webnovel

Mengandalkannya 

Herman Chandra, direktur Bagian Manajemen Kendali Lalu Lintas Udara, sudah berusia lanjut dan rambutnya sudah memutih. Dia mengenakan setelan profesional dengan dua ban lengan berwarna kuning cerah di bagian pergelangan tangan dan lencana maskapai penerbangan kecil di dadanya. Dua orang eksekutif di belakangnya juga berpakaian sama sepertinya. Itu adalah seragam maskapai penerbangan.

Bagas Purnama, wakil kapten, dan Amanda Ginting, si pramugari, mengangguk kecil ke arahnya.

Herman melangkah menuju pintu bangsal "Kapten Ardi sudah bangun?"

"Dia sudah bangun. Kondisinya stabil, tapi kepalanya mengalami cedera. Untunglah, tidak ada luka lain yang dideritanya,"

Herman mengetuk pintu bangsal, dan terdengar suara 'masuk' dari dalam. Fira baru akan mengikuti di belakang mereka semua seperti ekor kecil.

Tapi, Amanda berbalik, melihatnya dan berkata dengan sopan "Maaf, Anda tidak bisa masuk."

Suara berat Ardi terdengar "Dia pacarku. Kenapa dia tidak boleh masuk?"

Amanda dan Bagas tertegun karena terkejut. Pilot utama maskapai penerbangan Garuda yang gila kerja dan menyatakan pesawat terbang sebagai pacarnya, kapten Ardi, ternyata sudah punya pacar.

Pengaruh dari kabar ini sangat mengejutkan. Kalau para pramugari maskapai penerbangan Garuda yang mengagumi kapten Ardi mengetahuinya, seluruh bandara Juanda mungkin akan ditenggelamkan oleh air mata mereka.

Fira melangkah ke samping tempat tidur Ardi dengan wajah 'polos', dan 'malu-malu'.

Ardi sendiri mengenakan piama tidur kotak-kotak berwarna gelap dengan kain kasa di sekeliling kepalanya. Rambutnya tampak tak beraturan di keningnya. Matahari sore hari itu bersinar melalui celah jendela Prancis. Fitur wajahnya terlihat jelas dibawah sinar matahari sore. Tatapan matanya tampak penuh kasih sayang.

Ardi memiliki fitur wajah yang sempurna. Semua orang hanya bisa terpesona ketika mereka melihatnya. Saat dia marah, tatapan matanya begitu dingin sehingga membuat lawan bicaranya tak berani menatapnya.

Ketika dia sedang dilanda asmara, tatapan matanya begitu tajam dan panas seperti matahari musim panas. Dipandang seperti itu, Fira bisa merasakan telinganya memerah.

"Kemana kamu pergi?" Dia tidak suka berbasa-basi dan kata-katanya singkat dan jelas.

Tadinya, Fira ingin duduk di bangku samping tempat tidur tapi Ardi mengulurkan tangannya dan menariknya langsung ke tempat tidur.

Dia bersikap mesra dan sama sekali tidak merasa malu. Sepertinya dia merasa tidak perlu lagi menyembunyikan hubungan mereka.

Fira tampak tersipu malu dan merasa sangat bersalah sampai-sampai dia tidak berani menatapnya langsung di mata.

"Ada sedikit masalah dirumah jadi aku harus kembali. Ah, ini ponselmu. Tadinya ponsel ini tidak bisa dinyalakan. Aku membawanya untuk diservis dan sekarang sudah baik-baik saja."

"Kalau kamu harus pergi lagi, kamu harus memberitahuku lebih dulu jadi aku tidak akan mencarimu saat aku bangun."

Apa?

Dia masih bergantung padanya?

"Baiklah, aku tidak akan pergi lagi tanpa meninggalkan pesan sebelumnya."

Orang-orang dari kantor maskapai penerbangan di belakang mereka tampak tercengang. Apa itu adalah Kapten Ardi yang selama ini mereka kenal?

Terutama Bagas, dia hampir saja menangis di tempat, dia mengira dia-lah tangan kanan terdekat Kapten Ardi, dan sekarang sepertinya dia salah.

Bukan karena sang kapten tidak bisa menjadi sosok yang hangat, melainkan dirinya sendirilah yang kurang bersikap hangat!

Dia melangkah maju dan berkata "Kapten, Direktur Herman dari Manajemen Kendali Lalu Lintas Udara ada di sini, dan kami akan melakukan beberapa tes teori dasar dan pemeriksaan fungsi fisik pada Anda."

Ardi bergumam pelan setelah mendengar ucapan tiba-tiba Bagas, dan ekspresi sedih melintas di matanya. Hati Bagas bergetar, kelihatannya dia sudah menyinggung perasaan kaptennya lagi.

Meskipun Herman adalah atasan Ardi, Fira bisa melihat bahwa pria tua yang berusia sekitar 50 tahun itu sangat menghormati Ardi.

"Kudengar Kapten Ardi mengalami cedera otak setelah kecelakaan mobil, dan ada beberapa ingatan yang hilang."

Ardi hanya menjawabnya dengan 'um' pelan untuk menyatakan persetujuannya.

***

"Jadi seandainya Kapten Ardi masih ingin terbang di masa depan, kami akan melakukan sejumlah pemeriksaan untuk menentukan apakah Anda memenuhi syarat untuk kembali menerbangkan pesawat."

"Baiklah."

Herman mengangkat tangannya, dan staf di belakangnya menyerahkan sebuah komputer tablet, yang tampaknya memuat sejumlah pertanyaan untuk pemeriksaan yang dimaksud.

"Maaf, apakah Kapten Ardi masih ingat bahwa Garuda Airlines memiliki peraturan bagi kapten untuk tidak minum alkohol selama beberapa jam sebelum penerbangan?"

Ardi memainkan jari-jari Fira. Fira merasa bahwa sikap tubuh seperti ini tidaklah pantas dalam menghadapi pemeriksaan yang bersifat formal. Dia berusaha menarik tangannya tapi tidak bisa melepaskannya, jadi dia membiarkannya melakukan itu.

"Dulu batasannya adalah delapan jam, tapi diubah menjadi dua belas jam dua tahun lalu."

Semua orang menghela nafas lega. Amnesia itu benar-benar aneh. Dia hanya tidak bisa mengingat hubungannya dengan orang lain, tapi pengetahuan dasarnya memang tidak hilang.

Herman berkata lagi "Berapa lama waktu yang dibutuhkan sebelum bisa menjadi kapten penerbangan komersil?"

"250 jam pelatihan akademi penerbangan, 2700 jam pelatihan co-pilot."

Ardi sedikit mengernyit "Direktur Herman serius? Kenapa mengajukan pertanyaan yang bahkan bisa dijawab oleh orang biasa?"

Apa?!

Haruskah orang awam tahu tentang itu? Dia tidak tahu.

Direktur Herman dengan cepat mendapatkan kembali rasa hormatnya "Kapten Ardi, tolong jelaskan arti dari istilah Mach."

"Parameter yang serupa dari aliran berkecepatan tinggi. Angka M sebuah pesawat biasanya mengacu pada rasio kecepatan terbang pesawat dengan kecepatan suara di atmosfer lokal. M1.6 berarti kecepatan pesawat 1,6 kali kecepatan suara lokal."

Direktur Herman bisa melihat ada ketidaksabaran di mata Ardi dan dia mulai merasa gugup, "Pengetahuan teoritis Kapten Ardi masih sangat kuat, jadi langkah selanjutnya adalah menguji fungsi fisik."

"Apa yang akan kita lakukan hari ini adalah tes toleransi suhu rendah dan tes spirometri. Kalau tidak keberatan, silahkan Kapten Ardi ikut ke kamar mandi bersamaku."

Kamar mandi yang ada di bangsal VIP sangatlah luas. Herman berdiri di depan pintu kamar mandi sambil membawa timer.

Ardi mengangkat selimut tipis di tubuhnya dan untuk sementara melepaskan tangan Fira.

Fira merasa lega. Dia baru akan menghela nafas lega.

Tapi Ardi berkata "Ikutlah denganku."

Fira terkejut "Ah? Kenapa kamu ingin aku ikut masuk kesana?"

Staf di belakangnya menyerahkan sebuah topi renang "Agar luka di kepala Kapten Ardi tidak terkena air, tolong bantu dia memakai topi renang."

Fira menolak melakukannya, dan berbisik "Berikan saja padanya."

Jari-jari Ardi yang ramping dan kuat mengetuk pintu kaca kamar mandi dua kali "Tidak mau datang kemari?"

Fira hanya bisa gigit jari. Kenapa dia harus mengaku sebagai pacar Kapten Ardi? Sekarang ada begitu banyak mata yang memandangnya.

Di pintu kamar mandi, dia diselimuti oleh sosok pria yang tinggi, dan ekspresi segan terlihat di wajahnya. Ardi terlalu jangkung untuknya. Dia harus berjinjit untuk bisa membantunya memakai topi renang.

Karena rambutnya berantakan di dahinya, Fira harus mengulurkan tangan untuk merapikannya dulu ke belakang dengan tangan. Dengan begini, ujung jarinya terpaksa harus menyentuh kening dan kulit Ardi.

Fira merasa ujung jarinya terasa panas.

Pria itu meletakkan satu tangan di pintu kaca dan tangan lainnya di pinggangnya. Itu adalah naluri fisik untuk ingin berdekatan.

Fira tersipu dan menatapnya, "Apa yang kamu lakukan?" Dia nyaris mengatakan itu tanpa berpikir. Tapi ketika dia memikirkannya lagi, mereka adalah sepasang kekasih. Kalau seseorang meletakkan tangannya di pinggang pacarnya, bukankah itu hal yang normal?

Fira hanya bisa diam dan terus membantunya memakai topi renang.

Di mata Ardi, kulit putih porselen gadis itu menunjukkan warna merah muda samar, seperti bedak yang paling halus. Matanya yang besar itu seolah berisi air, dan terlihat seolah basah. Ujung hidungnya tampak lurus, bibirnya berwarna merah jambu, dan lehernya jenjang dan halus, memamerkan tulang selangkanya.

Menelan ludahnya, Ardi harus mengalihkan pandangannya dan berhenti menatapnya.

Próximo capítulo