webnovel

CINTA TAK BERSYARAT

"Karena aku mencintaimu, Elena. Aku jatuh cinta kepadamu sejak 4 tahun yang lalu. Aku sudah memendam perasaan itu sekian lama. Tapi, saat itu kau masih berusia 16 tahun. Jadi, aku pikir kau masih terlalu kecil dan aku juga masih kuliah. Tapi, sekarang kau sudah jauh lebih dewasa. Aku juga sudah bekerja. Rasanya usia kita sudah cukup jika kita memutuskan untuk membawa hubungan ini menjadi lebih serius. Apa kau mau?"

Napas Elena mendadak terasa sesak namun ia berusaha untuk menyembunyikannya.

"Kenapa aku, bukan Calista? Mungkin kau salah, bukan aku yang kau cintai, tapi Calista."

"Aku mengenal kalian dari kecil, jadi aku tidak mungkin salah. Aku tau kau memiliki lesung pipi, Calista tidak. Lagi pula, sejak kalian berusia 11 tahun kalian sudah tinggal terpisah, dan aku lebih sering bertemu denganmu, kan? Aku tidak mungkin salah. Memang kau yang aku cintai, Elena. Kau mau menjadi kekasihku? Ah, tidak aku bukan sedang mencari kekasih, tapi aku mencari calon istri. Jika kau sudah menyelesaikan kuliahmu nanti, aku akan menikahimu."

Pecah sudah tangisan Elena. Bagaimana mungkin ia mengiyakan jika saat ini dirinya sudah tidak lagi sempurna sebagai seorang wanita. Sungguh ia menyesali kejadian malam itu. Kenapa pula ia harus pergi ke tempat hiburan dan bertemu dengan bajingan Mike.

"Elena, aku mohon kau menerima cintaku. Aku tidak main-main dengan apa yang aku ucapkan saat ini."

"Biarkan aku berpikir lebih dahulu, Mas."

"Aku pernah melihat tatapan matamu padaku menatap penuh cinta, El. Hanya saja, kau mungkin malu untuk mengakuinya. Katakan jika aku salah," ujar Dody.

Elena diam, dia tidak mungkin mengelak bahwa selama ini dia memang mencintai Doddy. Ya, dia sudah lama menaruh hati pada Dody. Hanya saja, dia merasa malu untuk mengungkapkan, ditambah lagi Doddy sendiri tidak pernah memperlihatkan perasaannya. Mengapa harus sekarang, mengapa tidak sejak dulu saja? Saat ini semua sudah berbeda bagi Elena.

Dody melihat keresahan di mata Elena. Perlahan ia mengelus rambut Elena sekilas.

"Aku mencintaimu apa adanya dirimu, El. Dengan segala kurang dan lebihmu."

"Kau tidak tau apa-apa, Mas. Izinkan aku memikirkan semuanya sampai aku siap untuk menceritakan kepadamu." Dody tersenyum, ia tau Elena adalah gadis yang baik.

Begitu tiba di rumah, Elena bergegas turun dan langsung menghampiri Zalina. Ia menggelendot manja pada Maminya itu, membuat Zalina mengejutkan dahinya.

"Dua bulan lagi, usiamu 22 tahun, Kak. Dan, kau masih bersikap seperti Arlina begini," kekeh Zalina.

"Aku sayang Mami," ujar Elena manja.

Melihat kedua orangtua dan kakak-kakaknya pulang, Arlina langsung berlari menyambut dan langsung ikut bermanja pada Zalina.

"Nggak ada yang mau sayang Papi, ini? Kenapa semua nempel sama Mami?" protes Arjuna.

"Papi sama aku aja deh, Pi. Kaki aku sakit ini," kata Dominic yang disambut tawa renyah Arjuna. Ia pun segera membantu Dominic untuk duduk di kursi roda dan mendorongnya masuk ke dalam rumah, sementara Dody mengikuti dari belakang.

"Waduh, Mas Dom. Alhamdulillah sudah keluar dari rumah sakit. Ibu tadi sudah masak sebelum pergi jemput. Ayo, Mbak sudah siapkan meja, ayo semua makan dulu," sambut Sutinah.

"Ada rendang, Mbak?" tanya Dominic.

"Lengkap, gulai daun singkong, rendang, balado, pepes ikan, sambal ijo, ada salad buah juga. Semua Ibu yang masak, mbak cuma bantu aja, ayo makan."

Dominic berbinar-binar mendengar semua makanan favoritnya disebutkan.

"Mbak Sutinah sama Laela ayo makan sama-sama di sini," kata Zalina.

"Nggak ah, Bu. Kami di belakang aja," tolak Sutinah sungkan.

"Nggak apa-apa, Mbak ayo sini makan sama-sama," kata Arjuna.

Calista pun langsung menggandeng tangan Laela dan menyuruhnya duduk.

"Udah, makan sini aja. Ayo sini, Mbak, kalau nggak mau nanti aku minta Mami potong gaji," goda Calista.

Sutinah pun akhirnya mau makan bersama-sama. Inilah yang membuat Dominic selalu merasakan kehangatan jika berada dekat Arjuna dan Zalina. Kehangatan sebuah keluarga yang benar-benar saling menyayangi dan mencintai. Tidak ada yang namanya majikan dan bawahan. Arjuna dan Zalina selalu menganggap pekerja sebagai keluarga.

"Tante, sering-sering undang makan kayak gini, aku nggak nolak loh," kekeh Dody. Dominic yang duduk di sampingnya langsung menjitak dahi Dody, "Mamiku bisa bangkrut, jatah makanmu banyak mas bro," jawab Dominic.

"Ya udah, lamar aja kak Elena. Biar tiap hari ada yang masakin kaya begini. Mami sering loh,ajarin masak," celetuk Calista membuat wajah Elena merona merah.

"Tadi sudah aku tembak, tapi dia bilang pikir dulu, Cal. Galau hati babang ini."

"Babang apa kang mas?" goda Calista lagi membuat Elena menyikutnya.

Arjuna dan Zalina hanya tersenyum mendengar celotehan anak-anak mereka itu.

"Mami, lamar itu apa, sih?" tanya Arlina tiba-tiba.

"Lamar itu artinya Mas Dody mau bawa kak Elena pergi. Nanti, kak Elena jadi pengantin kaya foto Papi sama Mami itu, Ar," jawab Krisna.

"Loh, tau dari mana kalau artinya itu, Mas Krisna?" tanya Zalina.

"Ya kalau jadi istri itu kan jadi kaya Papi sama Mami. Suami Istri. Kalau mau jadi suami istri harus jadi pengantin dulu. Mami sama Papi kan bilang kalau foto yang di ruang tamu itu foto Papi sama Mami waktu jadi pengantin," jawab Krisna dengan polos.

"Tapi, kok Arlina sama Mas Krisna nggak di ajak sih waktu Papi dan Mami jadi pengantin?" tanya Arlina dengan polosnya membuat semua yang berada di meja makan tertawa terbahak-bahak.

"Waktu Papi sama Mami jadi pengantin, Mas Krisna dan dede Arlina belum lahir," kata Arjuna.

"Ya udah, Papi sama Mami jadi pengantin lagi, biar nanti Arlina bisa makan kue yang besar kayak di foto gitu," kata Arlina.

"Nanti aja dek, kita minta Mas Dody sama Kak Elena yang jadi pengantin, biar dede Ar bisa makan kue yang besar," jawab Calista.

"Iya kak, setuju," jawab Arlina dengan mulut penuh. Elena hanya menanggapi perkataan Calista dengan tersipu meski dalam hati ia merasa gelisah.

Selesai makan, Arlina dan Krisna langsung naik ke lantai dua untuk bermain bersama Laela sementara Sutinah membereskan meja dan mencuci piring. Arjuna yang memutuskan untuk tidak ke kantor hari itu baru saja hendak mengajak Zalina naik ke kamar mereka. Namun, Dody dengan tiba-tiba mengatakan sesuatu yang membuat Arjuna dan Zalina mengurungkan niatnya.

"Saya ingin melamar Elena, Om, Tante. Saya tau mungkin ini terlalu cepat. Tapi, saya sudah menabung untuk biaya pernikahan yang sederhana. Saya mungkin belum bisa memberikan Elena kemewahan, tapi saya janji akan membuat Elena bahagia. Saya janji tidak akan membuat Elena menangis."

"Lu jangan main-main, bro. Gue diem bukan berarti gue biarin lu macem-macem sama adik gue," sahut Dominic.

"Demi Allah, Dom. Saat ini gue bener serius mau lamar Elena. Tadi, saya sudah menyatakan perasaan saya. Tapi, Elena bilang akan memikirkan dulu. Itulah sebabnya saya merasa lebih baik langsung mengatakan hal ini pada Om dan Tante."

Arjuna dan Zalina saling pandang.

"Tapi, nak Dody pernikahan itu bukan sesuatu yang main-main," kata Zalina.

"Saya tahu, Tante. Dan, saya nggak main-main."

"Kau tidak mengerti, Mas. Kau mungkin bisa berkata begini karena kau belum tau apa yang terjadi padaku," kata Elena.

"Aku tau, aku sudah tau kalau seseorang sudah menodaimu, El. Dan itu tidak akan mengubah perasaan cintaku kepadamu."