Adamma baru saja keluar setelah mengintrogasi Siti, sekarang giliran Adamma yang di introgasi oleh Rio, Rangga, dan Angga. Mereka penasaran dengan yang di bicarakan Siti kepada Adamma.
"Bagaimana apa dia mengaku padamu?" tanya Rio penasaran kepada Adamma yang baru saja keluar.
"Iya aku juga penasaran," ucap Angga melihat Adamma.
"Lebih baik kita bicara di ruangan," jawab Adamma berjalan melewati merek semua.
Mereka ikut di belakang Adamma untuk kembali ke ruangannya.
Di luar kantor polisi Pak Saleh sedang merokok bersama Arya, dia menanyakan kebenaran tentang ucapan Siti barusan. Arya melihat wajah Pak Saleh yang sedang gelisah, lalu dia memberanikan diri untuk bertanya.
"Ada apa Pak memanggilku kemari?" tanya Arya membuang puntung rokoknya.
"Sebenarnya ada yang ingin aku sampaikan, tapi aku juga masih tidak percaya dengan perkataannya," jawab Pak Saleh menghisap rokoknya.
"Kata Siti! Memang dia bicara apa?" tanya Arya ingin tahu melihat serius Pak Saleh.
"Dia mengatakan Adamma monster," jawab Pak Saleh memberitahu Arya.
"Monster!" Arya tersenyum sambil melirik ke Pak Saleh.
"Kenapa kamu tertawa, apa ada yang lucu," Pak Saleh mulai kesal.
"Ya tumben saja komandan bisa percaya dengan omongan penjahat," jawab Arya dengan santai, dia tidak ingin Pak Saleh tahu tentang Adamma yang sebenarnya.
"Iya juga ya, kenapa aku harus percaya dengan perkataannya," ucap Pak Saleh membuang puntung rokoknya.
"Ya sudah lebih baik kita sekarang kembali ke ruangan," ajak Arya berjalan mendahului Pak Saleh.
Dengan menggaruk kepalanya yang tidak gatal, Pak Saleh mengikuti Arya untuk pergi ke ruangannya.
Di rumah sakit Risa sedang bersama pasiennya, yang mengalami gangguan compulsive buying disorder. Pasien ini merasa putus asa, dan ingin mengakhiri hidupnya.
"Namira apa kamu masih sering berbelanja, setelah terakhir datang untuk konsultasi?" tanya Risa kepada pasien muda berumur 25 tahun itu.
"Saya sudah mencoba menahannya, tapi ketika saya di rendahkan orang lain dan merasa kesepian, itu akan memunculkan niat saya untuk berbelanja. Sehingga uang gaji saya, semua habis untuk membeli barang yang tidak saya butuhkan," jelas Namira kepada Risa."Saya ingin sembuh Dok! Jika seperti ini terus, apa yang harus saya lakukan. Bukankah lebih baik saya mati," lirih Namira merasa sedih dengan dirinya sendiri.
"Kalau kamu ingin sembuh, itu hanya bisa di dapatkan dari rasa percaya diri kamu. Kamu harus belajar mencintai diri kamu sendiri, jika ada seseorang yang merendahkan kamu, kamu harus bilang dalam hati. "Aku tidak seperti yang mereka katakan" katakan itu setiap kamu merasa diri kamu di rendahkan orang lain," jawab Risa merasa kasihan terhadap Namira yang masih sangat muda.
"Aku sudah mengatakan kepada diriku sendiri, tapi tidak berhasil kulakukan, yang ada aku tambah cemas dan panik Dok," ucap Namira dengan memukul dadanya yang merasakan sakit dan ingin sembuh dari masalah mentalnya.
"Itu karena kamu tidak percaya diri, jika kamu mempercayai dirimu, maka kamu tidak akan pernah mempercayai orang yang merendahkan dirimu. Tingkatkan lagi rasa percaya dirimu, sering-sering menonton atau mendengarkan musik klasik itu akan membuatmu lebih releks," Risa menulis resep obat untuk Namira.
"Apa Dokter yakin saya bisa sembuh?" tanya Namira melihat wajah Risa.
Risa tersenyum dan melihat Namira. "Tidak ada penyakit yang tidak bisa di atasi, jika kamu ingin sembuh yang harus kamu lakukan adalah percaya diri. Percayalah pada dirimu sendiri," jawab Risa memberikan secarik resep obat penenang untuk Namira.
"Baiklah kalau begitu, terima kasih Dok atas konsultasinya. Semoga dengan rutin berkonsultasi, saya bisa menyembuhkan penyakit saya," ucap Namira beranjak dari duduknya.
"Saya suka semangat kamu, terus dan terus gali potensi yang ada di diri kamu ya," pesan Risa kepada Namira sebelum dia pergi.
Namira tersenyum menganggukan kepalanya. "Baik Dok kalau begitu, saya permisi dulu," ucap Namira berbalik lalu pergi dari dalam ruangan Risa.
Setelah selesai Risa kembali melihat jadwal pekerjaannya hari ini, dan kembali untuk mempelajari dokumen pasien lainnya.
Di ruangan tim kekerasan dan pembunuhan, semua sedang rapat mengenai penyidikan yang di lakukan terhadap Siti. Adamma yang merekam semua pengakuan Siti melalui ponselnya, membuat orang kagum dan terus memuji sikap teliti Adamma.
"Wah keren kamu! Aku pikir kamu tidak akan merekam semua pengakuannya," puji Rio melihat Adamma dengan penuh kekaguman.
"Aku pikir semua wanita itu menyusahkan, tapi setelah bertemu dengan Adamma rasanya aku bisa bekerja sama dengan wanita," puji Rangga mengacungkan jempol tangannya.
"Husttt!! Sudah…Sudah. Jangan terlalu memujinya, nanti dia akan besar kepala," tegur Arya melirik Adamma.
Selesai mendengarkan hasil rekaman, lalu Pak saleh membagi tugas kepada anak buahnya untuk besok pagi berpencar mencari orang yang di sebutkan Siti.
"Perhatikan tugas untuk besok pagi Rangga, Rio kalian ke lokasi tempat Siti di hadang para rentenir itu, untuk menemukan rekaman CCTV disana," perintah Pak Saleh melihat mereka. "Sedangkan Arya, Adamma kalian ke kantor rentenir itu," perintah Pak Saleh melihat mereka. "Angga kamu kerjakan laporan bersama saya, untuk besok di serahkan kepada Jaksa Ilyas," perintah Pak Saleh melihat semua anak buahnya.
"SIAP KOMANDAN!!!" jawab semua membubarkan posisi.
Di luar gedung Adamma berdiri sendiri, sambil melihat langit yang hampir gelap. Menghela nafas beratnya, untuk membuat dirinya relaks. Seketika ponselnya berdering, panggilan dari Risa.
"Halo Tante," sapa Adamma tersenyum senang mendapat panggilan dari Risa.
"Hai sayang, bagaimana kabarmu?" tanya Risa yang baru memasuki mobilnya.
"Aku baik, hari ini Tante ada di apartemen?" tanya Adamma kepada Risa.
"Ini Tante baru saja selesai tugas, dan akan kembali pulang,"jawab Risa meletakkan tasnya di kursi penumpang. "Ada apa sayang?" tanya Risa ingin tahu.
"Ya sudah aku akan mampir ke tempat Tante malam ini. Apa Tante punya waktu luang?" tanya Adamma takut mengganggu Risa.
"Ada untukmu, Tante akan meluangkan waktu. Ya sudah kalau begitu kita bertemu di rumah ya," jawab Risa tersenyum.
"Baik Tante, aku matikan dulu ya. Tante hati-hati," ucap Adamma dengan mematikan panggilannya.
Baru saja akan berangkat menuju mobilnya, Arya menghentikan langkah Adamma.
"Adamma tunggu," panggil Arya menghentikan langkah Adamma.
"Ada apa?" tanya Adamma berbalik dan melihat Arya berjalan ke arahnya.
"Kamu sibuk tidak hari ini?" tanya Arya melihat Adamma.
"Aku harus bertemu dengan Tanteku," jawab Adamma kepada Arya. "Ada apa, kamu belum menjawabku?" tanya lagi Adamma penasaran.
"Tidak… Aku hanya ingin berdiskusi sesuatu denganmu, tapi tidak masalah jika kita melakukannya besok pagi," jelas Arya kepada Adamma.
"Apa itu penting sekali?" tanya Adamma untuk memastikan sambil melihat Arya yang ada di sampingnya.
"Tidak terlalu sih," jawab Arya tersenyum sambil menggaruk kepalanya. "Ya sudah pergilah, hati-hati di jalan," ucap Arya kepada Adamma.
"Oh… iya. Besok pagi kamu atau aku yang akan membawa mobil?" tanya Adamma kepada Arya.
"Aku akan menjemputmu di rumah besok pagi," jawab Arya kepada Adamma.
"Baiklah, aku pergi," pamit Adamma pergi meninggalkan Arya.