webnovel

A Love For My Little Brother

Untuk aku, adik laki-lakiku yang bernama Ricky itu, adalah sesuatu yang berharga bagi hidupku. Kalau diibaratkan benda, Ricky itu adalah sebuah permata berlian 24 karat seberat setengah kilogram yang harus dijaga dan dilindungi. Ribuan personel TNI--baik AU, AD, maupun AL--rela aku kerahkan untuk menjaga benda paling diincar itu. Agak berlebihan memang, namun itulah yang aku rasakan. Sudah bertahun-tahun aku berpisah dengannya dan tidak disangka-sangka saat aku kembali, dia sudah tumbuh besar dan semakin tampan. Aku ingin sekali memeluknya dan mencium-ciumnya sama seperti apa yang aku lakukan saat kami masih kecil. Tapi kenapa dia malah menjauh? Wajahnya selalu memerah setiap aku memanjakannya. Malu kah? Atau mungkin jijik? Yah, apapun itu sudah membuatku senang dengan ekspresi baru itu. Aku dapat kabar kalau dia sedang jatuh cinta dengan teman sekelasnya. Apa itu benar? Kalau benar, aku tidak akan membiarkan itu terjadi! Dia masih terlalu muda untuk mempunyai kekasih dan aku menjadi orang pertama yang menolak dengan keras hubungan itu walau kedua orang tuaku mendukungnya untuk memiliki kekasih. Kenapa tidak kakak saja yang mencarikan kekasih untukmu? Aku yakin kamu tidak akan menyesal dengan pilihanku ini! Cerita yang mengisahkan tentang kakak-beradik yang tinggal di keluarga serba berkecukupan. Cerita yang mengisahkan tentang betapa cintanya Sang Kakak kepada adiknya yang sudah bertahun-tahun ia tinggalkan untuk menempuh pendidikan dan meraih mimpi. Cerita yang mengisahkan tentang betapa malu dan jengkelnya Sang Adik kepada kakaknya karena kelakuannya yang menganggapnya sebagai anak kecil. Melihat Sang Kakak bersifat kelewat batas seperti itu, akankah Sang Adik bisa memiliki kekasih yang ia idamkan? A Love For My Little Brother

tahraanisa · Adolescente
Classificações insuficientes
155 Chs

Pentas Seni 2

"Tumben kamu ke sekolah hari Sabtu sepagi ini, Dek. Memangnya ada kegiatan apa?" tanya Lily saat ia sedang menyendok nasi.

Ricky melihat waktu di jam tangannya. Jam 8 masih dikatakan pagi untuk hari Sabtu dan Minggu, kalau hari-hari sekolah pastinya sudah dianggap siang. "Pensi, Ma."

"Oh, kamu datang ke pentas seni sekolah, ya. Tumben sekali. Biasanya kamu paling malas datang ke acara-acara begitu," komentarnya. "Memangnya di pensi sekolahmu itu ada Festival Jepangnya juga?" Lily tahu kalau anak bungsunya ini tidak pernah absen untuk menghadiri acara yang ada unsur budaya Jepangnya.

"Eeh... nggak tau sih. Ini aku datang karena terpaksa juga." Ricky menyendok sisa-sisa nasi yang ada di piring. "Kak Aurel di mana, Ma?"

"Dia sudah jalan dari jam 6 tadi bareng Papa."

Ricky hampir tersedak mendengarnya. "Serius?!"

"Iya. Kata Aurel, anak-anak latihnya mau tampil jam 9 nanti."

Ricky langsung mengangkat tangan kirinya, untuk mendapati jarum panjang di angka tiga. "Masih ada 45 menit lagi!" paniknya. Ricky segera meneguk air mineralnya. "Pak Udin di mana?"

"Dia ada di teras."

"Ok, aku pergi dulu, Ma!" Ricky langsung menyalimi mamanya itu sebelum bergegas ke teras.

***

"Wah, bagus juga rancangan baju lu, Ta," kagum Yoga sambil melihat pakaian santai yang ia kenakan itu.

Lita tersenyum malu sambil merapikan sedikit jaket rompi yang Yoga pakai itu. "Ini tema Summer Vacation. Penampilan pertama."

"Iya, gue tau kok."

"Eh Ga, ini pake dulu bedaknya." Caca datang dan menjulurkan tangannya.

"Gue gak pernah bedakan kali." Yoga bermaksud menolaknya.

"Model cowok tuh harus bedakan juga! Masa lu gak tau sih."

"Ya udah kalau gitu, pakein dong."

"Yee pake sendiri lah. Gue mau lanjutin make up gue. Oh iya bentar, kayaknya Kak Jane lagi nganggur tuh." Caca menghampiri Jane yang sedang duduk.

"Eh Ca, panggil Kak Aurel aja buat bedakin gue," seru Yoga. Mumpung lagi gak ada adeknya yang ribet, tambahnya dalam hati.

Namun Caca mengacuhkannya dan tetap memanggil Jane untuk membantu Yoga. Caca pun datang bersama Jane.

"Aurel sedang bantu yang lain. Aku juga bisa dandani orang kok, gak kalah dari Aurel," kata Jane dengan senyum meyakinkan.

"I-iya, gak apa-apa, kak." Yoga merasa tidak enak.

Waktu sudah menunjukkan pukul 8:45 saat Aurel dan Jane sedang mengadakan briefing untuk penampilan anak-anaknya nanti. Mereka sudah terlihat sangat siap, karena Aurel dan lainnya sudah bersiap-siap sejak pagi tadi.

Tidak lama kemudian, giliran penampilan mereka pun tiba.

Dari gerbang sekolah, Ricky bisa mendengar musik disko yang berasal dari panggung besar yang berdiri di tepi lapangan basket. Setelah Ricky membayar tiket masuk dan mendapat cap di punggung tangannya sebagai tanda, ia pun segera mendekati panggung yang sudah cukup ramai oleh pengunjung itu. Ia bernapas lega karena ia datang bertepatan dengan mulainya penampilan ekskul fashion dan model.

Panggung besar itu berbentuk T. Satu per satu model keluar dan berlenggak-lenggok berjalan di bagian depan panggung. Sorak sorai pengunjung seakan tak pernah surut ketika melihat model-model cantik dan tampan memamerkan pakaian lucu dan keren buatan enam siswa di bidang fashion itu. Tepuk tangan dan sorakan semakin riuh ketika Jo berjalan di atas panggung.

"Eh? Ternyata ada juga yang bisa buat baju seukuran Bang Jo," komentar Ricky. Ketika Jo memutar, ia bisa melihat sebuah label yang tak asing menempel di sisi kaos yang Jo kenakan itu. "Ooh, buatan Kak Aurel, pantas saja." Bisa dikatakan, kaos berkerah yang sedang dikenakan Jo itu adalah barang dagangan Aurel yang ada di butiknya. Tapi bagaimana bisa, orang seperti Jo yang menurut Ricky agak melambai itu bisa menjadi ketua OSIS? Membayangkan hal itu, Ricky merasa beruntung karena masuk di saat jabatan Jo sudah tak lama lagi. Dan lagi pula, ia juga tidak berniat untuk ikuti OSIS.

Ricky mengomentari satu per satu model yang tampil itu dalam hati, termasuk Yoga yang saat penampilannya itu membuat Ricky harus mati-matian menahan tawanya. Dandanan Yoga yang menurut Ricky terlalu putih dan membayangkan kepribadiannya yang sebenarnya itu menjadi penyebabnya. Kalau saja ia tidak pernah mengenal Yoga juga kepribadiannya itu, belum tentu ia akan tertawa, dan malah memberikan tepuk tangan padanya.

Setelah Summer Vacation selesai, giliran enam model yang bertemakan Rainy Day. Caca menjadi model pertama yang masuk. Ricky terpukau dengan penampilan Caca. Tubuhnya yang ramping dan tinggi, wajahnya yang tirus dan cantik dengan bubuhan rias yang pas, dan rambut ikalnya yang tergerai indah. Lenggak-lenggoknya juga bagus, seperti model yang cukup berpengalaman. Ia dapat melihat bakat alami Caca sebagai model.

Caca yang menyadari keberadaan Ricky, langsung tersenyum padanya. Ricky sempat tertegun dan menjadi sedikit salah tingkah. Tiba-tiba saja Ricky melihat kilatan cahaya putih sekilas. Ia pun menoleh ke kanannya. Ternyata ada seorang laki-laki yang sedang mengambil gambar para model itu. Ricky berpikir kalau laki-laki yang terlihat lebih tua darinya itu adalah seorang jurnalis yang mengabdikan acara ini dalam bentuk gambar dan tulisan.

Penampilan model dan fashion pun berakhir. Salah satu panitia perempuan dan laki-laki naik ke atas panggung. Mereka adalah MC acara.

"Wah! Gimana, nih, temen-temen penampilan Fashion Point tadi? Keren kan?" seru MC perempuan.

"Keren banget pastinya! Model-modelnya pada cantik, pada ganteng. Bajunya juga, behh bagus-bagus banget! Jadi pengen beli baju mereka," balas MC laki-laki.

"Yaa kalau abang yang make mah, gak cocok sama mukanya!"

"Cocok-cocokin aja lah, kak."

Tingkah kedua MC itu cukup mengundang tawa penonton.

"Mau tau, gak, siapa pelatih klub yang cukup banyak mendapat piala perlombaan fashion ini?"

"Mau!!"

"Ya udah pasti mau lah, kak. Gimana, sih?"

"Hahaha... baiklah kalau begitu, kita sambut, Kak Aurel dan Kak Jane!"

Aurel dan Jane pun naik ke atas panggung, diiringi dengan tepuk tangan yang meriah dan sorakan gembira dari penonton. Saat ini Aurel berpenampilan feminin dengan dress soft purple selutut, celana laging panjang putih, sepatu heels yang tidak terlalu tinggi, dan bandana ungu. Sedangkan Jane berkebalikan dengan Aurel, tampilan tomboi dan sangat keren. Celana jeans, kaos putih bergambar tengkorak hitam, dan rompi jeans tanpa lengan. Rambut cokelatnya yang cukup pendek mendukung penampilannya itu. Aurel dan Jane menjawab pertanyaan dari kedua MC.

Kali ini Ricky mendengar jepretan yang cepat dari arah jurnalis itu. Ia mulai curiga padanya, karena saat Aurel dan Jane berada di atas panggung, jurnalis itu mengambil gambar berkali-kali tanpa flash dengan senyuman misterius. Setelah mereka selesai berbincang-bincang sedikit dan turun dari panggung, jurnalis itu pun berhenti mengambil gambar dan pergi dari tempat.

Untuk jaga-jaga, Ricky pun langsung ke belakang panggung untuk menemui Aurel, dan memastikan kalau kakaknya itu baik-baik saja.