webnovel

12. Flashback - Planning

Dhika mengajakku untuk bertemu dengan kedua orang tua Dhika di Jakarta.

Mobil sport milik Dhika sudah memasuki pekarangan rumah milik orangtuanya yang terlihat sangat mewah dengan desain klasik eropa unik modern. Aku sampai terpana menatap rumah Dhika dengan halaman yang luas dan di sudut rumah terdapat mobil yang berjejer rapi. Aku tidak menyangka kalau Dhika sangat kaya raya.

"Ayo" lamunanku terganggu oleh suara Dhika.

"A-aku takut, bagaimana kalau orangtua kamu tidak menerima aku?" cicitku

"Sayang, kamu bertanya itu sudah ratusan kali, bahkan mungkin ribuan kali" kekeh Dhika berlebihan membuatku mencibir.

"Lebay kamu !! aku serius Dhika. Aku takut, kamu tau kan aku ini hanya gadis sederhana dari keluarga yang sangat sederhana" ujarku, karena takut orangtuanya Dhika tidak menerimaku.

"Ssstt... kamu sempurna sayang, kamu sangat istimewa buat aku. Orangtua aku bukan tipe orang yang suka pilih-pilih dan melihat derajat seseorang. Udah jangan banyak suudzon, ayo turun." Dhika melepaskan seat belt yang aku pakai dan turun terlebih dahulu, lalu membukakan pintu penumpang untukku.

Dengan keteguhan hati, akupun menuruni mobil, dan Dhika langsung menggegam erat tanganku dan membawaku menuju pintu rumahnya. Dhika mendorong pintu rumahnya hingga terbuka lebar. Sekarang aku mampu melihat isi rumah Dhika yang tak jauh berbeda dengan kemewahan dari luar. Rumah dengan perabotan mahal dan beberapa rancangan luar negri tertata rapi di ruang tamu. Dhika membawaku semakin masuk ke dalam. Aku masih melihat sesekeliling rumah yang lebih mirip dengan istana itu. Tak lama seorang wanita paruh baya yang terlihat masih cantik dan terlihat masih muda menghampiri kami diikuti dengan seorang pria paruh baya disampingnya yang masih terlihat gagah dan tampanm, papanya sangat mirip sekali dengan Dhika.

"Jagoan papa pulang juga akhirnya" ujar lelaki paruh baya itu yang memiliki mata coklat sama seperti Dhika.

"Apa kabar mam, pap " Dhika mencium tangan papa dan mamanya dan akupun mengikutinya.

"Ini siapa nak?" Tanya mama Dhika yang terlihat seperti orang Pakistan. pantas Dhika memiliki wajah blasteran, ternyata mommy-nya asli orang Pakistan dan papanya juga termasuk orang Indonesia yang tampan.

"Ini Thalita, gadis yang suka Dhika certain ke mammy" ujar Dhika.

"Oh halo sayang, ternyata aslinya kamu lebih cantik," mommy Dhika langsung memeluk tubuku membuat kaget tetapi aku tetap menerima pelukannya. "Dhika sudah banyak cerita tentang kamu, sayang" kata mommynya seraya melepas pelukan kami, aku menatap ke arah Dhika yang tengah tersenyum.

"Tadi dia sempat demam panggung lho mam, katanya takut gak diterima mommy dan papi. Katanya dia hanya orang sederhana" ujar Dhika terkekeh menyebalkan dan aku hanya bisa mencibir.

"Sayang, kamu jangan takut. Bagi papi dan mami, kebahagiaan Dhika adalah yang utama. Jadi kami tidak akan memandang apapun dari gadis pilihan Dhika" ujar papi dengan bijak.

"Lagian mommy sudah langsung jatuh cinta lho sama kamu, kamu keliatan sangat baik dan cantik" ucap mommy. " mommy bahagia punya menantu kayak kamu" tambah mommy dengan antusias membuatku terpekik kaget.

Menantu?? Aku bahkan tak berpikir ke arah sana.

"Mommy membuat Lita semakin gugup" ujar Dhika.

"Sayang, santai saja. Ayo lebih baik kita makan siang dulu lalu kita mengobrol" ujar mommy membuatku tersenyum dan mengangguk.

Selesai menikmati makan siang bersama, kami semua kini duduk di ruang keluarga ditemani teh dan cemilan.

"Sayang, benar tante kamu buka toko kue?" Tanya mommynya

"Iya mommy," jawabku, kenapa aku bisa memanggilnya mommy, karena tadi mommy Dhika memaksaku untuk memanggilnya mommy dan papi. "tante buka toko kue kecil-kecilan" jawabku

"Kamu tau nggak resep-resepnya?" Tanya mommy

"Iya mom, Lita sering bantuin tante kalau sedang membuat kue pesanan" kataku

"Wah cocok kalau begitu, jadi mommy bisa minta bantuan Lita buat bikin kue" ujar mommy terlihat antusias,

"Iya mommy boleh" jawabku tersenyum manis

"Mommy ingin belajar membuat kue dari kamu, kamu tau papinya Dhika ini sangat menyukai makanan yang manis." jelasnya. "Kalian nginep kan?" Tambahnya.

"Iya mom, Dhika dan Lita nginep," jawab Dhika.

"Bagus kalau gitu, jadi nanti kita bisa masak bareng, bikin kue bareng, terus nanti mommy akan ajak kamu ke salon spa langganan mommy kita treatment. Terus kita ke mall buat belanja. Dan kita akan sharring dan mengobrol biar kita bisa lebih dekat lagi. Kalau bisa sih nanti kamu ikut mommy ke tempat arisan mommy, mommy mau memperkenalkan menantu mommy yang cantik ke semua teman-teman arisan mommy," ceroscos mommy dengan sangat antusias membuatku mengernyitkan dahiku, sedangkan Dhika dan papi hanya terkekeh.

"Astaga mommy, lihat Lita bingung nanggepin omongan mommy. Lagian kita menginap cuma semalam saja, besok siang juga kita balik lagi ke Bandung" jelas Dhika.

"Sayang, kok cuma sebentar sih?" Tanya mommy terlihat kecewa

"Kita juga kan harus kuliah, mom" jawab Dhika.

"Iya mom, lagian nanti Lita juga pasti mau main lagi kesini, iyakan Lita," ujar papi membuatku mengangguk. Kamipun terlibat perbicangan yang seru antara orangtua dan anak. Aku tidak menyangka kalau ternyata orangtua Dhika sangat menyenangkan dan sangat baik dan ramah, tidak jauh berbeda dengan Dhika.

Kini aku dan Dhika tengah menikmati suasana sore hari di taman belakang rumah. Kami duduk di kursi taman dekat kolam renang. "Aku nggak menyangka lho sayang, ternyata orangtua kamu sangat baik dan ramah," kataku

"Ya, kamu lihat saja anaknya gimana. Aku kan sangat baik hati dan murah senyum," ujar Dhika dengan percaya dirinya.

"Iya kamu murah senyum dan sangat ramah, bahkan ke semua cewek di kampus. Sengaja tebar pesona" gerutuku kesal karena Dhika begitu ramah ke semuanya.

"Dih, siapa yang tebar pesona sih? Yang lebih bagus tuh tebar ilmu daripada tebar pesona. Lagian tanpa tebar pesonapun aku sudah mempesona," ujarnya dengan bangga membuatku ingin tertawa.

"Pinter ngeles kamu" cibirku

"Aku gak ngeles sayang, aku jujur. Lagian buat apa aku tebar pesona sama yang lain, pesonaku ini hanya untuk kamu," ujar Dhika membelai kepalaku.

"Kamu pintar gombal," ujarku seraya merapihkan rambut untukku ikat karena terus mengganggu penglihatanku.

"No sayang !! biarkan terurai," tangan Dhika menarik tanganku yang memegang rambutku untuk diikat. "kecantikan kamu bertambah jadi 10.000 kali lipat kalau diurai" ujarnya seraya merapihkan rambutku dengan tangannya.

"Aku sangat tersanjung dengan gombalan kamu" ledekku

"Itu bukan gombalan sayang, tapi itu faktanya. Aku suka rambut kamu yang tergerai indah" ujar Dhika menaik turunkan alisnya membuatku terkekeh.

"Pacarku ini lucu banget sih," aku yang gemas melihat wajah tampan Dhika, langsung mencubit kedua pipinya membuat kami sama-sama tertawa.

"Lagian aku suka banget sama rambut kamu. Udah lembut, wangi, indah lagi. Jadi jangan di ikat-ikat lagi yah, dan jangan pernah dipotong" ujar Dhika membelai rambut indahku.

"Siap dokter Dhika," kekehku

"Aku belum dapet gelar dokter sayang" ujar Dhika

"tapi kan kamu calon dokter yang tampan" jawabku terkekeh

"sekarang kamu pintar gombal juga yah" ujar dhika terkekeh dengan membelai pipiku.

Hingga terdengar suara adzan berkumandang. Kami beranjak memasuki rumah untuk melakukan solat magrib berjamaah. Di mushola kecil yang ada di rumah dhika. kami melakukan solat berjamaah berdua, dengan dhika yang menjadi imamnya. Hingga a'tahiyat akhir dan mengucapkan salam, dhika terlihat berzhikir sebentar seperti biasanya dan aku juga mengikutinya. Setelah selesai, dhika berbalik menatapku yang tengah khusu berdoa kepada allah. Diam-diam aku melirik dhika yang terlihat tengah menyunggingkan bibir seksinya itu menatap ke arahku.

"kamu seperti seorang bidadari" gumamnya yang dapat aku dengar, aku mendadak tersipu mendengar pujian darinya Tangan kanan dhika terulur ke arahku dan dengan malu-malu aku menyambut tangannya dan menciumnya.

'tuhan, aku berharap laki-laki dihadapanku ini bisa menjadi imamku kelak' doaku pada tuhan.kami masih saling bertatapan dengan tersenyum manis, menyalurkan cinta kami lewat pandangan mata kami.

"khemm"

Deheman seseorang menyadarkanku dan dhika. Kami sama-sama menengok ke arah suara, dimana mommy elga dan papi surya tengah berdiri di pintu mushola dengan sudah memakai koko dan mukena. "apa papi masih harus menunggu kalian berhenti bertatapan?" goda papi surya membuat dhika menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan aku hanya bisa menundukkan kepalaku karena sangat malu sekali.

"mommy sudah seperti nonton drama yang sangat romantic saja secara live, so sweetz banget deh" ujar mommy elga heboh membuatku semakin merona.

"silahkan mom, pap kalau kalian mau solat" ujar dhika berdiri dan aku mengikutinya seraya melepaskan mukena yang aku pakai.

"ayo pap, kita tiru adegan mereka barusan" ujar mommy elga antusias

"iya mom, jangan hanya anak muda saja yang bisa romantic" jawab papi surya membuatku dan dhika menggelengkan kepala sambil terkekeh. Dhika melepas peci yang dia pakai dan berjalan menuju kamarnya.

"aku tunggu ditaman belakang yah" ujarku membuat dhika mengangguk. Aku tengah duduk di kursi taman, tak lama dhika datang dengan sudah melepas koko dan sarungnya yang tadi dia pakai. Dhika menyampirkan jaket ketubuhku membuatku tersenyum.

"disini dingin dan kamu gak bawa jaket. maaf aku lama, tadi mommy dan papi ngajak ngobrol dulu" dhika yang sudah duduk disampingku.

"iya tidak apa-apa" jawabku

"menatap bintang favorit kamu, hmm?" Tanya dhika karena aku menatap ke atas.

"iya, sekarang disekitar bintang itu sudah banyak bintang-bintang kecil mengelilinginya" ujarku

"jadi nggak kesepian lagi dong?" Tanya dhika membuatku mengangguk antusias. "sayang"

"hmm"

"coba deh tutup mata kamu" ujar dhika

"kenapa?" aku mengernyitkan dahiku menatap dhika

"cepat tutup saja matanya" ujar dhika dan akhirnya akupun menuruti.

"apa yang kamu rasain?" Tanya dhika lagi

"gelap" jawabku apa adanya.

"itulah yang aku rasakan tanpa kamu, hanya kegelapan yang akan menemani hari-hariku saat aku tanpa kamu" ujar dhika lirih membuatku langsung membuka mataku dan menatap dhika yang tengah tersenyum padaku. Dhika memegang kedua tanganku.

"dengar, aku sangat mencintai kamu lita" ujar dhika, aku masih menyimaknya dengan seksama. "aku ingin kita bertunangan" ujar dhika

Deg.. apa aku bermimpi lagi? Atau ada yang salah dengan pendengaranku?

"aku tau ini terlalu cepat, hubungan kita juga baru 6 bulan. Tapi aku sudah sangat yakin sama kamu, bahkan baru saja aku berbicara dengan mommy dan papi. Mereka langsung menyetujuinya, mereka sangat menyukai kamu" ujar dhika membuatku semakin tak bisa berkutik sedikitpun.

"dhik, aku tidak tau harus jawab apa" ujarku karena sangat bahagia.

"aku akan mengatakan rencana ini ke tante kamu, aku ingin kita bertunangan dan menikah" ujar dhika antusias

"menikah? dhika kita masih kuliah" ujarku

"iya aku tau, kita masih kuliah. Aku hanya ingin kita bertunangan dulu, nanti setelah kita lulus dan menjadi seorang dokter, kita akan menikah" ujar dhika antusias. " aku sangat ingin menikah sama kamu, dan hanya kamu yang akan menjadi istriku " ujar dhika begitu antusias." Aku ingin kamu yang menjadi ibu dari anak-anakku" tambahnya.

"anak?" aku mengernyitkan dahiku

"iya anak, tiga atau empatlah jangan banyak-banyak" jawab dhika antusias membuatku terkekeh

"pikiran kamu sangat kejauhan" kekehku

"jadi gimana? Kamu mau bertunangan sama aku?" Tanya dhika

"jawaban aku nanti yah, pas kamu bilang ke tante aku" ucapku seraya mengedipkan sebelah mataku untuk menggoda dhika dan berlalu meninggalkan dhika sendiri.

***

Pertunanganku dengan dhika akan di laksanakan satu bulan lagi, dan aku sibuk mengurusi segalanya. Dan entah kenapa, akhir-akhir ini tubuhku terasa mudah sekali lemas dan pusing. Bahkan terkadang aku muntah-muntah, padahal aku tidak memiliki riwayat penyakit mag.

Dan saat ini aku baru saja keluar dari kamar mandi dan seseorang menabrakku hingga tubuhku oleng. Hampir saja tubuhku membentur lantai marmer, tetapi seseorang dengan sigap menahanku membuatku jatuh ke dalam pelukan sang penolong. "lita" aku mendengar suara dhika, aku mendongakkan kepalaku melihat sang penolong ternyata itu adalah kak angga bukan dhika, lalu suara dhika dari mana? Aku segera melepas pelukan kak angga dan tubuhku yang masih pusing menabrak tubuh kekar milik laki-laki lain dibelakangku.

Aku segera berbalik dan ternyata dhika berdiri di belakangku. Jadi benar tadi memang suara dhika. Aku pikir dhikalah yang telah menolongku. "kamu kenapa?" dhika terlihat kaget karena aku langsung merebahkan kepalaku ke dadanya karena pusing.

"kepalaku pusing" gumamku

"kayaknya lita sakit deh dhik, baru saja dia juga oleng bahkan hampir jatuh" ujar kak angga

"sayang, badan kamu panas" setelah dhika menempelkan punggung tangannya di dahiku. dhika dengan sigap membopong tubuhku ala bridal.

"gue harus bawa dia ke rumah sakit" ujar dhika berlalu pergi membawaku, aku hanya bisa menyandarkan kepalaku di dada bidang dhika dan mengalungkan kedua tanganku di lehernya.

"aku ingin seperti ini, rebahan di dadamu sangat nyaman" gumamku saat dhika hendak mendudukanku di joknya. Dhika tak mempermasalahkannya dan segera masuk ke dalam mobil di jok sopir dengan aku yang masih duduk di atas pangkuannya dengan merebahkan kepalaku di dadanya dengan nyaman. Dhika terlihat khawatir dan mulai menjalankan mobilnya. Aku menengadahkan kepalaku menatap wajahnya yang terlihat sangat tampan saat dari jarak sangat dekat seperti ini. Dhika menundukkan kepalanya dan mata kami beradu, aku tersenyum kecil kepadanya. Sesampainya di rumah sakit, aku langsung diperiksa oleh dokter. Dokter mengambil sampel darah milikku untuk mengetahui penyebabnya. Aku di perbolehkan pulang dan beristirahat di rumah, besok hasil lab-nya akan dikirim ke rumah.

***

Aku baru saja terbangun dari tidurku setelah tadi habis solat subuh tidur lagi. Aku tidak masuk kuliah saat ini, dan rencananya dhika juga akan datang setelah selesai kuliahnya. Pintu rumah diketuk seseorang, aku beranjak tertatih membukakan pintu. Seorang lelaki dengan seragamnya berdiri dihadapanku dan menyerahkan amplop coklat padaku berlogo AMI hospital. Selepas kepergian lelaki yang aku ketahui adalah seorang kurir. Aku kembali memasuki kamarku dan membuka amplop coklat itu. Aku mulai membaca hasil lab pemeriksaannya kemarin. Aku cukup paham setiap kata dari tulisan yang tercatat disana. Mataku melotot sempurna dan tangan kananku menutup mulutku saking kagetnya. Ini tidak mungkin,, ini pasti salah. Aku tidak mungkin sakit, ini tidak mungkin hasil labkku. Ini pasti salah. Ya,, ini pasti salah. Aku harus ke rumah sakit saat ini juga,, harus...

Tanpa pikir panjang, aku meraih dompetku dan berlalu pergi. Tanpa memikirkan kondisi tubuhku yang masih lemas dan pusing. Aku menuju rumah sakit AMI dan menemui dokter yang kemarin memeriksaku.

****

Próximo capítulo