webnovel

A Vampier's Love Bond

Bila separuh tulang rusukmu memang berada pada pria yang berjodoh dan ditakdirkan untukmu, maka relakah jika separuh darahmu juga diberikan padanya? Bentuk pengorbanan memang selalu menyedihkan. Jadi, sanggupkan engkau jika hidup tanpa cinta? Atau kau lebih memilih sebuah cinta tetapi tidak punya kehidupan? Cinta dan kehidupan memang pilihan yang rumit, tetapi keduanya sama-sama memiliki keabadian. Berusahalah untuk menyatukan kerumitan itu dan menjalani hidup dengan penuh cinta yang abadi.

yuniizhy_ · Fantasia
Classificações insuficientes
4 Chs

Sang Penyelamat

Derap langkah wanita berambut panjang bergelombang itu terus terayun memasuki hutan. Teriakan minta tolong dari seseorang terus ia dengar walau kini hanya samar-samar. Zoya yakin teriakan tersebut berasal dari dalam hutan kecil di sisi jalan, karena tadi sekelebat bayangan seperti orang yang tengah berlari berhasil ia tangkap meski hanya sekejap.

Seketika langkah Zoya tercegat, ia merasakan dersik angin bersemilir, membelai rambutnya yang tergerai serta menggoyangkan rimbunnya dedaunan. Kedua tangan wanita itu langsung bersedekap, kedinginan mulai merayap di tubuhnya. Sesekali ia mengusap kasar pangkal lengan mulus itu.

"Ke mana orang itu pergi?" Zoya bermonolog, ia masih memikirkan orang yang sedari tadi berteriak meminta pertolongan. Akan tetapi, ia baru sadar, teriakan itu kini sudah hilang.

Bunyi grasak-grusuk dari semak-semak di sekitarnya membuat Zoya terkejut. Tentu dada wanita itu juga pasang surut. Sangat bohong sekali jika ia merasa tidak takut. Mana ada wanita yang bersikap santai jika berada di tengah hutan saat larut malam. Jelas Zoya kini ketakutan.

Ia merasa hutan kecil yang kata orang tidak terlalu luas itu hanyalah omong kosong belaka. Dirinya baru menyadari jika hutan tersebut sama saja dengan hutan lainnya. Luas, rimbun, dan menyeramkan. Zoya benar-benar merasa terjebak, apalagi ia tidak ingat ke arah mana kakinya harus melangkah untuk pulang. Hutan itu seolah menutup jalan keluar.

"Bagaimana ini?"

Zoya semakin panik, ditambah ia merasa dirinya seperti sedang diawasi. Netra cokelat wanita itu mulai bergulir meneliti sekitar, menengok ke sana kemari dengan cekatan. Hatinya semakin bergemuruh tidak karuan. Semak-semak di sekitarnya kembali bergerak membuat Zoya terlonjak dan hampir terjerembab.

"S-siapa di sana?"

Hening. Pertanyaan wanita itu hanya dibalas oleh angin. Zoya menelan saliva seraya menarik napas dalam-dalam bermaksud menenangkan diri. Ia kembali melangkahkan kaki untuk segera pergi.

Namun, lolongan serigala kembali merambat rungu. Kali ini jauh lebih kencang daripada sebelumnya. Pikiran negatif Zoya kembali menyapa. Ia merasa binatang buas itu berada tak jauh darinya. Napas Zoya kian memburu, hatinya semakin tidak tenang. Ditambah semak-semak belukar di sana kini terus bergerak.

Tak lama, beberapa binatang berbulu lebat nan hitam keluar secara perlahan dari masing-masing semak belukar di sekelilingnya. Mata mereka menyala terang dengan sorotan tajam, seolah mangsa empuk tengah mereka temukan.

Manik Zoya kini membola hebat, untuk sepersekian detik napasnya tercekat. Tubuhnya bahkan menjadi kaku, niatnya untuk lari pun berakhir urung karena kedua kakinya sama sekali tidak bisa digerakan. Berteriak meminta pertolongan pun sangat sulit, lidahnya seakan begitu kelu.

Ya, sekawanan serigala kini tengah mengepung Zoya. Lolongan mereka saling terlontar kencang, seolah-olah para serigala itu memang sedang bergembira ria.

Tak terasa cairan bening luruh begitu saja dari manik cokelat wanita tersebut, ia sungguh tidak bisa berkutik. Semua impian dan cita-citanya menjadi dokter sepertinya memang tidak akan pernah terwujud, karena Zoya berpikir ia pasti akan mati detik itu juga.

Langkah segerombolan serigala kian mendekat secara perlahan dengan seringainya yang menyeramkan. Zoya terus melangkah mundur walaupun sia-sia, karena di belakangnya beberapa serigala sudah menghadang. Sungguh, wanita itu akan menjadi santapan lezat bagi mereka.

"Siapa pun tolong aku ...," lirih Zoya sembari meremas pakaiannya kuat.

Lagi, serigala-serigala itu kembali melolong kencang. Setelahnya mereka melompat dengan gesit tepat ke tengah-tengah di mana Zoya berdiri di sana.

"Arghhhh!"

Zoya berteriak histeris sembari menutup mata dengan tangan menyilang di depan muka. Ia tidak mau melihat bagaimana dirinya dihabiskan oleh binatang sialan itu. Akan tetapi, setelah beberapa detik ia masih tidak merasakan apa-apa. Bahkan sedikit sentuhan pun sepertinya tidak ada.

Zoya perlahan membuka mata, pandangannya langsung tertuju pada seorang pria bersetelan hitam yang tengah berdiri gagah di hadapannya. Pria itu terus menatap tajam sekawanan serigala dengan intens, seolah dia tengah berbicara lewat mata. Seketika para serigala berbalik dan pergi begitu saja, membuat Zoya tercengang dengan perasaan yang masih tidak tenang.

Pria tersebut kini menoleh ke arah Zoya, wanita itu mampu menangkap wajah datar dengan sorotan mata tajam yang terang. Kulit putihnya yang tampak pucat juga menambah kesan berbeda darinya.

Tak sadar sedikit senyuman mengembang dari bibir Zoya. Ia tidak menyangka akan selamat dari maut.

"Ter—" Seketika ucapan terima kasih Zoya terhenti. Wanita itu tiba-tiba limbung dan berakhir tak sadarkan diri.

***

"Kenapa kau malah membawa manusia ke sini?" tanya seorang pria berambut putih yang sibuk menggoyangkan gelas berisi cairan merah. "Kau ingat, bukan? Tujuanmu turun ke bumi adalah untuk menjalankan sebuah misi," lanjutnya.

"Aku tahu."

"Jika kau tahu, lalu apa ini? Bagaimana kalau wanita itu sadar dan mengetahui identitas kita?"

Pria bermata terang itu mengembuskan napas sejenak. "Aku hanya menolongnya, Louis. Sekawanan serigala tadi mengepungnya di hutan."

Louis terkekeh. "Sejak kapan kau peduli dengan keselamatan manusia, Zayn?"

Zayn bergeming, saudaranya itu sungguh menyebalkan. "Aku hanya tidak mau ada manusia tewas di sekitar tempat tinggal kita."

"Apa kau yakin?"

"Ah, sudahlah. Jika keberadaan wanita itu mengganggumu, aku akan mengembalikan dia ke tempatnya." Zayn berbicara dengan nada ketus, lantas ia pun bergerak cepat mengangkat tubuh tak berdaya dari sosok yang ia selamatkan tadi. Setelahnya ia langsung berjalan gesit secepat angin. Hanya dengan satu kedipan mata, Zayn dan wanita di gendongannya sudah hilang dari hadapan Louis.

Sementera Louis malah tersenyum lebar, pria berambut putih itu tampak senang. "Akhirnya ... setelah 700 tahun, masa hukumanmu akan berakhir, Zayn," monolognya.

***

Ruangan bernuansa putih tulang langsung tertangkap tepat saat wanita yang terbaring di brankar itu membuka mata. Zoya memicing seraya bangkit, ia jelas hapal betul di mana dirinya sekarang.

"Kenapa aku bisa di sini?" heran Zoya.

Sesosok pria tiba-tiba meregangkan badan, membuat Zoya terkejut dan menoleh ke arah sofa di ruangan itu. "Kau sudah bangun?" tanyanya.

"Harry, kau di sini?"

"Ya, aku menjagamu semalaman."

Zoya mengernyit. "Um ... omong-omong, bagaimana aku bisa sampai di sini?"

Harry mulai mendekati Zoya dan duduk di kursi tepat di sisi ranjang. "Semalam kau diantar oleh salah satu warga ke sini. Katanya kau pingsan di pinggir jalan."

"Pinggir jalan?"

"Iya, sepertinya kau kelelahan karena hampir tiap hari kau selalu lembur dan pulang larut malam."

'Perasaan ... semalam aku berada di dalam hutan. Tapi kenapa tiba-tiba bisa berpindah di pinggir jalan?' Zoya membatin dengan beribu tanda tanya.

"Ah, ya. Apakah seorang pria bersetelan hitam yang mengantarku?" tanya Zoya antusias.

Harry menggeleng. "Bukan, kau dibawa oleh seorang wanita paruh baya."

Zoya menghela napas. Ia masih ingat betul kalau tadi malam seorang prialah yang menolongnya, bukan wanita.

'Apa pria itu kabur dan meninggalkanku dalam keadaan tak sadarkan diri?' Prasangka buruk Zoya mulai datang. Ada sedikit sesal karena ia tidak sempat mengucapkan terima kasih pada pria tersebut.