webnovel

After Bad Destiny

Naulida Ambriaksi adalah seorang perempuan berusia dua puluh enam tahun yang bekerja di perusahaan minyak terbesar di Indonesia dengan posisi jabatan Manager Pengelolaan Minyak. Karir Naulida Ambriaksi terbilang sukses karena kerja keras dan kegigihannya. Namun, semua itu tidak dinikmatinya sendiri karena dia harus membiayai kuliah adiknya atas permintaan orang tua. Kasih sayang orang tua yang hanya dilimpahkan kepada adik Naulida membuatnya tertekan. Terlebih, dia juga mendapat masalah di kantor yang berimbas pada kehilangan pekerjaan yang telah susah payah diraihnya. Naulida kembali mendapat tekanan ketika adik Naulida hendak menikah dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh rekan kerja yang dipercayainya. Ia ditekan untuk mencari, mendapatkan jodoh dan ancaman dari rekan kerjanya. Naulida tentu merasa semakin risi sehingga dia memutuskan pergi dari rumah untuk menenangkan diri. Suatu ketika, dia bertemu dengan seorang lelaki yang memiliki paras tampan, agamis dan stylist di salah satu masjid. Dia tertarik dengan laki-laki itu. Apakah lelaki itu akan menjadi jodoh Naulida? Apakah Naulida bisa bertahan dalam menjalani ujian hidup dengan berpisah dari orang tuanya?

Angdan · Urbano
Classificações insuficientes
54 Chs

Perkataan Satrio Menghantui Pikirannya

"Satrio!"

Satrio membekap mulut Naulida dan membawa Naulida di dekat mobil besar berwarna hitam. Ia menempelkan jari telunjuk di depan bibirnya sembari berdesis agar Naulida tidak mengeluarkan suara.

"Ssshtt," desis Satrio.

"Hmm, lepaskan!"

Naulida menolak permintaan Satrio yang menyuruhnya untuk tidak bersuara. Ia bergerak dengan sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari dekapan Satrio. Namun, Satrio semakin keras mendekap mulutnya hingga wajahnya semakin mendekat ke wajah Naulida. Sontak, Naulida memalingkan wajah dari wajah Satrio.

"Kamu tidak lepas dariku, Naulida."

"Lepaskan aku!" bentak Naulida.

"Aku tidak akan melepaskanmu, Naulida. Aku akan melepaskanmu kalau aku berhasil mendapatkan yang kuinginkan darimu!"

Naulida meneteskan buliran air bening di pipi dengan penglihatan ke arah pepohonan yang tinggi, besar dan memiliki akar yang panjang sekali di ranting dan batang. Naulida tidak suka dengan sikap Satrio saat ini. Ia bahkan lebih tidak suka tetapi, lebih membenci ke sikapnya.

Satrio melepaskan tangannya dari mulut Naulida. Satrio menyingkirkan tangan dari bibir Naulida. Naulida mengusap bibirnya dengan kasar.

"Apa yang kamu inginkan dariku?"

"Aku ingin semua yang ada dalam dirimu, Naulida."

"Kenapa kamu bisa berubah seperti ini, Sat?"

"Kamu kira, aku berteman denganmu itu tulus? Gak, Nau. Aku dari dulu ingin berteman denganmu untuk mendapatkanmu dan ingin menidurimu karena tubuhmu sangat menggoda bagiku ketika aku melihatmu memakai pakaian seksi waktu itu apalagi kamu sekarang memakai rok di atas lutut," terang Satrio.

Naulida tersenyum kecut mendengar pengakuan Satrio yang berteman dengannya karena ada niat buruk kepadanya. Ia tidak menyangka dengan pengakuannya padahal Naulida telah nyaman dengannya untuk berteman.

"Aku tidak menyangka dengan pengakuanmu seperti itu, Sat. Aku menganggapmu teman dan tulus berteman denganmu karena kamu itu orang baik. Lelaki baik yang selalu membela dan melindungiku dulu dari hal buruk. Tapi, kini, aku tahu aslimu. Kamu tega membohongiku dan menodai hubungan pertemanan kita, Sat!" geram Naulida dengan intonasi penekanan.

"Kamu tidak sepintar apa yang aku pikirkan. Aku mengira tidak ada sisi lemah yang bisa menghancurkanmu dari segi mana pun ternyata, aku menemukan sisi kelemahanmu yaitu, kamu mudah percaya dengan seseorang dan tidak bisa membedakan antara pertemanan yang tulus atau pertemanan yang banyak tipu muslihat."

"Dasar, lelaki yang tak punya hati!" sungut Naulida.

"Kamu pun tidak tahu arti cinta yang sesungguhnya, Naulida Ambriaksi!" ledek Satrio.

"Aku tidak peduli bahwa aku belum mengerti arti cinta yang sesungguhnya yang terpenting aku telah memiliki Alexander yang sangat menyayangi dan mencintaiku dengan tulus," ucap Naulida yang tidak peduli dengan perkataan Satrio.

Satrio ketawa jahat mendengar perkataan Naulida yang asal bicara."Nau Nau, kamu memang pintar dalam pekerjaan tapi, tidak pintar dalam mengelola perasaan dan pikiran yang ujungnya nanti menyakitimu secara cepat atau lambat. Kamu belum tahu banyak soal Alexander dan keluarganya. Kamu hati-hati saja dengannya." Satrio menyindir sekaligus memberi peringatan kepada Naulida yang belum tahu dan mengerti banyak hal mengenai arti cinta.

"Apa yang kamu ketahui tentang keluarga Satrio?" tanya Naulida.

Satrio menoleh ke kanan dan kiri untuk memastikan lokasi sekitar aman atau tidak. Ia melihat Alexander yang keluar dari kantor menuju mobilnya yang berdekatan dengan mobil yang dibuat Satrio untuk membekap Naulida.

Naulida memperhatikan Satrio dengan bersandar di mobil. Satrio memiringkan kepala ke arah Naulida bak ingin mengecup bibir Naulida. Alexander menoleh ke arah mereka dan menjatuhkan kunci mobil ketika melihat Satrio yang dikira mengecup bibir Naulida dan Naulida membalasnya sehingga Satrio dan Naulida membelalakkan mata dan menoleh ke arah sumber suara kunci terjatuh.

"Alex!" sontak Naulida.

Alexander tersenyum kecut kepada Naulida yang terkejut melihatnya datang dan salah paham dengannya lalu mengambil kunci di tanah. Naulida ingin menjelaskan tetapi, tidak keburu karena Alexander telah memasuki dan pergi dengan mobilnya.

"Alex, tunggu! Aku bisa menjelaskan semuanya, Alex!" pekik Naulida.

Satrio tertawa keras melihat Naulida bertengkar dengan Alexander. Naulida menoleh ke arahnya dan menuduh melakukan hal yang sengaja agar terjadi perseturuan di antara mereka.

Naulida menghampiri dan memegang kerah baju Satrio dengan kencang seraya menatapnya nanar dan buliran air bening telah memenuhi kelopak mata.

"Puas kamu! Hah?!" bentak Naulida.

Satrio melepaskan tangan Naulida lalu memegang dagu dan mendekatkan wajahnya ke wajah Satrio. Satrio melirik bibir Naulida yang mungil dan merah. Naulida menyingkirkan tangan Satrio secara kasar. Lalu, Satrio menarik tangan Naulida secara paksa dan dimasukkan ke mobilnya.

Satrio mengendarai mobil dengan kencang. Naulida mengetuk pintu mobil dengan keras dan berteriak untuk meminta tolong kepada seseorang tetapi, tidak ada satu orang pun yang hadir dalam penglihatannya.

Satrio menarik dan memegang pergelangan tangan Naulida dengan keras sembari mata fokus ke jalanan. Naulida mengigit tangan Satrio sangat kencang hingga Satrio kesakitan dan melepaskan tangan Naulida. Lalu, ia hilang kendali dalam mengemudi dan akhirnya menabrak pohon dekat selokan.

Kepala Naulida terbentur kaca mobil karena terpental oleh tangan Satrio. Ia mengernyitkan dahi sambil mengelus kepala dan menoleh ke arah Satrio yang pingsan. Itu adalah kesempatannya untuk melarikan diri dari lelaki jahat yang berusaha mengambil kehormatannya.

Naulida menekan pengunci pintu mobil agar pintu terbuka. Setelah itu, Naulida ke luar dari mobil lalu melepas sepatu high heels dan berlari dengan kencang untuk kembali ke parkiran mobil kantor.

Lima belas menit lamanya, ia berlari dari lokasi kecelakaan menuju kantor. Naulida membuka pintu mobil dan mengendarai mobil dengan kencang melewati jalanan lain agar tidak bertemu dengan Satrio.

Netranya terus beralih ke arah spion untuk melihat arah belakang dan memastikan dirinya tidak kejar oleh lelaki yang tak tahu diri. Ia ketakutan dan dihantui dengan perkataan Satrio mengenai dirinya yang tidak pintar dalam menjalin hubungan dan mudah percaya dengan orang lain.

Perjalanan mengemudi dari kantor menuju rumah Naulida selama dua puluh menit. Ia mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata hingga tiba lebih cepat.

Naulida masuk rumah dan disuguhkan semua lampu dimatikan. Ia naik menuju kamarnya. Setelah itu, Naulida melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam. Pantas saja, rumah telah dimatikan.

Naulida melempar tas ke arah sembarang tempat lalu mengambil pakaian di lemari dan membersihkan diri selama sepuluh menit. Setelah semua selesai, Naulida naik ke kasur dan merebahkan badan di kasur untuk menenangkan diri dan mencoba untuk memejamkan mata untuk istirahat.

Namun, usaha yang dilakukan olehnya tidak membuahkan hasil karena pikiran masih dihantui oleh sukap dan perkataan Satrio terhadapnya. Ia tidak menyangka ingin mengambil kehormatannya secara terus terang.

Sikap Satrio yang memuakkan membuatnya belum mengendalikan diri. Netranya terjaga hingga pagi karena kata-kata Satrio yang menghantuinya.