webnovel

After Bad Destiny

Naulida Ambriaksi adalah seorang perempuan berusia dua puluh enam tahun yang bekerja di perusahaan minyak terbesar di Indonesia dengan posisi jabatan Manager Pengelolaan Minyak. Karir Naulida Ambriaksi terbilang sukses karena kerja keras dan kegigihannya. Namun, semua itu tidak dinikmatinya sendiri karena dia harus membiayai kuliah adiknya atas permintaan orang tua. Kasih sayang orang tua yang hanya dilimpahkan kepada adik Naulida membuatnya tertekan. Terlebih, dia juga mendapat masalah di kantor yang berimbas pada kehilangan pekerjaan yang telah susah payah diraihnya. Naulida kembali mendapat tekanan ketika adik Naulida hendak menikah dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh rekan kerja yang dipercayainya. Ia ditekan untuk mencari, mendapatkan jodoh dan ancaman dari rekan kerjanya. Naulida tentu merasa semakin risi sehingga dia memutuskan pergi dari rumah untuk menenangkan diri. Suatu ketika, dia bertemu dengan seorang lelaki yang memiliki paras tampan, agamis dan stylist di salah satu masjid. Dia tertarik dengan laki-laki itu. Apakah lelaki itu akan menjadi jodoh Naulida? Apakah Naulida bisa bertahan dalam menjalani ujian hidup dengan berpisah dari orang tuanya?

Angdan · Urbano
Classificações insuficientes
54 Chs

Penjelasan Nurlida dan Naulida

Hitungan detik mengirim pesan ke Nurlida, fisik Nurlida telah nampak di depannya. Ia melambaikan tangan ke adiknya yang berdiri di dekat pintu. Nurlida melihat lambaian tangan Naulida yang memanggilnya. Nurlida pun menghampiri Sandria yang duduk di bangku yang khusus untuk dua orang saja.

"Kamu sudah selesai kuliah?" tanya Naulida.

"Aku sudah selesai kuliah, Mbak hari ini hanya ada satu mata kuliah saja," jawab Nurlida yang melepas tas ransel dan diletakkan di atas pahanya.

"Syukurlah. Waktu hanya sedikit dan kamu burun sampaikan hal yang ingin kamu sampaikan kepadaku," ucap Naulida yang ketus.

"Kenapa cepat sekali?" tanya Nurlida.

"Karena aku mau janjian dengan seseorang mengenai pekerjaan. Jadi, aku hanya punya waktu sebentar saja," jawab Naulida.

Penjual siomay mengantarkan pesanan Naulida dan meletakkannya di meja sambil ditata dengan rapi. Naulida menerimanya dengan baik dan tersenyum. Nurlida mengangkat satu bibir saat melihat Naulida ramah dengan penjual siomay. Penjual siomay pun pergi meninggalkan mereka.

"Ishhh," desis Nurlida.

"Apa?" tanya Naulida.

"Gak apa-apa. Aku hanya aneh aja melihat sikap ramah Kakak ke penjual siomay tapi, sikap cueknya ke aku." Nurlida protes dengan sikap Naulida yang cuek dengannya.

Naulida menghela napas panjang dan mengangkat satu alis."Apa yang kamu sampaikan kepadaku?" tanya Nurlida sambil mengaduk-aduk makanan.

"Lusa, aku tunangan dengan kekasihku di hotel," jawab Nurlida.

Sandria membelalakkan mata saat Nurlida menyampaikan tunangannya di hotel. Ia terkejut sekaligus tidak percaya menyelenggarakan tunangan di hotel dan dalam waktu yang dekat.

"Kenapa mendadak sekali?" tanya Naulida.

"Karena kekasihku ngelamarku kemarin di kampus dan dia bilang lusa akan mengadakan tunangan di hotel tapi, dia bilang tidak punya uang dan habis kena tipu game slot sebesar ratusan juta," jawab Nurlida yang cemberut.

Naulida tertawa menggelegar saat mendengar jawaban Nurlida mengenai alasan kekasihnya sambil memukul pahanya berkali-kali. Alasan kekasih Nurlida sungguh tak masuk akal dan Nurlida juga percaya dengannya.

"Kamu itu cinta buta atau tidak bisa mikir?" ledek Naulida.

"Apaan, sih?!" sungut Nurlida.

"Ih, marah. Dengerin, ya, tinggalkan lelaki agar tidak hidup sengsara dan jangan percaya sama ucapan lelaki seperti itu karena dia tidak serius denganmu dan kamu juga belum kerja, kan? Jadi, ngapain coba tunangan di hotel pakai uang kamu sebagai kekasih dia," tutur Sandria lalu tertawa.

"Apaan, sih? Kakak kalau gak mau ngasih juga gak apa-apa tapi, jangan menghina calon suamiku," geram Nurlida yang membela kekasihnya.

"Aku memang tidak mau ngasih karena kekasihmu hanya omong kosong aja dan kalau kamu tidak mendengarkanku, ya, gak apa-apa tapi, jangan ngerengek ke aku kalau ada apa-apa sama kamu. Aku sudah mengingatkanmu. Pikirkan itu baik-baik dan sekarang kamu pergi dari sin!" geram Naulida yang jengkel dengan Nurlida.

"Aku akan minta sama Ayah dan Ibu," sahut Nurlida yang berdiri lalu pergi meninggalkan Naulida.

"Hei, Dik. Aku tidak akan pernah merestui hubunganmu dengan pria itu sampai kapanpun!" teriak Naulida.

"Terserah!" teriak Nurlida dengan mata memerah.

Naulida memandangi punggung Nurlida yang kian menjauh dengan perasaan puas saat menolak keinginan Nurlida yang ingin bertunangan di sebuah hotel. Ia tersenyum miring ketika mengingat semua alasan kekasih adiknya yang tidak masuk akal lalu memakan siomaynya.

"Kenapa kamu teriak?" tanya Alexander yang tiba-tiba hadir di hadapan Naulida.

Naulida menelan makanannya lalu minum air mineral yang diberi oleh Satrio. Sontak, Naulida menepuk dadanya karena terkejut dengan kehadiran Alexander.

"Aku kaget kamu tiba-tiba muncul," jawab Naulida yang batuk sekilas.

"Maaf."

"Kamu sudah tidak kesal denganku lagi?" tanya Naulida yang makan siomay dan melirik Alexander yang menatapnya.

"Sedikit karena kamu belum menjelaskannya," jawab Alexander yang melipat kedua tangan di meja dan menatapnya.

"Aku akan menjelaskannya setelah ini habis dan kamu makan siang dulu kalau tidak makan siang, kamu nanti sakit," balas Naulida.

"Baiklah. Aku pesan makanan dulu."

Naulida makan siomay dan batagor sambil menunggu Alexander yang memesan makanan. Lima menit lamanya menunggu pesanan dan Alexander kembali ke mejanya sambil membawa minuman. Alexander duduk di depan Naulida.

"Tumben kamu bawa sendiri?" tanya Naulida.

"Karena penjualnya sibuk dan banyak pesanan," jawab Alexander.

"Syukurlah. Seorang anak pemilik perusahaan ini membawa pesanan sendiri," ledek Naulida lalu terkekeh.

"Biarin. Aku makan dulu."

"Silakan. Aku sudah habis makanannya. Kamu makan dan minum yang banyak," ucap Naulida yang mengingatkan Alexander untuk makan dan minum yang banyak agar tetap menjaga kesehatan.

"Siap, bos."

"Aku menjelaskan kejadian tadi pagi nunggu kamu selesai makan saja agar kamu bisa fokus bicara denganku," sahut Naulida.

"Siaapp."

Naulida memainkan permainan di handphone sambil tersenyum dan sesekali tertawa. Alexander melihat perempuan yang dicintainya seperti itu reflek mengernyitkan dan muncul pikiran negatif kepadanya.

"Kenapa kamu senyum-senyum?" tanya Alexander yang menyelesaikan makanannya.

"Aku main game ini, Alex," jawab Naulida sambil menunjukkan layar handphone-nya kepada Alexander.

Alexander melihat game yang dimainkan oleh Naulida. Permainan yang menjengkelkan bagi Alexander.

"Aku tidak suka game itu," ungkap Alexander.

"Kenapa kamu tidak suka?" tanya Naulida yang mengalihkan laar handphone-nya.

"Karena aku tidak suka dengan desain gamenya dan aku juga tidak bisa memainkannya," jawab Alexander lalu tertawa.

Naulida menampakkan ekspresi datar ke Alexander."Bilang aja dari awal kalau kamu tidak bisa main game ini bukan karena desainnya," sindir Naulida.

"Tahu aja kamu," sahut Alexander.

"Tahu dong, kamu sudah selesai makannya?"

"Sudah."

Naulida mematikan permainannya dan meletakkan handphone di atas meja. Alexander pun meletakkan handphone di atas meja. Mereka melakukan itu agar bisa fokus ke pembicaraan yang dibahas.

"Baik. Aku akan menjelaskannya."

"Okay."

"Apa pun yang kamu lihat di ruanganku tadi pagi itu tidak benar. Sikap Satrio yang mengelus kepalaku itu sudah biasa dilakukan olehnya karena kami sangat dekat sehingga seperti adik kakak," jawab Naulida.

"Tapi, sikap Satrio tidak seharusnya begitu ke kamu, Sayang. Aku tidak suka karena itu tidak sopan," ungkap Alexander yang tidak suka dengan sikap Satrio.

"Kalau kamu tidak suka. Aku akan menjaga jarak dengannya," ucap Naulida yang langsung memutuskan satu pihak.

"Kamu tidak perlu juga. Kamu cukup bilang saja dan menolak kalau Satrio bersikap seperti itu lagi ke kamu," tutur Alexander.

"Tidak. Aku tidak suka seperti itu lebih baik aku menjaga jarak daripada seperti itu dan lagi pula sama saja kalau aku bilang seperti itu tapi, intinya tetap sama yaitu, menjaga jarak," tolak Naulida yang memberikan alasan ke Alexander.

"Terserah kamu, Sayang," kata Alexander yang minum minumannya hingga habis.

"Ada yang dibicarakan lagi selain ini? Sudah kelar atau masih menjanggal?" tanya Naulida.