webnovel

13. Flashback - Pertunangan

Sesampainya rumah sakit, aku berlari menuju ruangan dokter yang kemarin memeriksaku.Tanpa basa basi, aku langsung memborong pertanyaan pada dokter itu, dia dengan tenang mempersilahkanku untuk duduk. Dia terlihat mengambil sesuatu dari lacinya, aku berharap semua ini salah, aku berharap aku tak mengidap penyakit apapun.

"anda yang sabar nona lita, hasil lab menyatakan anda mengidap gagal ginjal."

Deg... aku merasa jantungku berhenti seketika, dokter ini bilang apa barusan? Aku tak mungkin sakit dan mengidap penyakit seperti ini. bagaimana bisa aku sakit???

Dia menyuruhku untuk melakukan terapi cuci darah dan sering control. Setelahnya aku langsung beranjak keluar ruangannya dengan hati yang gundah.

Tanpa terasa, langkahku terhenti tepat di depan rumah tante ratih.

Bahkan aku tidak sadar kalau aku sudah berjalan sejauh ini. Aku berjalan memasuki rumah dan terlihat tante ratih sedang khawatir dan segera menyambut ke datanganku. Tante ratih menanyakan aku habis dari mana, tetapi tenggorokanku terasa sangat tercekat dan sulit mengeluarkan suara. Aku hanya butuh pelukan hangatnya saat ini.

Tanpa berkata apapun, aku langsung memeluk tubuh tante ratih dan menumpahkan segala kegundahan hatiku. "hikz,,,hikzzz....hikz...hikz...." isakku di pelukan tante ratih, tante mengusap lembut punggungku.

"ada apa lita? apa yang terjadi?" Tanya tante ratih

"tan-te..hikzz" aku semakin menangis sejadi-jadinya tak sanggup untuk mengatakannya.

"ada apa nak?" Tanya tante ratih semakin khawatir

"hikz...hikz...hikz...kenapa jadi begini tante?" isakku

"ada apa? apa yang begini? Kamu berantem sama dhika?" Tanya tante ratih dan aku hanya menggelengkan kepalaku "lalu ada apa, sayang?" Tanya tante ratih semakin penasaran.

Aku melepas pelukan tante dan dengan tangan yang bergetar, aku menyerahkan kertas yang sedikit lecek karena dari tadi dikepal olehku. Tante ratih menerimanya dan membacanya dengan seksama. Seketika matanya melotot sempurna bahkan tante ratih sampai menutup mulutnya dengan tangan kanan. Matanya langsung menatap ke arahku penuh Tanya.

"ini-" ucapan tante ratih tertahan ditenggorokan.

"tante kenapa seperti ini?hikz...hikzz.... impian lita musnah seketika tante,, lita gagal tante...hikzzzz" isakku membuat tante ratih ikut menangis. Tanpa berkata apapun tante ratih langsung memeluk tubuhku kembali dan ikut menangis terisak. "hikz....hikz....hikzz....hikzz...." isakan kami berdua sangat memilukan.

Aku tengah duduk diatas ranjang dengan tatapan kosong ke depan, aku memikirkan masa depanku selanjutnya dan memikirkan dari mana aku mendapatkan uang untuk pengobatanku.

Sebelumnya aku sudah mewanti-wanti tante ratih untuk tidak memberitahu dhika perihal penyakitku. Aku tidak ingin semakin menyusahkan dhika, sudah terlalu banyak dhika membantuku.

"sayang,,," aku tersadar saat seseorang menyentuh kepalaku lembut.

"kamu kapan datang? Kok aku gak denger kamu ucapin salam" tanyaku

"mana mungkin kamu bisa denger aku ucapin salam, orang kamu sibuk melamun" ujar dhika

"iya gitu?" tanyaku tak yakin

"iya sayang" dhika mencubit hidungku pelan." kamu lagi ngelamunin apa sih?" Tanya dhika menatap mataku membuatku semakin terluka.

"itu-" aku terdiam sesaat, aku tidak tau harus menjawab apa pada dhika.

"aku tidak sedang mikirin apa-apa kok" ujarku memasang senyum.

"aku tau kamu bohong sayang, ayo jujur saja. Ada apa?" Tanya dhika lagi membuatku kebingungan harus menjawab apa.

"tidak terlalu penting sih, hanya saja aku sudah 3 hari tidak masuk kampus. Aku takut beasiswa aku dicabut" ujarku, memang tak masuk akal tetapi aku tak ada pilihan lain lagi.

"kamu ini lucu, ya gak bakalanlah sayang. kan sudah jelas kamunya lagi sakit" ujar dhika.

"aku hanya takut saja" ujarku. Maafkan aku karena sudah membohongimu.

"kamu tenang saja, aku jamin beasiswa kamu gak akan pernah dicabut" ujar dhika santai.

"Semoga saja" ujarku.

Kami berdua terdiam, tak ada yang ingin membuka suara. Aku memikirkan apa yang akan terjadi pada hubunganku dengan dhika kalau ternyata umurku tak panjang.

"cuaca hari ini mendung yah, kelinci. Semangatku jadi hilang" ujar dhika menyerupai suara anak kecil. Aku melihat ke arah dhika yang tengah menggerakkan boneka panda yang dipegang ditangan kirinya.

"iya panda, kamu tau gak alasannya karena apa?" tambahnya memainkan boneka kelinci di tangan kanannya.

"karena apa memangnya, kelinci?"

"karena tidak ada senyuman dibibir seksi putri thalita, jadi langitnya sedih dan gak mau cerah" ucapan dhika yang dibuat-buat sedih membuatnya terlihat sangat lucu, aku tersenyum ke arahnya.

"wah lihat kelinci, langitnya sudah langsung cerah lagi. Aku jadi kembali bersemangat" ujar dhikanya semakin membuatku gemas.

"kamu ini pinter banget yah buat aku tersenyum" ucapku seraya mencubit pipi dhika

"karena aku menyukai senyum kamu" dhika tersenyum manis. "baiklah kelinci dan panda kembali ketempatnya yah, karena putri thalitanya sudah kembali tersenyum jadi pangeran dhika tidak membutuhkan kalian lagi" ujar dhika menyimpan kedua boneka itu kembali ketempat semula

"aku suka cara kamu membuatku tersenyum" ujarku jujur.

"apa sih yang nggak buat putri thalita, apapun akan aku persembahkan" ujar dhika tersenyum manis membuatku semakin mencintainya.

"terima kasih, karena telah menjadi seseorang yang berarti di hidupku. Terima kasih karena sudah membuatku sangat bahagia" ujarku.

"jangan berterima kasih, aku tulus mencintai kamu. Aku bahagia hanya dengan melihatmu bahagia" ujar dhika membuatku langsung memeluk tubuhnya dengan erat.

Terima kasih tuhan, engkau masih mengirimkan lelaki sebaik dhika, aku sangat bersyukur karena dhika mampu membuatku tegar dan kuat menghadapi cobaan ini. Dan aku mohon jangan pisahkan aku darinya. Setidaknya sekarang dialah impianku.

***

Acara yang ditunggu-tunggupun datang, dimana aku dan dhika akan bertunangan. Acara di adakan disebuah hotel besar di kota bandung. Aku yang menggunakan gaun berwarna pink cerah dengan rambutku yang disanggul seindah mungkin dan beberapa helai dibiarkan terjuntai kebawah. Dhika memakai tuxedo hitam yang pas dengan tubuhnya. Dhika terlihat sangat gagah dan tampan. Bahkan hampir semua tamu undangan khususnya perempuan disana menatap kagum dhika, aku beruntung mendapatkan malaikat tanpa sayap seperti dhika.

Acara sudah di mulai, aku dan dhika saling bertukar cincin. Setelahnya aku langsung mencium tangan dhika, tepuk tangan terdengar menggema di gedung itu. Kami berdua terus saling bertatapan, aku tak menyangka akhirnya akan menjadi calon istri dari Pradhika Reynand Adinata. Lelaki tampan, prince perfectionist yang sangat di incar para wanita. Aku bahagia memilikinya, memiliki hatinya juga. Dhika terus memasang senyuman indahnya padaku. "I love you sayang" bisik dhika

"Love you more" jawabku tersenyum manis. Semua sahabat kami menghampiri kami dan mengucapkan selamat kepada kami berdua. Acarapun selesai dan aku kembali ke rumah bersama tante diantar oleh dhika. "baiklah sudah sampai, tante duluan yah" ucap tante menuruni mobil dan berlalu pergi.

"aku sangat bahagia, sayang" dhika menggenggam erat tanganku

"aku juga sama, aku sangat bahagia. Dan sekarang aku sudah menjadi calon istri seseorang" kekehku

"ya, dan aku tidak akan pernah lepasin kamu" ujar dhika mencium tanganku membuatku tersipu. Kami kembali saling bertatapan dengan senyuman yang tidak pernah pudar menghiasi wajah kami.

"dhik"

"hmmm"

"kalau misalnya nanti aku gak berhasil jadi dokter, apa kamu masih mau sama aku?" Tanyaku hati-hati

"kenapa kamu nanya gitu? Ya masih dong sayang, aku gak memikirkan itu. Lagian rezeki itu allah yang ngatur, aku juga belum tentu jadi dokter seperti papi suatu hari nanti," jawab dhika dengan bijak, dan aku sangat menyukainya. "Tapi kita tetap harus selalu berdoa dan berusaha, sayang. aku yakin kita berdua akan menjadi seorang dokter" ujar dhika dengan senyum manisnya.

"Amin" jawabku penuh harap. "kalau, kalau misalnya umur aku gak panjang gimana dhik?" cicitku sangat pelan tetapi sepertinya mampu terdengar oleh dhika, karena Senyuman dibibirnya langsung pudar begitu saja.

"kamu ini ngomong apa sih, aku gak suka kamu ngomong kayak gitu" ujar dhika datar, ekspresinya langsung berubah seketika.

Bahkan dhika memalingkan wajahnya dariku. "iya kan, umur manusia siapa yang tau" tambahku

"aku tau itu, tapi aku tidak berharap kamu pergi lebih dulu. Dengar lita, aku tidak mau kamu ngomong kayak gitu lagi" ujar dhika penuh penekanan menatap ke arahku membuatku mengangguk.

"baiklah Mr. dhika" aku tersenyum sambil membelai pipi dhika yang terlihat tegang dan ada ketakutan dimatanya. Maafkan aku sayang...

"aku gak mau kehilangan kamu, lita. aku sangat takut kehilangan kamu, membayangkannya saja aku tidak sanggup" ucap dhika memegang kedua tanganku yang berada dipipinya. Dhika terlihat berkaca-kaca, apa aku sudah membuatnya sangat takut? Maafkan aku sayang,,

"iya sayang, aku akan slalu berada disisi kamu" ujarku lembut, tuhan, aku mohon ijinkan aku membuatnya bahagia terlebih dulu. Aku tidak ingin melihatnya terluka karenaku.

***

Próximo capítulo