"Tetua?".
Panggil Ken dengan keras saat tetua berjanggut putih melesat dengan cepat, namun tentu saja tetua berjanggut putih hanya tersenyum tipis tanpa menoleh sedikit pun, ia seolah mengabaikannya dan hanya fokus pada kecepatannya.
Melihat kepergian Tetua berjanggut putih yang selalu merawatnya, kini Ken menunduk tanpa daya, ia benar-benar merasa kehilangan, seolah tetua berjanggut putih tidak akan pernah kembali lagi.
Beberapa menit kemudian suasana di tempat itu sangat hening dan hampir tidak ada suara apa pun kecuali suara monster yang mengamuk di luar pelindung cahaya.
"Ken?".
Asuka yang sudah tidak tahan lagi, mendekati Ken dan berdiri di depannya lalu tersenyum tipis menahan kesedihannya saat menyentuh pipi Ken dengan lembut, Ken hanya melotot dengan tubuh yang sedikit gemetar saat merasakan sentuhan lembut dari tangan Asuka.
"Ken kau harus kuat, sekarang hanya kau pemimpin yang kami punya, jika kau terus seperti ini, semua orang akan kehilangan semangat bertarungnya.
Aku yakin semua juga merasakan hal yang sama seperti yang kau rasakan, Tetua adalah guru kita semua, ia telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk merawat kita dan menjadikan kita lebih kuat, jadi aku yakin dia akan sangat kecewa melihatmu seperti ini.
Kau baru saja membuat api, namun sekarang kau telah mengundang air untuk mematikannya, jadi aku mohon buatlah api yang lebih besar dan kobarkan semangat kami semua, bukankah kita memiliki tugas yang harus di selesaikan?". Jelas Asuka dengan lembut dan sendu.
Mendengar itu Ken pun mulai sedikit tersadar, ia menatap wajah Asuka dengan lekat, kemudian menoleh ke semua orang yang terlihat telah kehilangan semangat,
"Huu, Asuka terima kasih, aku yakin tetua akan baik-baik saja". Ucap Ken yang terlihat sangat tenang sambil bangkit perlahan.
Setelah mendapatkan ketenangannya kembali dan membuang semua kesedihannya, matanya langsung menatap semua orang dengan tajam.
"Semuanya aku benar-benar minta maaf, seharusnya aku tidak seperti ini, tetua adalah guru dan sudah ku anggap sebagai orang tua ku sendiri, meski merasa sangat kehilangan, aku yakin kalian kalian juga pasti merasakan hal yang sama". Ken menunduk sendu saat minta maaf dengan tulus, lalu mengangkat kepalanya kembali dengan mata yang tegas.
"Satu hal yang harus kita ingat, beliau telah menaruh harapan kepada kita semua, demi menyelamatkan desa, tetua harus berhadapan dengan monster brengsek itu sendirian hanya untuk mengulur sedikit waktu agar kita bisa melarikan diri, jadi aku ingin kita semua mewarisi tekad dan keberaniannya.
Angkat kepala kalian dan simpan semua air mata itu, ada sesuatu yang harus kita lindungi, keluarga, teman dan semua penduduk, mereka semua adalah orang yang berharga untuk kita semua, kita punya tugas yang harus di selesaikan". Teriak Ken dengan keras dan penuh semangat.
Para penyihir sedikit terbengong sekaligus tertegun dan perlahan mengangkat kepala mereka menghadap ke arah Ken yang menatap tajam mereka semua, mereka akhirnya ikut terbakar semangat dan mulai mengangkat tangan sambil berteriak dengan keras.
"Itu benar, kita harus melindungi semuanya, hanya kita yang bisa melakukannya sekarang".
"Yea... Yea... Yea".
Semua orang mulai bersorak penuh semangat, kata-kata dan sikap kuat Ken telah mengembalikan semangat mereka, tentu saja itu karena mereka tahu Ken adalah orang yang paling dekat dengan tetua.
Ken terlihat begitu tegar meski kehilangan orang yang paling berharga, jadi tidak ada alasan bagi mereka untuk bersedih lebih lama lagi.
Asuka dan Jero yang melihat keadaan itu pun bisa tersenyum lega, "Dasar, kau harusnya melakukannya lebih cepat". Batin Jero yang sangat kagum pada Ken.
"Weeeng".
Tiba-tiba sebuah sinyal mulai muncul di kepala Ken.
"Ini?". Ia sangat akrab dengan sinyal tersebut.
"Ken aku sudah keluar dari dinding ungu, kau bisa mulai bergerak sekarang, kita tidak punya banyak waktu". Sinyal suara yang menggema di dalam kepala Ken berasal dari tetua berjanggut putih.
"Baik aku mengerti". Jawab Ken dengan singkat.
"Terima kasih, aku percayakan sisanya padamu". Balas tetua dengan santai sambil tersenyum tipis sambil terus bergerak dengan cepat melalui sela-sela pepohonan yang berada di pinggir pantai.
Lalu sinyal tetua berjanggut putih pun langsung terputus.
"Baiklah semuanya tetua sudah keluar dari dinding ungu dan sekarang sedang bergerak melalui pantai di sebelah barat, tugas kita adalah mengalihkan perhatian para hewan buas, kita tidak perlu mengalahkan mereka cukup bertahan dan sebisa mungkin menghemat energi kalian.
Aku akan membagi kalian menjadi dua kelompok, hal itu dimaksudkan untuk memperkecil serangan hewan buas yang memiliki banyak jenis elemen serangan.
Penyihir tipe penyerang jarak dekat cukup memberikan beberapa serangan saja dan langsung mundur jangan terlalu jauh dari kelompok.
Untuk penyerang jarak jauh kalian cukup berada di belakang, dan gunakan kesempatan sebaik mungkin untuk menyerang titik vital para hewan buas, aku dan dua penyihir tipe bertahan akan berada di depan untuk menahan serangan para hewan buas". Ken segera memberitahukan rencananya singkatnya pada semua penyihir.
"Baik kami mengerti".
Semua orang pun setuju dengan rencana Ken, lagi pula mereka sudah terbiasa bertarung berkelompok, jadi seharusnya itu akan banyak membantu.
Beberapa saat kemudian semua orang telah bersiap, sekitar 14 orang berdiri di depan pintu dinding ungu, dengan penuh keyakinan mereka menatap lusinan hewan buas yang masih mengamuk di luar dinding ungu.
"Mulai".
Teriak Ken sambil mengangkat palu besar di tangan kanannya, Pintu dinding ungu pun mulai terbuka perlahan.
"Sekarang".
Para penyihir pun langsung melesat keluar, hanya tersisa kumpulan debu dan bayangan samar.