webnovel

AKHIRNYA CINTA

Alice namanya....Ketidakmampuannya untuk menolak keinginan orangtuanya yang ingin sekali dirinya menikah dengan temannya saat kecil yang bernama Rama yang ternyata tidak lain adalah pemilik perusahaan tempat ia bekerja. Sudah jelas-jelas keluarga dan Rama tahu kalau sudah ada Panji, kekasih Alice. Orangtuanya yang sangat menghendakinya untuk langsung menikah saja katimbang pacaran Akhirnya Alice mau menikah dengan Rama, laki-laki yang belum dicintainya namun selalu sayang dan perhatian dengannya. Sebelum menikah dan setelah menikah bayang-bayang sosok Panji tak bisa hilang begitu saja. Bagaimana hubungan Alice dan Rama disaat hati dan pikiran istrinya masih terikat pada Panji?

clarasix · Adolescente
Classificações insuficientes
376 Chs

Part 35

"Nak, bibir kamu kenapa bengkak?" Amira menatap menantunya yang tengah mengambilkan sepiring nasi dan lauk untuk Rama fokusnya pada bibir ranum Alice yang nampak bengkak. Seketika semua orang yang ada di meja makan langsung tertuju pada Alice terutama bibir ranum nan bengkak Alice.

Awalnya Alice terkejut mendengarnya namun sepersekian detik ia tersadar kenapa bibirnya bisa bengkak. Dia reflek menoleh ke samping tepat bersibobrok dengan netra si pelakua, Rama yang tersenyum bangga seolah tak merasa bersalah sedikitpun atas apa yang telah dilakukan padanya. Sungguh dia ingin memarahi Rama habis-habisan karena telah membuatnya malu. Dia juga tidak sadar kalau imbas dari keganasan bibir Rama tadi mengakibatkan bibirnya bengkak dan menjadi perhatian semua orang.

"Nggak papa kok mah." Alice hanya bisa menunduk malu diikuti pipinya merona menahan malu.

Rama yang duduk di kursi sebelah Alice mendengarnya hanya bisa terkekeh mendengar alasan istrinya yang lucu itu. Dia jadi teringat kejadian panas tadi di dalam kamar. Ah kalau ingat itu rasanya Rama ingin memarahi sang adik karena telah menghentikan adegan hot yang mampu memberikan kenikmatan ingin lebih dari sekedar ciuman. Mungkin kalau tidak ada Melisa tadi, bisa jadi dia dan Alice akan sampai pada … Ah Rama langsung meraup wajahnya dengan kasar. Dia sungguh menginginkan Alice menjadi miliknya dan tadi kurang sedikit saja dia sudah melakukan itu.

"Kamu kenapa Ram?" Amira menatap bingung Rama yang tiba-tiba seperti frustasi.

"Mamah nggak tahu muda aja. Itu sudah pasti karena ulah agresif Kak Rama." kekeh Melisa sehingga mendapatkan pelototan banyak orang.

Rama terkejut mendengar ucapan sang adik yang sepertinya tahu akan perbuatannya dengan Alice. Ah tidak mungkin kalau Melisa tadi menguping dari balik pintu akan apa yang telah diperbuatnya dengan Alice. Atau Alice telah melakukan sesuatu yang belum seharusnya terjadi sebelum menikah di luar negeri. Oh tidak, jangan katakana adiknya kuliah di luar negeri salah pergaulan pikir Rama merasa khawatir pada adiknya.

"Melisa kamu kuliah di luar negeri nggak pernah macam-macam bukan!" lantang Rama yang membuat Bambang juga sepemikiran dengan puteranya juga.

Melisa nyengir,"Macam-macam nggak papa, yang penting bisa jaga diri. Ya kan Kak Alice?" Alice diam saja tanpa menjawab. Sungguh dalam hatinya dia tidak menyangka akan memiliki adik ipar yang bisa berpikiran dewasa melebihinya. Sepertinya adik iparnya itu lebih pro pada adegan dewasa, padahal suami saja belum punya. Disisi lain sedikit merasa lega setidaknya perhatian semua orang beralih pada sang adik ipar.

"Melisa, papah minta kamu kuliah di luar negeri itu yang serius. Ingat batasanmu." Peringat Bambang menatap tajam Melisa.

Kalau sudah berurusan dengan sang ayah, Melisa menciut nyalinya seketika bibirnya bungkam tak berdaya menjawab. Ya gadis berawajah oriental berambut panjang pirang itu mengangguk. Kalau dilihat dari penampilan, memang Melisa terlihat seperti orang dewasa namun keluarganya memaklumi mungkin budaya barat telah mempengaruhinya. Tapi tidak terpikir sedikitpun kalau Melisa akan berbuat diluar batas disana karena mereka merasa telah mendidik dan selalu memberikan nasihat dalam hal kebaikan.

"Jangan buat kecewa keluarga. Kita menguliahkanmu itu sungguh-sungguh jadi harus serius. Kalau tidak mau serius mending kamu segera menikah saja." Amira menceramahi dengan sangat Melisa yang hanya mengangguk saja.

"Jawab pertanyaan papah, selama kamu kuliah di luar negeri, apa kamu pernah melakukan layaknya suami istri?" Bambang terpaksa to the point dan terkesan frontal karena demi kebaikan Melisa.

Melisa langsung mengangkat wajahnya menatap serius sang ayah kalau dia jujur,"Aku disana kuliah sungguh-sungguh. Aku tidak pernah melakukan hal-hal di luar batas, walau sudah rahasia umum pergaulan di luar negeri itu bebas. Namun Melisa selalu mengingat pesan papah mamah dan kakak untuk menjaga diri. Berhubung Melisa punya banyak teman dari berbeda budaya mengharuskan Melisa tahu hal-hal yang dianggap tabu oleh orang Indonesia terutama mengenai seks. Papah, mamah dan kakak harus percaya kalau Melisa disana kuliah sungguh-sungguh." Bambang dan Rama menilai mimik Alice yang terlihat jujur taka da kebohongan dibalik ceritanya.

Semua orang terdiam mendengarkan baik-baik penjelasan Melisa. Jujur Alice merasa kagum akan didikan orangtua suaminya itu. Sungguh keluarga yang berpendidikan dan menjaga etika.

"Mamah dan kita percaya sama Melisa. Ya sudah dilanjut makan. Ingat selalu jaga diri dan bersungguh-sungguhlah belajar disana." Amira membelai rambut Melisa dengan sayang. Terlihat wanita parubaya itu sangat menyayangi puteri bungsunya. Alice melihatnya sampai terharu.

"Ya mah. Padahal tadi aku berniat mengerjai kak Alice malah aku kena karmanya." Keluh Melisa dalam hati.

"Rama kamu apakan istri kamu itu …" Amira kembali ke topik pembicaraan sebelumnya yang belum selesai. Pandangannya tertuju pada Rama meminta penjelasan.

Rama baru membuka mulut namun Alice telah menyelanya,"Aku nggak papa mah." Alice menghentikan amarah ibu mertuanya pada Rama.

"Udah mah. Urusan mereka. Alice begitu juga karena anak kita sangat mencintai Alice makanya begitu. Jadi jangan heran. Kita sudah menikah tentu tidak kaget dengan hal seperti itu." Bambang memberi pengertian pada istrinya. Amira terlihat mencerna ucapan suaminya namun tak berselang lama malah terkekeh karena baru ingat. Maklum sudah lama dirinya dan Bambang sudah tidak pernah berciuman, seiring bertambahnya usia mereka … Ah sudahlah Amira jadi malu karena tidak ingat umur.

"Apa papah nggak pernah mencium mamah dulu?" frontal Rama langsung mendapatkan tatapan tajam bercampur malu oleh Alice.

Amira seketika terdiam merona malu karena jelas ingat akan apa yang pernah dilakukannya bersama suaminya dulu termasuk berciuman bahkan pernah lebih hingga mampu menghadirkan Rama dan Melisa. Tapi seumur-umur bibirnya tidak pernah sebengkak Alice, Rama kebangetan mencium Alice, pikir Amira.

Melihat ekspresi Amira yang lucu layaknya anak kecil menahan malu membuat semua orang tergelak.

"Iya nih mamah. Wkwk. Aduh ini jadi makan nggak sih. Aku keburu lapar lho ini." Lerai Melisa yang lelah tertawa karena mamahnya hingga perutnya sakit.

"Ini." Alice menyerahkan makanan Rama yang telah diambilkannya dengan sedikit kesal.

"Jangan marah dong yang."Rama mengulum senyum menatap Alice yang tak memperdulikannya karena masih kesal, itung-itung dia ingin mengerjai Alice. Dan benar saja dia telah berhasil membuat Alice malu. Walau dalam benaknya dia juga merasa bangga dan puas karena telah menuruti hasratnya yang lama terpendam.

Ya, semenjak dia putus dari Intan dirinya sudah berpuasa untuk melakukan hal panas sepert itu. Bukan hanya pada Intan saja, tapi dengan mantan-mantannya terdahulu juga sama. Jadi baru sekarang dia melampiaskan rasa dahaga yang mampu melayangkan akal pikirannya akan kenikmatan.

.

"Alice sini sayang. Menantu mamah ini memang baik banget. Beruntung sekali Rama memiliki istri sebaik kamu. Sudah cantik, apa adanya tidak neko-neko." Alice mendekat ke arah ruang tengah dimana keluarga besar Rama sedang duduk disana sembari menonton televise.

Alice ditarik duduk bersebelahan dengan Amira yang ternyata bersebelahan dengan Melisa. Sedangkan Rama duduk di sofa sembari memainkan ponselnya. Bambang yang sedang fokus pada layar televise besar langsung menoleh menatap interaksi istri dan menantunya.

"Pasti Kak Rama betah di rumah."

"Sudah pasti. Lihat aja badan kakak kamu aja semakin bagus aja."

Memang Rama terlihat semakin gagah, diimbangi wajah rupawannya membuat laki-laki itu layak dianggap mendekati sempurna. Rama yang sedang asyik bermain ponsel langsung berjalan menghampiri Alice.

Amira memang sudah tahu kalau Alice itu tipycal anak yang tidak banyak bicara. Hanya seperlunya saja akan berbicara kalau tidak ada yang serius Alice lebih memilih untuk diam. Namun begitu Amira sangat menyayangi dan beruntung sekali memiliki menantu seperti Alice.

"Mas." lirih Alice bergerak gelisah kala mendapati kepala Rama menyender lengannya. Entah kenapa tiba-tiba Rama beranjak dari posisinya berganti duduk di sebelahnya sambil bergelayut manja padanya.

"Anak mamah itu memang manja. Jadi kalau sudah begitu sedang butuh belaian." Amira terkekeh melihat sikap puteranya dibalik sikap dingin itu terselip sikap manja disana.

"Uhh kak Rama bucin banget sama Kak Alice." goda Melisa menata Rama meringsek manja pada Alice, kakak iparnya.

"Biarin. Bucin sama istri sendiri nggak dosa." Rama tepat meringsek bergelayut manja pada lengan Alice dengan mata terpejam sembari mencari tempat ternyamannya.

Disaat mereka tengah asyik dunianya sendiri tiba-tiba ada tayangan iklan sekilas balita lucu sedang merangkak. Suara ketawa khas bayi terdengar menggema memenuhi ruangan itu sehingga menarik perhatian semua orang termasuk Alice. Sedangkan Rama masih memejamkan mata sembari menghirup aroma wangi mengauar dari tubuh sang istri.

"Mas, kalau sudah ngantuk tidur ke kamar saja." Alice tentu merasa malu apalagi dilihat keluarga Rama.

"Nak, kapan nih mamah bisa punya cucu. Mamah dan papah nggak sabar mau gendong cucu. Pasti lucu di tengah keluarga kalian ini ada anak kecil." Amira penuh harap disertai raut wajah Bambang juga sama.

"Ya. melisa juga begitu." Timpal Melisa setuju dengan mamahnya. Sedangkan Bambang menatap penuh harap pada Alice dan Rama.

Alice hanya terdiam bingung menjawab seperti apa. Melakukan usaha untuk memiliki keturunan saja dengan Rama belum dilakukan. Ini sudah diminta cucu. Ingin meminta bantuan pada Rama untuk membantu menjawab atau sekedar mengalihkan pembicaraan mereka tapi nyatanya suaminya itu malah seolah tidak peduli dengannya.

"Aku menunggu responnya gimana. Jujur aku juga ingin sekali memeiliki keturunan, apalagi dari Alice." Batin Rama yang sengaja memilih diam menunggu respon Alice.

"Sa … sabar ya mah. Ki … kita sedang berusaha." Alice terbata-bata. Rama tersenyum licik, dia kembali mengingat adegan panasnya tadi bersama Alice di kamar yang tertunda tadi.

"Kita sedang berusaha?" Rama mengulangi perkataan Alice.

Alice kicep memasang wajah penuh harap untuk Rama diam saja,"I… iya."

"Ya sudah kita lanjutkan yang tadi." Rama langsung menggendong Alice tanpa peduli ada keluarganya disana yang sedang menatapnya melongo.

"Ah."pekik Alice reflek mengalungkan tangannya di leher Rama agar tidak jatuh.

"Titip keponakan yang lucu kak." teriak Melisa masih didengar Rama yang menggndong Alice menuju kamar mereka. Bambang dan Amira hanya bisa terkekeh melihatnya

"Psti." Jawab Rama tidak kalah keras juga. Alice hanya bisa menenggelamkan wajahnya di dada bidang Rama karena malu dengan tangan masih melingkar di leher Rama. .

Rama merebahkan tubuh Alice dengan pelan seolah benda berharga yang takut jatuh dan pecah. "Mas mau ngapain?" pandangan Alice beradu dengan Rama dalam jarak yang sangat dekat sekali. tubuhnya sudah dikungkung oleh tubuh gagah Rama. Posisi tersebut membuat detak jantung Alice berpacu dengan hebat. Merasa tidak nyaman jelas, ingin berontak namun netra elang Rama menjurus ke bola matanya seraya mengunci pergerakannya hingga memilih diam dengan pandangan tak bisa lepas dari suaminya.

"Bukankah sudah jelas, apalagi kalau bukan untuk proyek pembuahan untuk memiliki anak, sayang."

Pikiran Alice yang hendak traveling mengingat Panji yang sering memanggilnya dengan sayang sudah terlambat keburu bibirnya disumpal dengan rakus. Alice syok reflek memejamkan mata.

Alice berusaha meronta ditengah ciuman penuh menuntut itu. merasa sia-sia tak membuahkan hasil, akhirnya Alice pasrah saja karena percuma saja mengingat tenaga dan hasrat Rama yang lebih besar darinya.

Ciuman yang tadinya rakus dan menuntut kini berganti menjadi pelan dan lambat seiring rontaan Alice yang telah berhenti. Alice mulai terbuai dan merespon ciuman Rama. Mereka sudah saling menikmati.

"Eungghh." Lenguh Alice disela-sela ciuman itu tangan Rama bergerilya mengenai titik sensitive Alice yakni kedua gundukan kembar milik istrinya.

"Hmmptt." Rama kembali membungkam bibir Alice dengan ciuman yang dalam.

Bibir Rama tak puas hanya pada bibir Alice kini mulai turun ke leher jenjang Alice kemudian menyesapnya hingga meninggalkan bekas merah disana.

Sungguh Alice dibuat kelimpungan tak berdaya selain hanya bisa pasrah dan menerima. Ini kali pertamanya ada seorang laki-laki memberikan sentuhan begitu dalamnya hingga membuatnya seperti melayang ke angkasa.

"Mungkin ini sudah waktunya untuk aku menyerahkan apa yang sudah aku jaga selama ini kepada suamiku." Batin Alice.

Dret dret

Ponsel Alice berdering nyaring mulai menyita kegiatan panas kedua insan di ranjang. Alice tersadar seketika mendorong tubuh Rama. namun Rama masih sepertinya mengabaikan buyi nyaring itu dan lebih fokus pada akrtivitasnya menjelajahi tubuh sang istri.

Dret dret

Bunyi dering ponsel terus menggema dengan keras memenuhi kamar itu. Mau tak mau Rama memang harus mengalah sebentar.

Brughh

Rama menggulingkan tubuhnya ke samping tepat disaat Alice mendorong dadanya. Alice segera bangkit dari ranjang , lega akhirnya bebas dari kungkungan suaminya. Jujur dia belum siap.

Alice membenarkan penampilannya mulai dari kaos dan rambutnya yang berantakan sambil berjalan menghampiri ponselnya di atas nakas. Sungguh dia merutuki kebrutalan Rama hingga membuat kaosnya berantakan.

"Kimora?" lirih Alice membaca nama muncul di layar ponsel Rama.

Rama mendengarnya gelagapan beranjak dari ranjang menghampiri Alice kemudian merebut ponselnya dari sang istri.