Anggi melirik jam dinding di kedai. Sudah jam sebelas siang. Ia segera berpamitan pada sang suami dan pergi ke cafe bersama Kiara.
"Kia bisa bertemu Mama di cafe ya, Nek?" tanya Kiara.
"Sepertinya tidak, Sayang. Kia bisa makan yang Kia suka di sana. Nenek akan membelikan apa pun yang Kia mau," ucap Anggi. Ia merasa sedih melihat Kiara murung.
"Tenang ya, Kia! Kita akan segera berkumpul lagi," batin Anggi.
Kiara seperti memiliki ikatan batin dengan Haruna. Ia sangat yakin kalau ia akan bertemu Haruna di cafe. Hatinya pun berdoa, semoga ia benar-benar bisa bertemu sang ibu angkat.
***
Di cafe, Haruna turun lebih dulu meninggalkan Tristan yang baru membuka pintu mobil. Haruna tidak tahan mendengar ejekan Tristan selama di dalam perjalanan. Tristan terus menggoda Haruna tentang bagaimana cumbuan yang dilakukannya pada Haruna.
Haruna masuk ke dalam cafe yang sudah lumayan ramai oleh pengunjung. Haruna tidak tahu di mana mejanya. Ia disambut oleh Jef.
"Haruna! Kamu sudah datang. Senang bertemu denganmu lagi," ucap Jefri. Ia terus memandang wajah Haruna dan tersenyum manis padanya. Kalau saja Haruna bukan milik Tristan, Jefri pasti akan mengejar cinta Haruna.
"Ekhem! Apa yang kau lakukan pada calon istriku? Kau berani menggodanya di depanku," cibir Tristan.
Tristan tiba-tiba sudah berdiri di belakang Haruna. Ia mengejek Jefri karena merasa cemburu. Meskipun Jefri adalah temannya, ia tetap merasa cemburu.
"Yo, cemburu nih," ejek Jefri. Ia tertawa melihat Tristan yang meliriknya dengan tajam. Jefri merasa heran, sejak kapan Tristan melupakan cinta pertamanya, Stevi. Perasaan yang Tristan tunjukkan begitu dalam pada Haruna. "Sudahlah. Aku tidak tahu kenapa kau harus cemburu padaku, tapi sekarang sebaiknya aku antar kalian ke meja kalian. Ikuti aku!" Jefri berjalan lebih dulu untuk menunjukkan meja Tristan.
Jefri menarik kursi untuk Haruna. Hal itu membuat Tristan semakin cemburu. Ia mengepalkan tangannya di bawah meja. Tatapannya tidak terlepas dari wajah Haruna yang tersenyum kepada Jefri.
"Dia bisa berterima kasih pada pria lain dengan senyuman seperti itu, tapi di hadapanku .... Benar-benar mencari masalah, awas saja kau!" batin Tristan.
"Kalian pesan saja yang kalian mau. Aku traktir kalian hari ini, oke!" ucap Jefri sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Haruna. Jefri sengaja melakukannya untuk membuat Tristan cemburu. Sejak dulu, Jefri memang paling suka menggoda Tristan. Jefri pergi meninggalkan mereka dengan senyum geli yang sedari tadi tertahan.
"Dasar genit! Untuk apa terus mengumbar senyum seperti itu? Kau selalu ketus terhadapku, kenapa dengan pria lain kau bisa seramah itu," gerutu Tristan.
"Bukankah dia sangat manis?" Haruna sengaja memuji Jefri di depan Tristan. Sangat menyenangkan bagi Haruna saat melihat pria dingin dan arogan di hadapannya ini marah. Ia menahan senyum geli dengan minum air putih.
"Berani memuji pria lain di depanku, tidak takut?" tanya Tristan dengan senyum mesum yang membuat Haruna terdiam seketika. Kini giliran Tristan yang tersenyum penuh kemenangan. Haruna terdiam hanya dengan satu ancaman darinya.
Tidak lama kemudian, suara seorang gadis kecil menggema di dalam cafe. Haruna menegang kaku dengan jantung yang berdebar cepat. Ia meneteskan air mata mendengar suara gadis kecil yang sangat dirindukannya. Namun, Haruna tidak segera menoleh.
"Mama!" panggil seorang gadis kecil.
"Tidak mungkin, itu … Kia. Itu suara Kia," batin Haruna. Ia pun menoleh ke arah sumber suara. Pundak Haruna turun naik menahan isak tangisnya.
Gadis kecil itu berlari dan memeluk Haruna yang duduk terpaku. Haruna tidak percaya kalau ia bisa berjumpa Kiara di sini. Haruna mengangkat Kia untuk duduk di pangkuannya.
Sementara Tristan hanya tersenyum menatap mereka. Tristan tidak merasa marah. Ia justru bahagia melihatnya.
"Kia, hiks. Kia kesini sama siapa?" tanya Haruna sambil mengusap air matanya. Ia mencium kedua pipi Kia dan juga keningnya. Ia memeluk Kita dengan erat. Semua rasa rindu Haruna tertumpah seketika.
Di depan pintu, Jefri sedang berbicara dengan Anggi. Anggi tidak sadar kalau Kiara sudah masuk ke dalam cafe dan bertemu Haruna. Ia sibuk berbicara dengan Jefri.
"Nak Jefri, selamat atas pembukaan cafenya. Oh, iya, perkenalkan, saya Anggi, Mamanya Vivi," ucap Anggi memperkenalkan diri.
"Terima kasih, Tante. Saya, Jefri. Vivi sudah bilang bahwa Tante akan ke sini. Saya sangat penasaran, seperti apa ibunya Vivi. Setelah bertemu, sekarang saya sadar kenapa Vivi begitu cantik? Ternyata karena dia sangat mirip dengan Tante," ucap Jefri berbasa-basi.
Namun, Jefri tidak tahu kalau Anggi mandul. Vivi dan Haruna bukan anak kandungnya. Jadi, bagaimana bisa mereka mirip dengan Anggi. Anggi sedikit muram karenanya.
"Kenapa Tante sedih? Jefri salah bicara ya? Maaf kalau Jefri salah," ucap Jefri penuh penyesalan. Niat hati ingin memuji, tetapi rupanya ia salah. Ia tidak salah memuji Anggi cantik, hanya saja Jefri tidak tahu kalau Anggi tidak punya anak kandung.
"Gak salah, kok, Nak Jefri. Kedua putri Tante memang sangat cantik, tapi tidak seperti Tante. Mereka pasti mirip dengan ibu mereka," jawab Anggi sambil tersenyum.
Jefri mengerti sekarang, alasan Anggi bersedih karena ia tidak mengandung mereka. Vivi hanya seorang anak angkat. Jefri pun meminta maaf kembali. Namun, Anggi tidak merasa marah sama sekali. Ia tersenyum memaafkan ucapan Jefri.
"Silakan masuk, tante! Saya antar ke meja Tante," ucap Jefri.
Saat hendak melangkah masuk, Anggi pun sadar kalau Kiara tidak ada di sampingnya. Ia celingukan mencari Kiara. Tingkah aneh Anggi itu pun membuat Jefri bingung.
"Cari siapa, Tante?"
"Cari Kiara, cucu Tante," jawab Anggi dengan wajah yang mulai cemas.
"Mungkin saja sudah masuk. Coba Tante cari dulu di dalam! Siapa tahu saja ada. Kalau tidak ada, nanti saya bantu cari dia."
"Terima kasih, Nak Jefri. Tante coba cari dulu," ucap Anggi. Anggi pun melangkah masuk ke dalam cafe, diikuti oleh Jefri di belakangnya.
Sampai di dalam cafe, Jefri segera berlari ke dapur dan memberitahu Vivi. "Vi, ada ibu kamu di depan, tapi ibumu sedang mencari Kiara. Apa dia masuk ke sini?"
"Apa? Kiara hilang!" Vivi segera berlari keluar untuk menemui Anggi, tetapi ia terkejut saat melihat ibunya sedang duduk bersama Haruna dan Kiara. Satu orang lainnya yang duduk bersama mereka membuat Vivi marah. "Untuk apa si brengsek itu ada di sini?" gumam Vivi. Rahang Vivi, mengeras, tangannya terkepal, dan pandangan matanya berkilat penuh amarah.
Jefri melihat perubahan Vivi yang tidak biasanya. Sudah tiga hari Vivi bekerja dengannya, tapi baru kali ini Jefri melihat kemarahan dan kebencian di wajah Vivi. Jefri pun mengikuti pandangan Vivi. Betapa terkejutnya ia saat tahu ke mana tatapan itu ditujukan.
"Tristan! Kenapa Vivi begitu membenci Tristan? Ini sangat menarik," batin Jefri. Ia menyunggingkan senyum. Ada apa sebenarnya dengan Tristan dan Vivi. Jefri sangat penasaran.