webnovel

Bicaralah dengan pengacaraku

Fira, yang bersandar di dinding, akhirnya menegakkan tubuh, melangkah ke ruang tamu, dan bertepuk tangan "Lagu Chopin di G minor yang bagus, hanya sedikit lebih buruk dari saat Yudha berusia empat tahun."

Kedatangannya memecah kehangatan keluarga beranggotakan empat orang itu. Perasaan bersalah tampak melintas sekilas di mata Rudi. Baru saja dia mengatakan bahwa kedua putra kembarnya itu adalah noda terbesar dalam hidupnya. Apa gadis itu mendengarnya?

Aska bereaksi lebih dulu dan melompat bangun dari bangku piano dengan wajah kesal. "Jangan bandingkan aku dengan anak aneh yang bahkan tidak bisa bicara!"

Tantri dan Lulu mengamati reaksi Rudi dengan tenang. Rudi jelas tidak keberatan dengan komentar putranya itu dan tidak menegurnya.

Fira mencibir, "Kalau aku boleh memilih, lebih baik menjadi jenius yang cacat mental daripada biasa-biasa saja sepertimu. Bagaimanapun juga, gangguan mental masih bisa disembuhkan tapi kamu takkan bisa sembuh dari kondisimu yang biasa-biasa saja."

Tantri akhirnya angkat bicara dan berkata, "Aska masih muda, kenapa kamu menanggapi perkataannya dengan serius?"

Fira mencibir, "Anak yang bodoh harus diajari oleh orang dewasa agar menjadi lebih baik. Kalau orang dewasanya yang bodoh, apa itu artinya merekalah yang cacat mental?"

Tantri hanya bisa diam di tempat duduknya dan menggertakkan gigi karena marah.

"Kamu hanya membuat kekacauan setelah datang kemari. Apa yang kamu lakukan disini?" akhirnya Rudi angkat bicara, tapi dia melakukannya hanya untuk melindungi istri dan putranya.

Mereka berempat berada di satu sisi sementara Fira berdiri sendirian di sisi yang lain. Dia tersenyum tapi sorot matanya tampak dingin.

Fira mengeluarkan secarik kertas dari saku celana jinsnya dan perlahan membuka lipatannya. "Aku datang ke sini hari ini untuk menagih hutangmu. Kamu telah menceraikan ibuku dan mengusirnya. Selama 11 tahun, untuk tiga anak di bawah umur, kamu belum pernah membayar tunjangan sepeser pun. Di mata hukum, itu adalah perbuatan yang ilegal. Aku telah menghitung semua tagihannya. Kamu harus membayar kami sekitar dua milyar rupiah. Kamu bisa melihat tagihan yang kubawa ini,"

Setelah dilahirkan kembali, ada banyak hal yang harus dilakukan olehnya, jadi dia membutuhkan uangnya.

Kalau dia sampai tidak bisa mendapatkan uang dari bajingan itu, maka dia bukanlah putrinya.

Tantri berteriak padanya "Fira, kamu benar-benar tidak tahu malu. Kamu tidak tahu apa-apa tapi masih berani buka mulut. Darimana ayahmu bisa memperoleh uang sebanyak itu?"

Senyuman di wajah Fira benar-benar hilang. "Mantan suamimu adalah orang yang tak berguna, dan bukan urusanku kalau dia tidak ingin membayar tunjangan. Tapi ayahku berbeda. Ayahku punya uang. Lagipula, aku hanya mengambil apa yang menjadi hakku. Apa hakmu untuk ikut campur? Istrinya? Memangnya kamu punya hubungan apa denganku?"

Rudi tampak marah "Tak peduli seberapa besar atau kecil jumlahnya, kamu bersikap sangat kasar kepada orang yang lebih tua. Itukah yang diajarkan ibumu?"

Fira hanya mengangkat bahunya "Ibuku adalah wanita yang lembut dan berbudi luhur. Tapi aku tumbuh di lingkungan yang keras. Selain itu, aku tidak peduli dengan jumlah yang besar atau kecil. Aku hanya bersikap terus terang. Aku masih berusia sembilan belas tahun dan masih muda. Aku tidak tahu bagaimana harus menghadapi orang-orang tua. Bersabarlah menghadapiku."

Wajah Tantri berubah menjadi merah karena marah.

Rudi tampak sedikit frustasi dan berkata "Biar aku menanyakan satu hal, kamu punya kesempatan selama ini tapi memilih untuk tidak melakukan apa-apa. Kalau kamu menginginkan uang, kamu selalu bisa menghubungiku kan? Kenapa selama ini kamu tidak menghubungiku?"

"Kamu membuat kesalahan tentang itu. Bukannya aku tidak menghubungimu, tapi kamulah yang meninggalkan kami. Walaupun aku ingin menghubungimu, apa kamu pernah memberiku kesempatan untuk itu? Tuan Setiawan?"

Rudi melemparkan kertas tagihan itu "Dua milyar rupiah? Jangan pernah memikirkannya,"

Fira mengeluarkan sebuah kartu nama dari saku lainnya "Kalau Tuan Setiawan merasa keberatan, kamu bisa bernegosiasi dengan pengacaraku. Aku sama sekali tidak keberatan untuk mengajukan tuntutan hukum dan pergi ke pengadilan."

Dia meletakkan kartu nama itu di atas piano, lalu berbalik dan pergi tanpa menoleh lagi.

***

Sebuah raungan keras terdengar dari belakangnya "Ini tidak masuk akal."

Lalu terdengar suara lembut Tantri "Rudi, jangan marah, jangan marah."

Fira tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Matahari di luar terasa hangat. Taman keluarga Setiawan sangatlah indah. Ada koridor panjang yang dipenuhi bunga wisteria. Dulu dia suka bermain di sini, tapi sekarang dia bukan lagi penghuni disini. Setiap kali datang kemari, dia selalu mampir kemari. Lalu, dia semakin jarang datang kemari.

Kali ini, mungkin ini yang terakhir kali.

Terdengar langkah kaki di belakangnya, dan ketika dia menoleh, Lulu mengejarnya dan menghentikannya, terengah-engah.

"Tunggu."

Fira melipat lengannya di dada dan memandang 'Nona muda Setiawan' itu dengan tenang.

"Ada perlu denganku?"

Lulu menyerahkan seikat uang kertas "Fira, aku punya lima juta rupiah, ambillah."

Fira sama sekali tidak mengulurkan tangan untuk mengambilnya, melainkan hanya mengangkat alisnya "Apa maksudmu?"

"Seharusnya kamu tidak berbicara dengan Paman Rudi seperti itu. Bagaimanapun juga, dia adalah ayahmu, dan sekarang kamu telah tumbuh dewasa. Bahkan sebenarnya, kamu bisa menghasilkan uang dengan tanganmu sendiri. Ini adalah lima juta rupiah untukmu. Kamu bisa menggunakan ini dulu. Bagaimanapun juga, kamu sudah lulus SMA jadi kamu bisa mulai mencari pekerjaan. Aku yakin kamu adalah orang yang mandiri dan tidak suka bergantung pada orang lain."

Fira merasa ingin tertawa setelah mendengarnya mengatakan itu.

Di kehidupannya sebelum ini, dia mempercayai kata-kata yang dilontarkan oleh Lulu. Tapi Fira merasa dia harus menunjukkan bahwa dia punya harga diri. Kalau bajingan itu tidak memberinya uang, maka dia tidak menginginkan uang orang lain. Di kehidupannya yang lalu, dia melepaskan kesempatan untuk kuliah dan memilih pergi ke bar untuk bernyanyi. Dia benar-benar bodoh saat itu. Sekarang, semuanya akan berubah.

Dalam kehidupan ini, perkataan Nona Lulu itu masih sangat konsisten.

Dia tersenyum "Lima juta rupiah ini? Dari mana asalnya?"

Lulu "Apa maksudmu?"

"Bukankah uangmu diberikan oleh ayahku? Kamu, orang luar yang bukan seorang Setiawan, bisa menggunakan uang ayahku dengan bebas. Aku adalah putri kandungnya dan kedua adikku adalah putra kandungnya sendiri. Kami lebih berhak untuk menggunakan uangnya. Aku membicarakan tentang harga diri disini. Kalau kita bicara tentang harga diri, maka seharusnya kamu menolak untuk menggunakan uang ayahku."

Lulu tampak sedih "Fira, aku melakukan ini demi kebaikanmu. Kenapa tiba-tiba kamu begitu memusuhiku? Kamu sudah berubah."

Fira menepuk bahunya "Jagalah dirimu sendiri. Jangan ikut campur dalam urusan orang lain, dan kamu tidak perlu berpura-pura bersikap baik di depanku, oke?"

Setelah mengatakan itu, Fira berbalik dan melangkah pergi.

Lulu menghentakkan kakinya dengan marah "Aku benar-benar tidak mengenalnya."

Angin sejuk yang langka di tengah musim kemarau berhembus. Pertengahan musim kemarau ini akan segera mencapai puncaknya. Semuanya akan tampak subur dan hijau. Fira baru saja melangkah turun dari taksi di depan rumah sakit dan memegang ponsel di tangannya.

Itu adalah ponsel Ardi.

Setelah terlahir kembali, dia memiliki sejumlah keterampilan yang tak dimilikinya di kehidupan sebelumnya. Dia berhasil memasukkan sejumlah catatan obrolan ke dalam ponsel Ardi, sehingga dia takkan dicurigai berbohong tentang peranannya sebagai pacar Ardi.

Ketika dia pulang hari ini, dia mengecek ulang catatan obrolan yang ditambahkan olehnya di WeChat dan memastikan tidak ada hal yang mencurigakan disana.

Di depan pintu bangsal, ada dua orang personel penerbangan yang berseragam lengkap.

Si pria bertubuh jangkung, dilihat dari seragamnya maka dia mungkin co-pilot sementara si wanita tampak sangat rapi dan sepatunya berhak tinggi. Dari seragamnya dan sikapnya yang berdiri tegak, maka dia pasti seorang pramugari.

Si pria, Bagas Purnama, tampak seolah ingin menangis, "Aku sudah menjadi co-pilotnya selama tiga tahun. Kalau dia tidak mengingatku, itu artinya dia tidak mengenalku lagi."

Wanita itu menepuk bahunya dan mendesah "Aku sudah menjadi pramugari selama empat tahun dan dia masih belum mengenalku. Jangan terlalu sedih."

"Kapten selalu tampak dingin. Selama tiga tahun terakhir, dengan upaya keras, aku akhirnya berani melontarkan beberapa lelucon. Bagaimana mungkin aku akan baik-baik saja? Aku akan kembali menjadi orang yang tak dikenalnya dalam semalam."

Si pramugari wanita berkata, "Direktur Bagian Manajemen Lalu Lintas Udara ada disini. Aku ingin menemui kapten kita. Ayo kita masuk bersama-sama."

Próximo capítulo