Alex langsung memeluk sempurna tubuh Lita yang berdiri tepat dihadapannya. Semakin erat tangannya memeluk perempuan yang sedari tadi terlintas difikirkannya untuk menjadi obat lukanya saat ini.

Lita kebingungan, namun tak menolak pelukan Alex "ada apa?" tanya Lita tenang.

"maaf... tapi izinkan aku seperti ini tiga menit saja" ucap Alex enggan memberi jawaban dari kaadaannya. kemudian ia membenamkan kepalanya di pundak Lita.

Lita terdiam setelah mendengar ucapan lelaki tampan yang saat ini sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja, yah terlihat jelas dari matanya yang merah dan tubuh kekarnya yang gemetaran memeluknya.

Bahkan tampilan luarnya yang basah kuyup kehujananpun menjadi bukti kuat dari suasana hatinya yang pasti sedang buruk.

Alex melemahkan pelukannya, dia sadar betul kalau sudah lebih dari tiga menit dia memeluk Lita, namun tangannya enggan melepas pelukannya dari Lita.