webnovel

After Bad Destiny

Naulida Ambriaksi adalah seorang perempuan berusia dua puluh enam tahun yang bekerja di perusahaan minyak terbesar di Indonesia dengan posisi jabatan Manager Pengelolaan Minyak. Karir Naulida Ambriaksi terbilang sukses karena kerja keras dan kegigihannya. Namun, semua itu tidak dinikmatinya sendiri karena dia harus membiayai kuliah adiknya atas permintaan orang tua. Kasih sayang orang tua yang hanya dilimpahkan kepada adik Naulida membuatnya tertekan. Terlebih, dia juga mendapat masalah di kantor yang berimbas pada kehilangan pekerjaan yang telah susah payah diraihnya. Naulida kembali mendapat tekanan ketika adik Naulida hendak menikah dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh rekan kerja yang dipercayainya. Ia ditekan untuk mencari, mendapatkan jodoh dan ancaman dari rekan kerjanya. Naulida tentu merasa semakin risi sehingga dia memutuskan pergi dari rumah untuk menenangkan diri. Suatu ketika, dia bertemu dengan seorang lelaki yang memiliki paras tampan, agamis dan stylist di salah satu masjid. Dia tertarik dengan laki-laki itu. Apakah lelaki itu akan menjadi jodoh Naulida? Apakah Naulida bisa bertahan dalam menjalani ujian hidup dengan berpisah dari orang tuanya?

Angdan · Urbano
Classificações insuficientes
54 Chs

Pemeriksaan dan Penyelesaian Ketidaksesuaian Data

"Naulida."

"Iya, Pak?"

Naulida berbalik badan dan penglihatannya yang sayu disuguhkan pemandangan Alexander memegang berkasnya. Alexander menggerakkan berkasnya sekilas.

"Apakah kamu lupa dengan ini?" tanya Alexander.

"Astaga, iya, Pak. Saya hampir lupa," jawab Naulida.

Naulida meringis dengan melangkah ke Alexander. Ia berdiri di depan Alexander dengan jarak satu meter. Naulida hendak mengambil berkasnya, Alexander mengalihkannya ke belakang.

Bola matanya merayap ke atasannya yang kembali ketus dan jarak wajah mereka menjadi dekat. Alexander sedikit duduk di mejanya. Pandangan mereka sangat intens hingga beberapa detik, Naulida menjauhkan diri darinya agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan mereka.

"Maaf, Pak."

"Tidak apa-apa."

"Saya mau mengambil berkas dan kembali bekerja agar pekerjaan saya cepat selesai dan bisa pulang tepat waktu."

"Kalau pekerjaan kamu belum selesai, boleh diselesaikan esok harinya dan memaksakan diri untuk bekerja sampai malam karena kamu itu perempuan dan tidak baik kalau pulang malam sendirian."

"Baik, Pak."

Alexander memberikan berkasnya kepada Naulida dan Naulida menerimanya dengan sedikit tersenyum. Alexander menghela napas dan mencegah Naulida yang hendak kembali ke ruangannya selama beberapa menit.

"Terima kasih, Pak."

"Sama-sama. Saya ingin bertanya sama kamu mengenai berkas kamu terjatuh di depan ruangan saya sebelum kamu disakiti oleh orang yang menyakitimu dan saya belum mengetahui sosok orang itu."

"Apakah Bapak ingin menanyakan alasan saya ke ruangan Bapak?" tanya Naulida.

"Iya, betul."

"Alasan saya tadi hendak ke ruangan Bapak untuk meminta solusi dari permasalahan yang saya hadapi mengenai pekerjaan saya," jawab Alexander.

"Apa itu?" tanya Alexander.

"Apakah Bapak berkenan saya ganggu waktunya untuk mengetahui masalah pekerjaan saya?" tanya Naulida.

Alexander terkekeh."Astaga, Nau, saya tidak apa-apa diganggu waktunya kalau itu mengenai pekerjaan dan ditambah lagi bukan pekerjaan, jika yang minta itu kamu," jawab Alexander sambil menggoda Naulida.

Naulida tertawa mendengar jawaban Alexander yang sedikit menggodanya. Ia meletakkan dan membuka laptop di meja kantornya dan Alexander mengambil dan mengarahkan kursi di belakang Naulida.

Alexander dan Naulida duduk di kursi masing-masing. Naulida membuka permasalahan kerjaannya dan Alexander memperhatikannya dengan menopang pipi menggunakan tangan kanan yang berada di mejanya.

"Nah, ini, Pak yang menjadi masalah dalam pekerjaan saya," ucap Naulida sambil merapikan posisi duduknya di kursi.

"Apa masalahnya?" tanya Alexander.

"Masalahnya ada dalam file ini dan sepertinya terjadi dalam perhitungan karena data yang ada di laptop dan di berkas ini itu beda, Pak," terang Naulida.

"Mana? Apakah kamu bisa membuka berkas ini?" Alexander meminta Naulida untuk membuka berkasnya agar ia mengetahui keasliannya.

Naulida membuka berkasnya dan menunjukkan data yang tidak sesuai dengan data yang ada di laptop. Alexander mengambil berkasnya dan memperhatikan data yang ada di berkas selama beberapa menit sambil mengernyitkan dahi. Lalu, ia mengarahkan pandangannya ke laptop dan mengecek datanya lagi.

"Apakah data yang ada di laptop kamu ini sesuai dengan data yang diberikan oleh anak buahmu ketika aku mengambil alih untuk melakukan pengiriman ke luar kota dan luar negeri?" tanya Alexander.

"Saya kurang tahu, Pak. Data yang ada di laptop saya adalah data ketika saya melakukan pengecekan barang sebelum dikelola menjadi barang jadi," jelas Naulida.

"Berapa estimasi jumlahnya?" tanya Alexander.

"Kalau dijadikan barang jadi dan dimasukkan ke dalam kemasan, maka, barang itu akan menghasilkan lima ratus ribu liter dari lima ribu liter minyak, Pak. Kemasan itu akan menghasilkan seratus kemasan dalam satu merek," terang Naulida.

"Saya menghitungnya tadi cocok dan kemasan yang telah jadi ada sepuluh merk dan satu truk bisa membawa seribu kemasan yang terdiri dari sepuluh merk," ucap Alexander.

"Iya, Pak. Saya bingung karena data yang ada di laptop itu sesuai dengan perkataan saya tapi, data yang ada di berkas itu dua ratus ribu liter dan empat puluh kemasan dalam satu merk," terang Naulida sambil menatap Alexander.

"Jika, terjadi dalam data maka itu akan berpengaruh dalam penghasilan dan pengeluaran," ucap Alexander.

"Iya, Pak."

"Siapa nama anak buahmu yang mengatur dalam memasukkan ke dalam kemasan?" tanya Alexander.

"Andria, Pak," jawab Naulida.

"Apakah Andria tadi meminta tanda tangan kamu?" tanya Alexander.

"Iya, Pak. Tapi, saya tadi mengecek laporannya sebelum melakukan pengiriman," jawab Naulida.

"Oke."

Alexander merespons Naulida dengan singkat dan mengambil telepon yang ada di mejanya. Ia menekan angka tujuh. Angka tujuh adalah nomor bagian supervisor dan Andria adalah supervisor dari pengelolaan.

"Bu, tolong, Andria ke ruangan saya sekarang karena ada hal penting yang ingin saya tanyakan," ucap Alexander.

Alexander meletakkan telepon kantornya dan menatap Naulida. Naulida berkedip lalu menundukkan pandangannya.

Lima menit kemudian, suara pintu ruangan Alexander diketuk dan Alexander mempersilakannya untuk masuk. Pintu ruangannya dibuka oleh sosok perempuan dan perempuan itu adalah Andria. Ia melangkah ke arah Naulida dan Alexander dan berdiri di depan meja dengan tangan di depan badannya.

"Maaf, Pak. Ada apa, Bapak memanggil saya?" tanya Andria.

"Saya memanggil kamu karena ada ketidaksesuaian data," jawab Alexander.

"Ketidaksesuaian data? Yang mana, ya, Pak?" tanya Andria sembari mengernyitkan dahi dan sedikit memiringkan kepalanya.

"Apakah kamu tadi meminta tanda tangan sebelum melakukan pengiriman?" tanya Alexander kepada Andria.

"Iya, Pak."

"Apakah kamu tadi ada di lokasi truk ketika saya menghitung produk?" tanya Alexander.

"Ada, Pak."

"Oke. Apakah kamu salah tulis jumlahnya atau bagaimana?" tanya Alexander sembari menyerahkan berkas Naulida.

Andria mengambil dan memeriksa berkasnya dengan teliti dan seksama. Ia menunjuk data yang tidak sesuai dan mengarahkannya kepada Alexander.

"Apakah ini yang dimaksud Bapak?" tanya Andria.

"Iya."

"Maaf, Pak, saya salah menulisnya dan saya minta maaf juga, Bu," ucap Andria.

"Tidak apa-apa, Andria. Lain kali, kamu harus fokus bekerjanya agar tidak terjadi kesalahan karena ini akan berpengaruh ke penghasilan dan pengeluarannya," ucap Naulida.

"Benar yang disampaikan oleh Naulida. Lain kali, kamu harus berhati-hati dalam bekerja," pesan Alexander kepada Andria.

"Baik, Pak, Bu," ucap Andria.

"Baik dan masalah sudah selesai karena salah menulis. Kamu boleh melanjutkan pekerjaan dan kembali ke ruangan kamu," ucap Alexander.

"Baik, Pak. Terima kasih," ucap Andria.

Andria ke luar dari ruangan dan Naulida menutup berkas dan laptopnya. Lalu, ia berdiri dan pamit kepada Alexander untuk melanjutkan pekerjaannya.

"Pak, saya pamit ke luar dan melanjutkan pekerjaan di ruangan saya sendiri," pamit Naulida.

"Iya, silakan dan jangan lupa dua hari lagi, kita semua berangkat ke Sumba," ujar Alexander.

"Baik, Pak. Saya tidak akan lupa karena itu pasti akan menyenangkan," ucap Naulida sembari tersenyum lebar.

Alexander tersenyum dan Naulida ke luar dari ruangannya menuju ruangannya untuk melanjutkan pekerjaan agar pulang tepat waktu.

Hai, readers, yuk dukung ceritaku dengan cara review, klik collection(love), power stone dan power ranking. Dukungan kalian sangat berarti untukku agar aku akan selalu dan terus bisa menulis.

Happy reading, readers.

Angdancreators' thoughts