"Mas"
"Hem..."
"Ih.... Mas..."
"Apasih....?" Geram mas Niko sambil mengubah posisi tidurnya.
Iya, sekarang tuh masih terlalu dini buat bangun. Ini jam setengah empat dan belum subuh. Dan aku terbangun karena laper. Ini pasti gara-gara aku jaim deh makan banyak di depan mertua. Nah kan imbasnya sekarang. Bangunin mas Niko susah lagi. Tumben-tumbenan tau dia sudah dibangunin. Biasanya jam tiga udah bangun, apa karena kecapekan ya?
"Mas... Bangun dulu." Rengekku.
"Kenapa sih dek? Belum subuh loh ini." Dia bergumam tapi mata masih menutup. Bisa gitu ya?
"Aku laper..."
"Hem?"
"Laper mas."
Mas Niko bangun dan berjalan menuju tas yang kita bawa dari Solo kemaren. Dia mengambil sesuatu seperti roti?
"Nih." Nahkan beneran roti yang disodorkan.
"Kapan mas belinya?" Tanyaku. Heran aku tu. Kan kita berangkat Jum'at sore pas mas udah pulang kerja. Terus kapan belinya kan?
"Dikasih ibu. Karena ibu tau kamu suka laper." Jawabnya.
"Loh kapan ibu bilang?"
"Ya kemaren."
Iya aku tahu kemaren. Kan kita ke rumah ibu kemaren. Maksudnya tu waktu apa gituloh. Kok aku gak tau mereka berbincang akrab gitu. Sampe tentang kebiasaan laperku kan.
Tapi aku gak ungkapin semua si, aku lebih memilih menikmati roti bantal ini. Kan perutku udah keganjel gak meronta-ronta lagi rakyat di dalam.
Pas udah habis aku bersiap tidur kembali dan menoleh ke arah mas Niko. Loh dia dari tadi merhatiin aku makan?
"Eiiiits... Mau ngapain?" Tanyanya sambil merebut selimut yang ingin aku pake.
"Tidur mas."
"Enak aja. Udah bangunin mas pas udah kenyang malah tidur." Sungutnya.
"Lah terus ngapain? Belum subuh iniloh."
Eh dia malah mencondongkan tubuhnya ke depan? Ini mau ngapain?
"Mau tau?" Baiknya di telingaku.
"Mas ngapain sih kok maju-maju?" Tanyaku gusar. Lah gimana dong. Kita gak pernah skinship seperti ini sebelumnya. Dalam keadaan sadar sesadar-sadarnya ya maksudnya.
"Dek." Panggilnya pelan. Malah seperti berbisik. Dan itu membuat aku meremang.
"Dek." Panggilnya lagi.
Aku gugup banget loh. Bener ini. Ini mas Niko kenapa sih kok aneh?
Cup
Eh???
Apa tadi ? Ini apa? Aku linglung. Mas Niko tadi ngapain? Kok hatiku dugun-dugun gitu?
Dia bangkit dan tersenyum. Aku masih bingung, kaget tepatnya.
"Heh." Tangan mas Niko malah meraup mukaku.
"Ih mas kenapa sih?" Tanyaku tanpa menatapnya. Malu aku tu.
"Sini dong hadap mas."
"Gak mau."
"Hey... Mana cantiknya? Mana manisnya?" Godanya
"Ih... Apasi mas." Aku kepalang malu langsung berlari ke kamar mandi dan mengunci pintunya.
Aku mendengar suara gelak tawa mas Niko. Bahagia bener perasaan setelah bikin aku gak karuan.
Aku menatap diriku di cermin yang ada di kamar mandi. Duh, malunya. Bibir.... Kamu udah gak perawan. Dugun-dugun hatiku mas.....
*****
"Dek."
Aku mendengar suara mas Niko memanggilku dari kamar. Itu dia gak malu apa ya teriak-teriak. Ini di rumah ibu loh? Duh aku kan malu ya.
"Sana dipanggil masmu." Ucap ibu.
"Tapi Bu? Sanggahku gak enak.
"Gak papa. Tinggal matengin aja kan. Biar ibu yang nerusin. Kamu urus masmu saja sana. Kalau gak di ladenin malah teriak terus."
Aku tersenyum dan minta maaf ke ibu.
Ini mas Niko tumben-tumbenan kenapa sih dari tadi beda. Gak seperti kemarin.
"Dek." Nah kan. Pas aku buka pintu malah dia di situ.
"Apasih mas." Jawabku. Melenggang meninggalkannya menuju ke dalam.
"Katanya mau jalan-jalan?"
"Ya kan nanti. Ini masih pagi mas, orang mengaji di masjid masih ituloh."
"Nah itu. Kita jalan-jalan pagi. Udah lama tau mas gak jalan-jalan pagi disini."
Aku masih memikirkan ajakan mas Niko ini. Iya sih aku juga udah lama gak jalan pagi.
"Jangan banyak mikir ayok."
Kan belum menjawab udah mutusin. Dasar.
*****
Bagaimana perasaanmu jika diajak jalan pagi tapi sampai di jalan malah lari terus ditinggal sendiri? Sebel kan? Kayak orang ilang. Mana ini rame, pada bawa temen, ada juga pasangan.
Walau aku tau desa ini tapi aku gak pernah jalan kesini sendiri. Dulu pasti bareng sepupu. Nah itu mas Niko udah sampe jauh di depan aku masih di belakang. Katanya nunggu aku jalan lama.
Aku juga berpapasan sama temen sekolah dulu. Tapi cuma lewat lalu. Ngobrol basa-basi aja. Terus mereka lari lagi gitu.
Ku lihat mas Niko menuju arah sini. Ingat istri ternyata dia.
"Masih gak mau lari?" Tanyanya sambil terengah. Aku menyodorkan air meneral yang aku bawa dari rumah.
"Tadi kan niatnya lari mas." Kilahku. Aku males lari ini.
"Alesan. Ayok lari sebentar aja." Ajaknya sambil menggaet tanganku diajak lari.
Dasar pemaksa.
Ketika kita sudah lari jauh. Menurutku ini ya. Karena aku dari dulu tuh males banget olahraga. Ini mas Niko udah berapa putaran tetep aja masih kuat.
"Udah capek?" Tanyanya.
"Heem."
"Dasar. Baru sekilo ini loh dek."
"Yaudah kita jalan aja."
Rame juga ternyata. Udah banyak yang sadar ya tentang pentingnya kesehatan.
Kita duduk lesehan di pinggir jalan. Ini tuh sawah semua sampingnya. Jadi adem gitu. Banyak yang masih lari dan ada juga yang seperti kami.
"Dil." Panggil seseorang.
Aku dan mas Niko menoleh ke sumber suara tersebut.
"Oh hai." Ternyata temenku sekolah dulu. Udah hampir empat tahun kita gak bertemu langsung. Walau masih punya kontak masing-masing,tapi kami gak sering komunikasinya.
"Tumben-tumbenan lari. Apa kabar?" Tanyanya.
"Iya nih. Baik kabarku."
"Mas suaminya Dila ya?" Tanya dia sambil melihat ke arah mas Niko.
"Iya. Saya Niko." Mereka berjabat tangan.
"Oh iya mas ini Andre. Temenku dari jaman SMP." Aku menjelaskan. Memang si kita berteman dari SMP. Dan di SMA pun kita masih satu sekolah. Dan selalu seruang. Bosen.
"Bentar, ini temenku nyari." Andre menghadap ke belakang. Dan seperti memanggil temannya.
Aku minum minuman yang ku bawa tadi. Kita kongsi dong satu botol. Ini aku sama mas Niko loh ya, bukan Andre.
"Oallah disini kamu. Main nylonong aja ya." Ujar seseorang mungkin itu teman Andre tadi.
Aku belum liat siapa. Karena posisinya mereka dibelakang kami.
"Dil liat siapa yang datang." Kata Andre.
"Ya?"
Aku berbalik dan melihat siapa yang ditunjuk Andre. Allahuakbar astaghfirullah. Ini beneran kan ya bukan mimpi?
Aku masih diam. Tapi tepukan dipundakku menyadarkanku. Mas Niko pelakunya.
"Itu temen adek juga?"
"Hah?"
"Hai..." Suara itu terdengar.
"Oh hai." Jawabku setelah menetralkan rautku. Jelas dong aku kaget. Kan ini gak terduga. Walau gak ada efek-efek gimana si. Cuma aku kaget aja.
"Nih Dik, tadi gak sengaja bertemu Dila dan suaminya, mas Niko." Jelas Andre.
"Suami?" Tanya dia.
"Iya. Saya Niko. Suaminya Dila." Jawab mas Niko sambil berjabat tangan yang dibalas ragu sama dia.
"Kapan menikahnya?" Tanyanya. Aku menaikkan alisku begitupun mas Niko yang mengernyitkan dahinya.
"Seminggu lalu." Jawab mas Niko.
"Aku pas dateng tu gak liat mas, cuma ada Dila sama batirnya." Ucap Andre.
"Lha kan mas Niko datang jam sembilan malem bareng batirnya." Jawabku.
"Kenapa gak ngundang?"
Nahloh harus jawab apa aku???