webnovel

Di saat yang lain berbondong-bondong untuk mencapai keabadian, disini aku sibuk memupuk kemanusiaan

Beberapa hari berikutnya.

Hari ini masih hari damai seperti biasanya, penghuni rumah di Kuil Chaos tidak terpengaruh oleh riuhnya Perang Suci dari dunia luar.

Sera juga kembali ke dirinya yang biasa, mengurung diri di kamar dan melakukan aktivitasnya sendiri, tidak ada yang tahu apa yang ia lakukan.

Saat ini, dia dan Asheel berada di ruangan yang sama, tapi memiliki kegiatannya masing-masing.

"Hai, Asheel. Kau tidak menemui Chaos di dunia ini?" Sera bertanya dengan malas sambil membaca majalah di meja makan.

"Apakah kamu tahu alasan kenapa aku memilih gunung ini sebagai tempat tinggal kita?" Asheel balik bertanya dari kejauhan.

Dia saat ini sedang mengenakan apron hijau, melipat lengan bajunya, dan mengenakan topi chef. Karena tidak ada yang mau memasak di rumah ini, dialah yang melakukannya.

"Oh, apa itu?" Sera tidak repot-repot berpikir dan langsung bertanya.

"Chaos meninggalkan jejaknya di tempat ini terakhir kali," kata Asheel sambil mengaduk panci.

"Lalu, kenapa kamu tidak menemuinya?" tanya Sera bingung.

"Dia sedang hibernasi, kurasa. Aku tidak terburu-buru, toh, masih ada hari lain."

"Jika kamu berkata seperti itu," Sera membalik halaman majalahnya. "Tapi aku tidak menyangka jika Chaos pernah berkeliaran di pegunungan ini."

"Aku melacaknya sebelumnya, sekarang dia berada di Alam yang terisolasi."

"Semacam Alam Mystic?" Sera menjatuhkan tatapannya ke Asheel.

"Ya, sebuah Alam terpisah, semacam itu." Sementara mulut Asheel mengobrol dengan Sera, tangannya terus bergerak cepat dengan membolak-balik masakan di api.

Dia melanjutkan, "Di Alam itu juga terdapat banyak penguninya, semuanya dari ras lain."

"Aku jadi penasaran," Sera menopang kepalanya dengan telapak tangan, sementara tangan lain memegang buku untuk dia baca.

"Yah, tidak ada yang spesial. Penghuni alam itu merupakan keturunan dari klan burung atau semacamnya."

"Dan Chaos berada di Alam itu?"

"Ya, walaupun hanya kehendak sisa, dia memiliki cara untuk menyembunyikan dirinya."

Asheel sendiri telah mengetahui jika manifestasi Chaos dari kekuatan sisanya menjelma menjadi....

.... seekor babi.

"...."

Ya, babi hijau raksasa yang diselimuti lumut.

Asheel merasa aneh untuk memberitahukannya kepada Sera, jadi dia diam saja tentang hal itu. Bahkan jika babi itu terlihat lucu.

Setelah itu suasana menjadi hening sejenak sebelum Asheel bertanya:

"Beberapa hari ini akulah yang memasak untuk kalian semua. Kamu seorang wanita disini, selanjutnya giliranmu memasak, ya ?!"

"Asheel...." Sera meletakkan majalahnya sebelum menatapnya dengan serius, "Kamu jadilah ayah rumah tangga, biar aku yang mencari nafkah."

"....." Asheel terdiam saat dia terus memasak. Sementara tangannya sibuk, dia butuh beberapa saat untuk mengatakannya, "Sebenarnya aku rindu masakanmu."

Sera yang mendengar itu terdiam sejenak sebelum menghela nafas, "Seharusnya kamu mengatakannya sebelumnya, dan aku akan memasak untukmu."

"Kalau begitu kamu yang memasak selanjutnya."

"Walaupun masakanmu lebih enak dariku?"

"Aku tidak peduli tentang itu," kata Asheel tanpa ragu-ragu.

"Aku baru menyadarinya sekarang..." Sera tidak meneruskan perkataannya saat dia membuka majalah lagi, lalu dia melanjutkan: "Setelah berbaur lama dengan para fana, kita benar-benar terpengaruh oleh cara hidup mereka. Lagian, sejak kapan kita butuh makan ?!"

Asheel mengangkat alisnya atas pernyataannya, "Itu akal sehat kemanusiaan."

Sera tersadar, "Benar juga, kamu memupuk kemanusiaan agar tidak gila."

Asheel menghela nafas, "Sudah berapa lama aku berusaha untuk mencoba menjadi manusia padahal jiwaku berasal dari jiwa manusia?"

"Sejak kamu memupuk kemanusiaan," kata Sera acuh tak acuh saat matanya tertuju pada halaman di majalah.

"Kemanusiaan, ya...." Asheel mendesah.

"Di saat yang lain berbondong-bondong untuk mencapai keabadian, disini aku sibuk memupuk kemanusiaan," kata Asheel dengan bangga dan sedikit berpose.

"..."

Sera mengabaikan kebanggaannya dan terus membalik halaman.

Beberapa tokoh yang sangat mengenali dunia dan manusia mengatakan jika kemanusiaan telah dikutuk. Tapi disinilah dia, Asheel Doom, menginginkan kemanusiaan hidup di dalam dirinya.

"Asheel, kamu sangat keren!" Merlin yang baru saja memasuki ruangan, secara tidak sengaja melihat pernyataan kerennya.

Ophis juga bersamanya saat dia terus mengikuti dari belakang.

Mereka berdua langsung duduk di hadapan Sera yang sedang membaca majalah.

"Oh, kalian berdua bersenang-senang?" Sera menyapa setelah memperhatikan mereka.

"Ya!" Merlin berseru gembira. "Tapi aku tidak menyangka jika sihir spesialku mempunyai kesamaan dengan kekuatan khusus milik Ophis-chan."

Ophis yang namanya disebutkan tetap memasang wajah tanpa ekspresi.

"Yah, kalian berdua memiliki dasar kekuatan yang sama. Kalau tidak salah, kemampuan istimewamu adalah Infinity, kan?" tanya Sera sambil menatap Merlin.

"Ya!" Merlin mengangguk.

"Di sisi lain, Ophis-chan adalah Makhluk Trascend yang terlahir alami. Keberadaannya yang sekarang mampu mewakili ketidakterbatasan di dunia ini." Sera melanjutkan sambil menatap Ophis.

Ophis mengangguk, "Um, aku bisa memengaruhi ketidakterbatasan di dunia ini."

"Dengan itu, kalian bisa menjadi pasangan yang sempurna. Masing-masing dari kalian memiliki banyak kesamaan dalam kekuatan khusus kalian." Sera menyimpulkan.

Mendengar itu, Merlin menjadi gembira saat dia menarik tangan Ophis ke atas. "Kalau begitu, Ophis-chan. Ayo kita bersama-sama belajar sihir mulai dari sekarang!"

"Um," Ophis tidak menolaknya.

Pada dasarnya, kekuatan Ophis hanya bisa mengendalikan ketidakterbatasan di dimensi asalnya. Sejak dia melangkah ke Alam para Dewa yang mengatur Abyss, dimana aturan kekuatan mereka lebih kuat ribuan kali lipat bahkan lebih, dia mengalami semacam evolusi serta pencerahan yang membuatnya bisa mengendalikan ketidakterbatasan di manapun dia berada.

Yah, itu semacam terobosan.

Hal itu juga terjadi karena sistem penamaan Asheel sebelumnya.

Asheel bisa menggunakan sistem penamaan kepada seekor monster berdasarkan salah satu dimensi yang pernah dia kunjungi. Itu adalah dimensi dimana Diablo berasal, sekaligus tempat dimana sahabatnya dan saudaranya berada, yaitu Rimuru.

Berbicara tentang Rimuru, Asheel menjadi merindukan slime tomboy itu.

Yah, dia bisa menemuinya kapan saja setelah menyelesaikan masalahnya saat ini.

Tubuh fananya bahkan hancur, dia bisa eksis di dunia ini karena pada dasarnya dimensi ini tercipta dari kekuatannya. Jika dia melangkah ke dimensi lain, dapat dipastikan dimensi itu akan hancur dalam beberapa detik.

Pada dasarnya, dirinya saat ini mengandung terlalu banyak kekacauan. Kekuatan yang bahkan dia sulit untuk menanganinya.

Mengeluh tentang itu tidak ada gunanya, dia hanya bisa mengakui jika dirinya adalah wujud dari Kekacauan itu sendiri.

Berhenti memikirkan nasibnya sendiri, dia membawa makanan di piring sebelum memawanya ke meja.

"Untuk saat ini mari kita nikmati sarapan!"

...

Ratusan mil jauhnya dari Gunung Konton.

"Hei, apakah kamu benar-benar menuntun kita ke tempat yang benar?!" Seorang pria jangkung berkulit abu-abu bertanya.

"Aku memang sudah memastikannya jika tempat ini sebelumnya adalah pintu masuk Kuil Langit, tepatnya pada mata air diantara pegunungan disana." Singa humanoid dengan tubuh berotot menjawab, matanya mengandung ketidakberdayaan. "Tapi ini...."

"Dasar binatang tidak berguna, kamu tidak memastikannya dengan benar, ya !?" Satu-satunya wanita di kelompok itu meludah.

"Kekeke, seharusnya aku juga ingat jika pintu masuknya benar-benar disini." Monster humaoid berkulit hijau dengan perawakan aneh itu menambahkan.

"Sepertinya kita hanya bisa mencari pintu masuk lain," kata monster besi berkepala tabung. "Atau haruskah kita mencari lagi di sekitar sini?"

"Tapi, dimana pegunungannya ???"

Singa humanoid yang bertanggung jawab untuk membimbing kelompok itu menggaruk bulu tubuhnya, dia juga bingung karena sebelumnya dia pergi ke tempat ini, daerah sekitarnya adalah padang rumput kemudian pegunungan.

Sekarang pegunungan itu telah lenyap dari pandangan mereka, menyisakan padang rumput sejauh mata memandang.

"Binatang sialan, aku akan mencambukmu nanti. Bersiaplah!" Wanita yang memegang cambuk itu mengumpat.

"Ya, kita membawa pasukan Iblis dari Zeldris-sama dan akan menyerang Kuil Langit. Bahkan sampai membawa seekor Indura secara diam-diam untuk dibiarkan mengamuk, tapi aku tidak menyangka akan menemui kesalahan seperti ini." Monster humanoid dengan kulit putih dengan separuh tubuhnya berwarna merah berkata.

Semua orang disana menjatuhkan pandangannya ke singa humanoid, sementara yang terakhir tidak berdaya dan tidak tahu harus berbuat apa.

"Tunggu," pria jangkung berkulit abu-abu yang merupakan pemimpin mereka tiba-tiba berkata, "Aku merasa ada keanehan pada pandanganku."

Tatapannya menatap ke padang rumput itu, dia tiba-tiba menyeringai.

"Para rendahan Celestial itu, berani-beraninya mereka menyambut kita semua dengan ilusi. Kita berdiri seperti orang bodoh disini, apakah mereka berpikir jika aku, Bellion yang agung ini orang yang mudah dibodohi?"

"Ha ha ha, jangan berbalik dan teruskan rencana sebelumnya. Kita akan menerobos Kuil Langit dan menghancurkannya!"

Wajahnya membentuk senyuman gila.

...

Sementara itu, Asheel yang sedang mengunyah ikan tiba-tiba mengerutkan kening. Dia lalu menoleh ke arah tertentu.

"Ada apa?" Sera yang ceroboh bertanya tanpa sadar.

"Tidak apa-apa, hanya beberapa serangga." Asheel melanjutkan makannya.

Setelah beberapa saat, dia menoleh ke Merlin.

"Merlin, keluarlah dan lihat sendiri jika kamu ingin menyaksikan kekuatan Binatang Ilahi."

Próximo capítulo