"Nah, apakah kau ingin membantu kakakmu ini?" Saat melihat bahwa Nayla tetap terdiam, Andre bertanya sekali lagi padanya.
"Hmm ... bagaimana aku bisa membantu Kakak?" Nayla menggigit bibirnya dengan pelan dan bertanya pada Andre dengan bingung.
Setelah mendengar pertanyaan Nayla, Andre memikirkan kata-kata yang tepat untuk menjawabnya. Beberapa saat kemudian, dia bertanya kembali pada Nayla. "Berapa umurmu?"
"Lima tahun," Jawab Nayla dengan patuh.
"Lima tahun ..." Andre mengerutkan keningnya dan berpikir kembali setelah mendengar jawaban adiknya. Lalu dia bertanya sekali lagi padanya: "Apakah kau pernah masuk ke taman kanak-kanak?"
Setelah Nayla mendengar pertanyaan Andre, matanya yang berbinar-binar tiba-tiba menjadi redup. Dia menggelengkan kepalanya dengan pelan dan membuka mulut kecilnya yang kemerahan sembari berkata pelan, "Tidak...Aku tidak pernah pergi ke taman kanak-kanak...."
Andre menatap Nayla yang tiba-tiba terlihat muram. Matanya dipenuhi dengan rasa sedih, malu, dan keinginan untuk pergi ke sekolah.
Pada saat melihat ekspresi di wajah Nayla, entah kenapa Andre merasa sedikit iba kepadanya.
"Kalau begitu, apakah kau ingin pergi ke sekolahku untuk melihat-lihat?" Andre mengalihkan perhatiannya dan menelan ludah sebelum bertanya pada Nayla.
"Sekolah?" Nayla mengangkat kepalanya dan menatap Andre dengan tatapan kosong.
"Benar." Andre mengangguk dan menjelaskan, "Saat ini aku duduk di kelas tiga. Guruku berkata bahwa besok aku bisa membawa salah satu anggota keluargaku ke sekolah...untuk mengunjungi sekolah. Pada awalnya aku berencana untuk mengajak Ibu ke sekolah besok, tapi ternyata Ibu mendapat perintah dari atasannya untuk mengikuti perjalanan bisnis barusan. Jelas sekali bahwa dia tidak akan bisa pergi besok, jadi aku memutuskan untuk mengajakmu saja besok. "
Setelah mendengarkan penjelasan Andre, Nayla kembali teringat dengan percakapan antara ibunya dengan Andre tadi ketika ibu mereka belum berangkat. Dia ragu-ragu sejenak, dan bertanya dengan suara rendah: "Kakak harus mengajak anggota keluarga ke sekolah besok.... Tapi bukankah seharusnya Kakak mengajak….orang tua? "
"..."
Senyum di wajah Andre tiba-tiba menghilang setelah mendengar kata-kata Nayla.
Dia menatap Nayla dengan gundah selama beberapa saat sebelum tersenyum dengan canggung dan menjawab: "Ya ... Ya, guruku menyuruhku untuk membawa salah satu anggota keluargaku ke sekolah. Dan ya, memang dia menyuruhku untuk memanggil orang tuaku. "
"Kalau begitu… Apakah itu artinya aku bisa menjadi orang tua Kakak?" Nayla mengedipkan sepasang mata besarnya yang bulat dengan polos sambil menatap Andre dan bertanya dengan ragu.
"..."
Andre mengernyitkan keningnya. Dia merasa seolah-olah Nayla sedang mempermainkannya.
Tapi...
Dia kembali menatap Nayla dengan penuh perhatian. Wajahnya yang putih, pipinya yang dihiasi dengan rona merah jambu, dan matanya yang hitam dan besar terlihat sangat jernih. Mungkin saja dia bertanya seperti itu karena dia benar-benar tidak mengerti dan merasa bingung dengan permintaan Andre atau bisa juga karena dia merasa khawatir pada Andre.
Setelah menatapnya selama beberapa saat, Andre mengertakkan gigi dan mengangguk ke arah Nayla: "Ya, kau juga bisa menjadi orang tuaku."
Setelah mendengar kata-kata Andre, Nayla terdiam selama beberapa saat. Tapi kemudian dia memperlihatkan dua baris giginya yang rapi dan putih dan memberikan senyuman cerah untuk Andre.
Senyumannya terlihat bagaikan matahari yang terik di langit musim panas. Menyilaukan, cerah, dan penuh dengan kehangatan yang menyebar hingga ke lubuk hati Andre.
Saat melihat senyum Nayla, Andre hanya bisa tertegun. Sebuah perasaan hangat yang tidak bisa dijelaskan menyelimuti hatinya.
"Baiklah, aku mengerti, Kak. Kalau begitu aku akan pergi ke sekolah dengan Kakak besok." Jawab Nayla dengan serius.
"Hmm, baiklah….Terima kasih." Andre tersadar dan mengangguk ke arah adiknya.
Di dalam kulkas terdapat sisa makanan siang. Setelah Andre menyelesaikan pekerjaan rumahnya, dia segera mengeluarkan makanan tersebut dari kulkas. Kemudian dia memasukkannya ke dalam microwave untuk dipanaskan dan menyiapkan dua piring berisi nasi. Dia menyodorkan salah satu piring yang berisi lebih sedikit nasi ke arah Layla.
Sambil menyerahkan sendok Nayla, Andre berkata, "Ini makananmu. Ayo makan. Mulai hari ini, hanya akan ada kita berdua di rumah."
"Hmm ..." Nayla mengambil sendok di tangan Andre dan memegangnya dengan canggung di tangannya. Setelah berusaha cukup lama untuk menggunakan sendok tersebut, Nayla masih tidak bisa menyuapkan nasi ke mulutnya.
Andre duduk di hadapannya sambil menatapnya dengan geli. Dia bertanya, "Apa kau masih belum bisa makan sendiri menggunakan sendok?"
Wajah Nayla merona merah saat mendengar pertanyaan Andre. Dia menundukkan dan berkata dengan suara yang sangat pelan. "Tidak...Tidak ada yang mengajariku."
"Lalu bagaimana kamu bisa makan sendiri?" Andre menatapnya sambil menaikkan alis.
"..." Nayla terdiam sejenak. Kemudian dia menjawab. "Aku hanya memakai tangan."
Baiklah kalau begitu
Andre beranjak berdiri dan mengambil sendok dari tangan Nayla. Kemudian dia meletakkannya di tempat cuci piring sebelum berjalan kembali ke meja makan.
Nayla berbisik pelan ke arah Andre. "Terima kasih, Kak." Kemudian dia segera melahap makanannya dengan rakus.
Tidak lama kemudian, nasi putih di piring Nayla habis dan piringnya terlihat cukup bersih sekarang.
Andre tercengang saat mengamati pemandangan di depannya. Selama beberapa saat dia hanya bisa melongo, tapi pada akhirnya dia bertanya. "Apakah kamu ... apakah kamu ingin menambah nasi lagi?"
"Ya!" Nayla mengangguk dengan semangat dan segera mengulurkan piring kosongnya ke arah Andre. Kemudian dia terkesiap dan menunduk dengan malu seakan-akan baru saja menunjukkan sesuatu yang tidak senonoh.
"..."
Andre mengambil piring kosong itu dari tangan Nayla dan menatapnya untuk waktu yang lama. Kemudian dia bangkit dari kursi dan mengambilkan sepiring nasi untuk Nayla.
Meskipun piring kedua tidak habis secepat piring sebelumnya, Nayla mampu menghabiskannya sebelum Andre bahkan bisa menghabiskan piring pertama.
Andre menatap Nayla dengan kaget saat menyadari hal tersebut. Sendoknya tergantung di udara, dan mulutnya melongo.
Gadis kecil yang terlihat sangat kurus dan kecil di hadapannya ini….Bagaimana bisa dia makan secepat ini?!
Nayla memegang piring kosong di tangannya dan balas menatap mata Andre yang hitam bagaikan tinta dan dipenuhi dengan keterkejutan. Mulut kecilnya membuka dengan pelan seolah-olah dia ingin mengatakan sesuatu, tapi pada akhirnya dia tidak berbicara.
"Apakah kau… apakah kau ingin menambah nasi lagi?" Andre bertanya dengan sedikit keraguan dalam suaranya.
Setelah mendengar kata-katanya, mata Nayla berbinar sejenak. Tangannya yang memegang piring telah terulur sedikit ke arah Andre. Akan tetapi pada akhirnya dia tersentak dan menggelengkan kepalanya. "Tidak usah."
"Kenapa? Apakah kau sudah kenyang?" Andre bisa melihat dari mata Nayla bahwa dia masih lapar, tetapi dia tidak menyangka bahwa pada akhirnya Nayla menolak tawarannya.
"Ibu pernah berkata padaku... Bahwa kita tidak boleh makan terlalu banyak sekaligus, atau kau kita akan terkena gangguan pencernaan." Jawab Nayla.
...
Mengapa ibunya tidak pernah memberitahu Andre mengenai hal seperti itu? ?
Andre mengerutkan keningnya dan mencoba mengingat-ingat.
Hmm...Sepertinya memang selama ini dia tidak makan dengan beraturan. Di sebagian besar waktu, Andre tidak pernah menghabiskan makanan yang telah disiapkan oleh ibunya.
Sementara Nayla mampu memakan dua piring nasi dalam waktu yang singkat, dan dia masih belum kenyang. Benar - benar luar biasa...
Andre tersenyum dengan kaku kepada Nayla. Lalu diam-diam dia menundukkan kepalanya dan lanjut makan.
Akhirnya di rumah sekarang ada anak yang selalu menghabiskan makanannya dengan pintar seperti Nayla. Ibunya akan senang, dan posisi Andre pun akan semakin tersingkir. Andre merasa getir saat terpikir akan hal itu.