webnovel

Great War Records 23 - Kebosanan ikan, kenangan yang menyakitkan III

Di tempat pertempuran, ketiga Roh Agung dari keseluruhan empat Roh Agung Elemen Utama berkumpul. Teluk yang dihimpit daratan itu kacau balau, batuan karang porak-poranda, tebing-tebing hancur, dan daratan beserta laut kacau balau.

Kondisi ketiga Roh Agung sangat terdesak, bahkan sang Roh Api, Ifrit, ia kehilangan lengan kirinya. Walaupun ia adalah jenis Roh yang bisa beregenerasi dengan cepat menggunakan api abadinya, tetapi hal itu sama sekali tidak terlihat sekarang. Panas dari serangan benda merah milik Iblis Bersayap Hitam itu bahkan bisa membakar tubuh milik Roh Api itu.

Roh Hutan dan Kehidupan, Reyah, hanya bisa melihat dari kejauhan karena pada dasarnya dirinya bukanlah Roh tipe petarung dan sangat lemah saat berada jauh dari Pohon Suci. Sedangkan Diana, sang Roh Tanah dan Pegunungan itu hanya bisa memberikan dukungan karena serangannya tidak bisa mencapai Iblis Hitam yang berada di udara.

Shiing ...!

Keempat manusia dan seorang Roh Agung muncul tidak jauh dari tempat pertempuran setelah berpindah menggunakan distorsi ruang, mereka berdiri di sekitar karang pada teluk. Ketiga roh agung yang terdesak itu terkejut karena seharusnya tidak ada manusia yang bisa masuk ke Dunia Astral. Pada kasus umum, tidak mudah untuk makhluk Dunia Nyata bergerak di Dunia Astral karena akan mengalami pergeseran dimensi secara terus menerus.

"Oh, di sekitar sini pergeseran dimensi tidak terlalu parah rupanya," ucap penyihir rambut pirang.

"Hem, benar... Mana di tempat ini terasa aneh," ucap pria rambut kucir.

Saat mereka berdua melihat ke atas, kedua orang itu langsung tahu apa yang menyebabkan penyimpangan dimensi tidak terlalu kuat di sekitar teluk. Di atas sana melayang sumber masalah yang membuat Dunia Astral kacau seperti sekarang, sosok itu menguasai dan mempengaruhi hampir seluruh teluk Laut Utara tempat mereka berada.

"Julia ..., Fiola... siapkan sihir pendukung. Dart, apa kau siap?" ucap Mavis.

"Hmm, tentu saja ...." Dart menarik pedang dari sarung. Mata pedang satu tangan itu berwarna perak bercahaya, terbuat dari besi spesial Holy Core yang dikhususkan untuk membasmi makhluk dengan unsur negatif.

Mavis segera merapalkan mantra percepatan pada tubuh Dart, dan sihir penguatan pada pedangnya. Ahli pedang memasang kuda-kudanya. Mata Dart bertemu dengan tatapan iblis yang melayang di udara membawa benda merah yang bentuknya berubah-ubah terus.

Mengamati benda yang melayang di sekitar iblis yang memiliki dua pasang sayap itu, Dart langsung paham kalau benda merah berukuran lebih dari satu meter itu adalah senjata yang menghancurkan teluk.

Menarik napas dalam-dalam, pria itu langsung menggunakan Teknik Puncak : Langkah Dewa untuk melesat langsung menyerang iblis. Sosok pria itu hilang dari penglihatan Iblis yang melayang di atas teluk tersebut. Sebelum iblis tersebut menemukan Dart, pria itu sudah berdiri tepat di hadapan iblis menggunakan Mana padat sebagai pijakkan.

Dengan panik Iblis berkulit hitam itu mengubah senjatanya menjadi trisula. Tetapi itu terlambat, Dart langsung menepasnya dan membuat benda itu terpental menjauh dari sang iblis bersayap empat itu. Benda padat berwarna merah tersebut langsung berputar, tetapi tidak tergores sedikit pun. Bentuknya berubah menjadi kubus.

Mendapat kesempatan, Dart langsung mengayunkan pedangnya ke arah Iblis bersayap empat itu. Seakan sadar akan bahaya pada pedang perak yang digunakan pria tersebut, Iblis langsung terbang ke atas dengan cepat untuk menghindar dan berdiri tepat di depan lubang hitam tempat para iblis Skeletron muncul sebelumnya.

Sang Ahli Pedang meloncat menggunakan Mana dipadatkan, lalu berdiri di atas benda yang menjadi satu-satunya senjata sang iblis. Tanpa membuang waktu, Ia mengumpulkan Mana dalam dirinya ke satu titik, dan mengalirkannya pada pedang.

Pedang tersebut langsung bercahaya terang, cahayanya bahkan sampai menyinari seluruh daerah teluk. Ahli Pedang langsung menusuk benda itu sekuat tenaga.

Crak!

Dengan mudah pedangnya menembus benda keras yang bahkan tidak bisa dihancurkan oleh para Roh Agung. Benda itu retak bukan karena hancur, tetapi karena berubah bentuk lagi menjadi sebuah kerucut. Hawa panas terasa jelas, dan sinar panas ditembakkan ke arah Dart yang berdiri di atas benda tersebut.

Karena adanya jeda waktu, serangan tersebut sangat mudah untuk dihindarinya. Dart meloncat dan berlari di udara menggunakan Mana sebagai pijakkan dan kembali ke daratan.

Penyihir merapalkan mantra, kali ini berupa sihir penyerangan. Fiola membantu Mavis dengan menyuplai Mana ke dalam tubuh wanita berambut pirang tersebut, sedangkan Julia bersiap dengan sihir penyerangan beratribut api.

Setelah Dart mendarat, Julia menembakkan sihir bola api raksasa ke arah iblis bersayap empat itu. Iblis menyilangkan kedua tangannya ke depan dan memasang semua sayapnya untuk menahan serangan. Ledakkan besar tercipta di udara. Saat asap tersingkir, iblis itu masih terbang. Tubuh kulit hitam pekatnya terbakar, tetapi tidak ada kerusakan berarti yang didapat.

Benda padat merah melayang kembali ke pemiliknya. Mengubah bentuknya menjadi sebuah trisula, iblis itu memasang kuda-kuda seakan siap melakukan pertarungan jarak dekat dengan Dart. Senyumnya terbentang lebar, merobek sampai pipi.

Dart mengacuhkan tantangan iblis itu, Ia kembali menyarungkan pedangnya dan memasang wajah malas. Iblis langsung melesat terbang ke arah mereka, bersiap menyerang dengan trisula yang memancarkan suhu sangat tinggi.

Sebelum iblis sampai, Mavis telah menyelesaikan rapalan mantranya. Sekeliling tubuhnya mengeluarkan cahaya terang keemasan. Mana berwarna kuning menyala mengelilingi tubuhnya, dan ia mengangkat tongkatnya lurus ke atas.

Dengan lantang sang Penyihir berteriak, "Göttliche Strafe!!"

Seketika dari ujung tongkatnya keluar cahaya yang sangat menyilaukan. Cahaya tersebut melesat ke atas dengan sangat cepat. Serangannya tidak mengenai iblis, bola cahaya berukuran sebesar buah jeruk itu melesat ke udara melewati sang iblis. Tetapi beberapa detik kemudian saat bola cahaya kecil itu melayang di udara, sebuah cahaya berpijar terang. Cahaya itu tidaklah bersuhu tinggi seperti sihir atribut cahaya pada umumnya, tetapi unsur suci yang terdapat pada cahaya langsung membakar tubuh iblis tersebut.

Sayap selaput iblis mulai melepuh, berlubang dan akhirnya terbakar terkena cahaya yang terpancar dari sihir yang ditembakkan Mavis. Tubuh kulit hitam pekat makhluk kegelapan itu mulai keluar benjol-benjol karena tidak kuat menahan cahaya, meletus dan merusaknya perlahan. Sang iblis yang terpapar cahaya mulai jatuh, terjun bebas dari ketinggian.

Dart yang telah memasang kuda-kuda bersiap dengan salah satu Battle Art miliknya. Pedang masih dalam sarung, tetapi pria itu telah membidik akurat sang iblis. Menyalurkan Mana pada pedang dalam sarung, ia langsung menebaskan senjatanya dengan sangat cepat dari kejauhan.

Tubuh iblis berkulit hitam itu terbelah menjadi dua bagian di udara. Saat akan jatuh ke permukaan air, seketika tubuhnya tercincang menjadi puluhan bagian dan hancur menjadi abu terkena paparan cahaya dari sihir Göttliche Strafe.

Semua Roh Agung yang berada di tempat itu terbelalak melihat para manusia tersebut bisa mengalahkan iblis yang bahkan membuat mereka kewalahan. Tidak memedulikan tatapan para Roh Agung, Dart dengan panik segera menghampiri Mavis. Wanita berambut pirang itu berlutut, muntah darah dan wajahnya memucat.

"Mavis! Sudah kubilang jangan memaksakan diri ..., keada—"

"Tidak masalah, suamiku .... Ini terakhir kalinya aku ikut, paling tidak biarkan aku bersungguh-sungguh menggunakan sihir ...." Mavis bangun dengan dipapah Fiola. Mengusap sisa darah pada mulut, wanita rambut pirang itu memasang senyum simpul.

Vil yang hanya terduduk lemas saat melihat semua aksi mereka, rasa kagum tumbuh dalam benaknya saat pertama kalinya ia melihat ada orang yang berani menghadapi makhluk mengerikan tanpa gentar sedikit pun. Rasa bahagia mengisi dirinya, dendam Vil akan kematian dua sahabatnya terbalaskan oleh mereka.

Segera berdiri dan menghampiri Mavis, gadis rambut biru tua itu berkata, "Bo-Boleh saya ikut dengan anda?!" Perkataan itu membuat Mavis dan Dart terkejut, sedangkan Fiola dan Julia menatap dengan datar.

Senyum sekilas terlihat pada raut wajah Mavis, seakan memang dirinya sudah tahu Roh Agung Laut Utara itu akan mengajukan permintaan seperti itu. Berjalan dipapah Fiola ke tempat Vil, Mavis berkata, "Baiklah .... Kalau engkau memang ingin ikut denganku, raih tangan ini dan akan kubawa engkau denganku!"

Tanpa ragu, Vil langsung meraih tangan yang diulurkan kepadanya. Tanpa mempertimbangkan niat dibalik uluran tangan tersebut, Roh Agung polos itu hanya meraih secerah cahaya yang ada di hadapannya.

Dart hanya melihat saat istrinya menawarkan hal seperti itu pada Vil. Pria itu samar-samar sudah paham alasan Mavis menawarkan hal seperti itu adalah untuk mengisi Perpustakaan Sihir yang baru saja selesai dibangun. Pada detik itulah Vil membuat janji pada Mavis untuk melayani, ia bersumpah setia pada wanita itu sampai penghujung umurnya. Sebagai seorang penjaga perpustakaan sihir, dan sebagai seorang Roh Agung yang dikontraknya.

Próximo capítulo