webnovel

Pencarian

" Kau sudah menemukannya? " Tanya Ardi Salam yang baru saja memasuki ruang komunikasi. Duduk dihadapan sosok wanita berusia 35 tahun yang tengah serius menatap layar komputer.

" Belum, mereka benar-benar putus kontak " Jawab Geby Laskar.

Ardi menyandarkan tubuhnya dikursi, mulai memikirkan nasib rekan-rekan nya yang kini putus kontak dengan mereka. " Terakhir mereka mengejarnya menuju Hutan Kadap? apa aku harus mencari mereka di lokasi? " Kata Ardi.

Geby menganggukan kepalanya setuju, "Kemungkinan mereka disandera oleh si penculik anak itu. Jika tebakkan ku benar maka kemungkinan markas mereka ada di—" Geby melingkari denah yang tak jauh dari tempatnya, "—sini! Tepat ditengah Hutan Kadap " Jawab Gaby.

" Ah~ entah mengapa aku setuju dengan pemikiran mu, Geby " Kata Ardi.

***

Simbolon atau biasa di panggil Sim kini tengah mengemudi mobil patroli ditemani oleh Fazar Rendy. Menyusuri jalan sambil mengamati sekitar mereka, mengharapkan jika ada sedikit petunjuk untuk mereka.

" Ini benar-benar aneh, kita sudah berkeliling sepuluh kali tapi tidak menemukan mobil patroli milik Ando dan Zikry. " Kata Sim yang kini mulai mengeluh.

" Mereka menghubungi kita untuk menjaga perbatasan, tapi tidak ada satu pun mobil mencurigakan dan mobil patroli yang masuk keperbatasan " Gumam Rendy sambil mengusap dagunya. " Apa kita perlu menyusuri hutan? mungkin saja mereka mengejar pelaku hingga masuk ke hutan? " Lanjut Rendy.

" Mustahil jika mobil bisa masuk kedalam hutan, jalannya hanya cukup untuk motor saja" Kata Sim saat memberhentikan mobil disisi jalan.

Rendy membuka pintu mobil lalu keluar dari dalam mobil patroli, " Kalau begitu kita jalan kaki saja " kata Rendy lalu menyalakan senter yang sudah tersedia didalam mobil.

Sim juga ikut keluar dari dalam mobil patroli, memasukkan pistol kesarung khusus, memasang masker hitam untuk menutupi identitas nya. " Ayo, aku mempunyai firasat jika kita akan disambut " Kata Sim.

Sim dan Rendy berjalan memasuki area hutan milik perusahaan Moon. Berjalan perlahan sambil menatap sekelilingnya waspada. Kacamata hitam yang menutupi mata Rendy kini ia lepas dan menyimpannya disaku celana.

Syutt! ( Suara motor yang melintas)

Sim dan Rendy merunduk ketanah, bersembunyi sekaligus membaur dengan rerumputan yang tumbuh begitu lebat. Mata mereka mengawasi gerak-gerik orang itu, menyembunyikan motor nya menggunakan tumpukkan jerami kering dan berjalan memasuki hutan lebih dalam.

" Kita harus mengikuti nya " Kata Rendy lalu berjalan terlebih dahulu untuk memimpin.

Sim mengikuti Rendy dibelakang sambil menatap sekelilingnya. Membutuhkan waktu lima belas menit untuk sampai kesebuah mansion yang ada di tengah hutan. Mansion yang tak terurus dari luar namun penjagaannya begitu ketat.

" Sial, siapa yang merusak CCTV? " umpatan kesal dilontarkan seorang pria berpakaian hitam.

Rendy dan Sim bersembunyi dibalik pohon, mendengarkan setiap umpatan kasar yang dilontarkan oleh pria itu.

" Ku rasa ada seseorang yang menyelinap masuk kedalam " Kata Sim, " Mustahil jika salah satu dari mereka merusak CCTV " Lanjut Sim mengeluarkan pendapatnya setelah melihat situasi saat ini.

" Apapun itu, aku yakin jika yang menyelinap masuk kedalam merupakan orang yang ada di pihak kita " Kata Rendy.

***

Hafi menatap lurus kedepan, lebih tepatnya kearah Elina yang sudah mengetahui keberadaannya. Di belakangnya ada dua orang polisi yang diikat tengah pingsan di sana. " Kau akan membunuhku? " Tanya Hafi dengan nada dinginnya. Manik hitamnya menatap lurus kedepan dengan aura yang dikeluarkan begitu dingin.

Elina menggelengkan kepalanya, dia duduk diatas lantai berjauhan dengan Hafi. " Jika aku membunuhmu, maka aku akan kehilangan sosok Ayu " Gumam Elina lirih.

" Lalu, kenapa kau tidak melepaskan ku dan membiarkan ku keluar dari sini? " Tanya Hafi.

Elina kembali menggelengkan kepalanya, dia nampak putus asa saat ini menghadapi sosok gadia seperti Hafi. " Maka ayahku dan saudaraku yang akan membunuh mu " Jawab Elina.

Hafi tertawa mendengar jawaban dari Elina. Dia baru tahu ternyata elina Gayatri orang yang ia anggap sosok wanita yang baik dan rmah rupanya seorang pembunuh yang lahir dari keluarga pembunuh. " Jadi kau yang membunuh kakakku? ka Ayu? Apa itu benar? ".

Elina menutup telinganya, nampak tak suka dengan perkataan Hafi. " Aku tidak membunuhnya, aku tidak membunuhnya.—" "— Aku terpaksa melakukannya karena dia melaporkan ku kepolisi " Kata Elina.

Elina lalu merangkak menuju Hafi, Hafi mundur kebelakang saat Elina mulai mendekati nya. " Di-a... di-a... mengkhianati ku~".

Kini Hafi dan Elina saling bertatapan dengan jarak yang begitu dekat. Tangan kanan Elina mencengkram leher Hafi begitu kuat hingga membuat Hafi sulit untuk bernafas. " Ku pikir kami akan menjadi pasangan yang cocok, tapi dia tidak bisa ku kendalikan " bisik Elina.

Hafi menggeram marah, kakinya yang tak diikat langsung saja menendang Elina tanpa memikirkan resiko yang akan ia hadapi. Elina tersungkur kebelakang, lalu tertawa saat sadar jika dia baru saja diserang oleh Hafi.

" Kau sempurna... Kau bisa mengganti sosoknya " Teriak Elina begitu kesenangan.

Hafi semakin marah mendengar perkataan Elina barusan. Dia wanita gila! pikir Hafi.

" Kau sangat senang, adik "

Seorang Pria berbaju rapi kini berdiri didepan pintu keluar-masuk yang terbuka lebar. Elina bangkit dari poisisi rebahnya, berdiri lalu menghampiri pria tersebut.

" Apa ayah menyuruh kita berkumpul di aula, Ka Ardi? "

Hafi menatap Ardian tepat dihadapannya. Pria yang sangat dikenalnya, " Sudah ku duga, dia benar-benar orang yang ku kenal " Gumam Hafi pelan.

Ardian menyentuh surai rambut Elina dengan senyuman ramahnya. Seakan dia berperan sangat baik sebagai sosok seorang kakak. " Ayo kita pergi " Kata Ardian.

Elina menoleh menatap Hafi yang masih menggeram marah. " Aku pergi dulu " Kata Elina lalu mengunci pintu ruangan tersebut dari luar.

Hafi menghela nafas berat. Terduduk diatas lantai kotor sambil menyandarkan tubuhnya kedinding. Kakinya menyenggol lengan salah satu polisi yang ada di sampingnya, " Aku tahu kalian hanya berakting " Kata Hafi dengan nada dinginnya.

Perlahan mereka membuka kedua matanya, menatap Hafi yang juga menatap mereka. " Jadi kau mengenal mereka? " Tanya Muhammad Resga, atau biasa dipanggil Resga. Kini mereka duduk dihadapan Hafi dengan tangan yang terikat dibelakang.

Hafi menganggukan kepalanya, " wanita barusan bernama Elina Gayatri, teman almarhum kakak ku. Sedangkan Pria barusan itu bernama Ardian Saputra, dia teman kakak kedua ku ".

" Ardian Saputra? sepertinya aku pernah mendengarnya " Kata Brian Dyson, biasa dipanggil Dyson.

Resga menatap Dyson, begitu juga dengan Hafi. " Dia buronan " Kata Resga menjawab perkataan Dyson.

" Aishh! Aku tak menyangka akan disekap seperti ini oleh buronan " Keluh Dyson.

" Ngomong-ngomong kenapa kakak-kakak tampan seperti kalian bisa ada disini? " Tanya Hafi.

Dyson menatap Resga memberi isyarat untuk menjawab pertanyaan dari Hafi barusan.

" Kami sebenarnya mengejar pelaku penculikkan anak, tapi sebuah mobil truk menghalangi jalan kami sehingga kami kehilangan jejak si pelaku. Saat kami ingin menangkap pemilik truk tiba-tiba saja ada sekitar dua puluh lima orang menyerang kami dan akhirnya kami berada disini " Kata Resga.

" Astaga, mereka benar-benar licik " Keluh Hafi.

Dyson menganggukan kepalanya setuju dengan perkataan Hafi, " kau sendiri? " Tanya Dyson.

Hafi mengerut keningnya, " hm.. sebenarnya aku penasaran. Awalnya aku berniat ingin membeli buku novel, namun tiba-tiba seorang gadis menghampiri dengan tatapan ingin meminta bantuan. Karena aku malas berurusan jadi aku meninggalkannya. " kata Hafi.

" Kau benar-benar tidak berperikemanusiaan " Kata Dyson.

Hafi melotot kearah Dyson, " karena aku merasa bersalah makannya aku mengikutinya hingga kesini. Niatku ingin membantunya tapi malah bertemu dengan wanita gila itu " Kata Hafi.

" Asihh! sial sekali hari ini " keluh Hafi.

***

Ardi keluar dari mobil Patrolinya saat melihat mobil Patroli milik Sim dan Rendy. " Mereka masuk kedalam hutan " Kata Fadhli menunjuk sebuah jejak kaki yang ada di tanah.

Ardi menatap jejak kaki tersebut, lebih tepatnya jejak sepatu milik Sim dan Rendy. Entah mengapa Ardi memikiki firasat yang kurang menyenangkan mengenai hutan dihadapannya.

" Apa kita harus masuk kedalam?. " Tanya Fadhli.

" Ya, kita harus memastikannya. " Jawab Ardi dengan nada tegasnya.

Mereka berdua menyusuri hutan dengan cara mengikuti jejak kaki yang mereka temui barusan. Jejak kaki itu berhenti di sebuah pohon, nampaknya sipemilik jejak kaki bersembunyi disekitar pohon.

" Ada Mansion " Kata Fadhli menunjuk kearah depan.

Mansion tak terawat namun begitu besar. Fadhli dan Ardi memutuskan untuk menuju mansion tersebut. " tidak ada siapa pun " Kata Ardi yang kini mulai curiga. Sekilas ia melihat pecahan CCTV yang nampaknya sengaja dirusak oleh seseorang.

" Bersiaplah, sebentar lagi kita akan kedatangan tamu " Kata Ardi sambil mengeluarkan pistolnya, begitu juga dengan Fadhli.

Drap! Drap! Drap! Suara langkah kaki terdengar begitu jelas diindra pendengaran mereka berdua. Sekitar lima puluh pria bersenjata telah mengepung mereka berdua.

"Apa aku diizinkan untuk menghajar mereka? " Tanya Fadhli kepada Ardi.

Ardi terkekeh mendengar perkataan Fadhli, "Kalau aku tidak mengizinkan, kau pasti akan tetap menghajar mereka " Kata Ardi.

Fadhli tersenyum, " Ya! karena aku tidak ingin orang-orang seperti mereka menang " Kata Fadhli.

***

Hafi, Dayson dan Resgan terdiam saat mendengar suara tembakkan dari luar. Mereka bertiga serempak menatap kearah pintu memastikan jika bukan orang yang berbahaya yang mereka hadapi.

Bruak!

" Maaf menunggu lama "

" Astaga, Sim! Rendy! " Kata Dyson dan Resgan.

Mendengar perkataan mereka berdua membuat hatinya merasa tenang, setidaknya mereka tidak akan berlama-lama berdiam diruang kotor ini.

" Terima kasih " Kata Hafi saat Sim melepaskan ikatan dipergelangan tangannya.

" Ardi dan Fadhli sedang melawan mereka di luar, kita harus membantu nya dan melarikan diri dari sini " Kata Rendy.

Hafi terdiam, mengingat tujuan nya datang ketempat ini. " Kalian duluan saja, aku harus menyelamatkan seseorang " Kata Hafi lalu pergi meninggalkan mereka.

" Hafi! " Teriak Dyson saat Hafi menjauh dari mereka berempat. Dyson menghela nafas melihat tingkah Hafi yang begitu keras kepala.

" Apa kita harus mengejarnya? " Kata Dyson sambil menunjuk kearah depan.

" Hm, kita tidak bisa membiarkannya berkeliaran sendirian " Kata Sim.

Mereka berempat pun mengejar Hafi yang terlebih dahulu sudah berada di lantai dua. Lebih tepatnya di depan pintu bertulisan nomor 55. Entah ada apa dibalik pintu tersebut, namun Hafi merasa jika dia harus membuka pintu tersebut.

Crek! Rasa dingin tiba-tiba menusuk kepalanya. Pistol mengarah tepat dibelakang kepalanya saat ia ingin membuka pintu tersebut.

" Kau ingin menyelamatkan gadis itu? " Suaranya begitu mengerikan hingga membuat lutut nya melemah. Suara yang sama seperti pria yang menjemput gadis tersebut.

" Ya! " dengan suara yang begitu tegas, Hafi menjawab perkataan pria dibelakangnya.

" Maka kau harus mati disini " Kata Pria tersebut.

Dor! Pistol yang ia pegang jatuh keatas lantai, Hafi seketika menoleh kebelakang dan menemukan pria tersebut menggeram kesakitan.

" Cepat! " Teriak Dyson dan Resga.

Hafi segera membuka pintu dan menemukan gadis yang meminta pertolongan kepadanya. Gadis itu terduduk ditengah kasur dengan kaki yang dirantai. Gadis yang begitu cantik namun rapuh.

" Dimana kuncinya? " Tanya Hafi kepada gadis dihadapannya.

Gadis itu nampak putus asa, dia menggelengkan kepalanya lemah. Hafi berteriak memaki kelemahan gadis tersebut, ia bahkan mengeluarkan kata-kata kasar kepada gadis itu tanpa memikirkan resikonya.

" maaf " nada suaranya begitu lirih membuat Hafi kembali menghela nafas lelah.

" Mau bagaimana lagi " Kata Hafi, " Ka Dyson, bisa hancurkan rantai ini menggunakan pistol? " Teriak Hafi.

Tak lama Dyson masuk bersama dengan Sim, sedangkan Resga dan Rendy menahan pria tersebut diluar. " Menjauhlah " Perintah Dyson.

Hafi mundur kebelakang saat Dyson bersiap-siap menghancurkan rantai tersebut.

Dor! Dor!

Krak!

Rantai berhasil diputuskan, Hafi segera membawa gadis tersebut dalam gendongan nya. " Ayo " Kata Hafi sambil berlari, menyamakan langkahnya dengan langkah Dyson dan Sim.

Mereka berenam berhasil keluar Mansion, tapi mereka harus menghadapi masalah baru lagi. Dihadapan mereka, Elina berdiri sambil mengarahkan pedangnya dihadapan mereka. Dibelakang Elina, sekitar enam puluh pria bersenjata siap menghabisi mereka.

" Ardi! Fadhli! kalian baik-baik saja? " Kata Sim saat melihat Ardi dan Fadhli terduduk di atas tanah. Mereka berdua nampak kelelahan saat ini, keringan mengguyur sekujur tubuhnya.

Gadis dalam gendongan Hafi semakin mempererat genggaman nya. Menyembunyikan wajahnya di dekat leher Hafi.

" Kalian akan mati disini! " Teriak Elina begitu marah. " Begitu juga dengan mu, Hafi. Kau memang sama seperti nya.Mengkhianati ku! " Geram Elina.

" Aku tidak tahu apa hubungan mu dengan kak Ayu.Tapi, aku akan mengatakannya kepadamu bahwa aku tidak sama seperti Kak Ayu!.Kami berbeda, Kami berdua berbeda! " Teriak Hafi.

Rendy mengarahkan pistolnya, " Angkat tangan mu, Elina. Kau akan kami hukum atas semua kejahatan mu " Kata Rendy.

Elina tertawa mendengar ancaman dari Rendy, Seakan itu hanyalah sebuah candaan.

" Percuma ya... " Gumam Ardi. ia bangkit dan berdiri disamping Rendy, " Terpaksa kita harus melawannya " lanjut Ardi dengan nada datar.

Fadhli mengambil pedang yang berada di salah satu jasad tanpa melepaskan sarung tangan nya. " peluru ku sudah habis, tapi tenang masih banyak " Kata Fadhli.

" Jangan berbohong, kau nampak kelelahan " kata Dyson.

" Kau—" Ardi memandang Hafi yang tengah menggendong seorang gadis, "— jika ada peluang, larilah! jangan perdulikan kami. Di luar hutan masuklah kedalam mobil patroli " kunci mobil diserahkan kepada Hafi. " Gunakan mobil tersebut untuk melarikan diri dan beritahu lokasi kami ke polisi terdekat, kamu mengerti? "

Hafi menganggukan kepalanya pelan, mengerti dengan perkataan Ardi barusan. Ardi tersenyum lega, setidaknya dengan kepergian dua gadis remaja tersebut bisa meringankan beban mereka dalam pertarungan kali ini.

" Kau—" bisik Hafi kepada gadis dalam gendongan nya, "—Jangan lagi merasa takut. Aku akan melindungimu " kata Hafi pelan.

Mendengar perkataan Hafi nembuat gadis itu tersenyum tulus, Dia menganggukan kepalanya mempercayai perkataan Hafi barusan.

Tepukkan dibahu membuat Hafi menoleh kesamping. Dyson dan Resgan tersenyum kearahnya, " Larilah dan jangan menoleh kebelakang." Kata Dyson.

" Kalian jangan mati " kata Hafi.

Resgan tersenyum tulus, " Pasti, kami tidak akan mati."

Hafi tertawa pelan, sangat pelan. " Kalau kalian selamat, aku akan mengajak kalian minum kopi di kafe milik kakak ku ".

" Tentu, kau harus berjanji! "

Hafi menganggukan kepalanya pelan.

Elina merentangkan kedua tangannya dengan Senyuman ceria nya, " Baiklah, Ayo kita tunjukkan kemampuan kita masing-masing " Kata Elina lalu memperlihatkan seringaian iblisnya.

Próximo capítulo